"Apa yang kalian lakukan?"Wisnu yang terkejut dengan segera menghampiri sang wanita. Ia memegang bahu Diandra dan berusaha menjelaskan apa yang terjadi."Kamu terbangun? Aku hanya tidak sengaja bertemu Aruna tadi, dan ku lihat ia juga tidak bisa tidur jadi ku ajak untuk minum teh melati," terang Wisnu dengan nada suara lembut.Aruna yang masih berdiri di tempatnya kemudian menimpali."Iya, benar. Kami hanya minum teh melati saja."Diandra. Wanita itu sebelumnya memang sudah tertidur lebih dulu, namun ia terbangun saat mendapati sang suami tidak ada di tempatnya.Dan disaat ia berjalan mencari Wisnu, tanpa sengaja dirinya mendengar dua orang yang tengah berbincang di taman belakang. Dan itulah kenapa ia bisa menemukan Aruna juga Wisnu di taman belakang.Helaan napas panjang terdengar dari sela bibir Diandra. Wanita itu kemudian menggandeng lengan sang suami erat, mengajaknya untuk kembali ke dalam kamar."Baiklah. Aruna, boleh tolong bawa cangkir itu kembali ke dapur? Sepertinya aku
Keadaan perusahaan terpantau sibuk pada siang hari. Setiap orang yang berada di ruangannya sibuk dengan tugas dan pekerjaan mereka masing-masing.Begitupun dengan Wisnu. Pria dengan kemeja berwarna biru itu memijit keningnya sendiri yang terasa berdenyut bukan main.Beberapa saat yang lalu ia baru saja mendapatkan kabar dari Chandra jika ada masalah di perusahaan. Seorang karyawan senior ketahuan menggelapkan sejumlah dana perusahaan dan menyebabkan kerugian.Wisnu tidak habis pikir, selama ini ia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk karyawan-karyawan nya. Ia selalu berusaha memanusiakan setiap orang meski ada kalanya ia menjadi begitu tegas. Namun, pria itu tidak habis pikir, mengapa masih saja ada karyawannya yang tega menusuknya dari belakang.Manusia memang lebih menyeramkan, bukan?Pintu ruangannya diketuk, Chandra masuk setelah dipersilahkan.Pria itu membawa satu gelas minuman dan memberikannya pada Wisnu. Ia juga sama, masalah yang tengah dihadapi perusahaan saat in
Jam makan siang. Wisnu masih saja berkutat dengan setumpuk kertas di meja kerjanya, sesekali pria itu membenarkan letak kacamata yang menggantung di hidung mancung nya.Laporan keuangan perusahaan masih coba ia telaah lebih dalam, berusaha mencari bukti-bukti lebih agar bisa dengan mudah menjebloskan karyawan yang sudah berkhianat.Pintu ruangan diketuk, Wisnu mempersilahkan tanpa melihat siapa yang datang."Kamu masih sibuk?"Rupanya itu Diandra. Wanita dengan terusan selutut berwarna peach dengan rambut yang digerai bebas itu berjalan ke arah Wisnu dengan sebuah tas berukuran sedang.Ia meletakkan tas yang rupanya berisikan kotak makan siang di meja sofa yang ada di ruangan Wisnu."Ayo istirahat dulu, kita makan siang. Aku yakin kamu belum makan siang dan terlalu larut sama pekerjaan."Wisnu diam. Ia hanya memperhatikan Diandra yang tengah menyiapkan makanan untuknya.Riasan tipis yang wanita itu pakai mampu menyamarkan raut wajah pucat nya, tapi hal itu masih saja membuat Wisnu me
Perlakuan kasar Wisnu pada Aruna kian menjadi. Pria itu mendorong tubuh mungil Aruna ke atas sofa dan menindih nya. Bibir pria itu juga masih senantiasa melumat serta memberikan serangan agresif pada sang gadis.Bukannya Aruna tidak melakukan perlawanan. Ia melakukannya. Namun tenaga yang dimilikinya saat ini begitu jauh jika dibandingkan dengan Wisnu.Tangis Aruna kian kencang saat satu tangan Wisnu mulai meraba bagian leher dan turun ke bawah. Dalam hati ia terus meronta, meminta pada Tuhan agar mengirimkan siapa saja untuk menolongnya."KAK WISNU!!"Tepat disaat Wisnu akan melakukan tindakan kian jauh, Sofie datang dan berteriak nyaring.Gadis itu berlari cepat menghampiri keduanya dan memukulkan remote televisi ke kepala Wisnu yang seketika membuat pria itu oleng dan terjatuh.Cepat-cepat Sofie menolong Aruna. Ia membantu gadis itu berdiri dan berlari ke arah anak tangga guna menuju ke lantai dua.Wisnu yang terkapar di lantai berteriak, memanggil dengan keras serta melemparkan
Salah tingkah. Wisnu mendadak tidak bisa berpikir apa yang akan dirinya katakan, lidahnya juga mendadak kelu untuk berucap.Pria itu hanya bisa diam di tempat dengan sesekali menggaruk tengkuk karena salah tingkah. Apalagi melihat bagaimana raut wajah Aruna yang jauh dari kata baik-baik saja."Ada perlu apa?" gadis itu bertanya dengan suara lirih dan serak.Wisnu gagap sementara waktu, ia melirik ke sana ke mari berusaha mencari-cari cara supaya ia bisa menyampaikan tujuannya segera.Jujur saja ia merasa tidak enak hati dengan Aruna."Aku sudah memesan makanan, jika kau lapar kau bisa turun ke bawah.""Ya."Sedetik kemudian pintu tertutup. Wisnu yang masih berdiri di sana hanya terdiam dengan sesekali mengedipkan mata.Sepertinya Aruna benar-benar dalam kondisi yang tidak baik, dan itu artinya apa yang dilakukannya semalam benar-benar buruk.Ah, Wisnu merasa begitu menyesal.Dengan langkah gontai pria itu berjalan menuruni anak tangga, melangkah ke arah dapur dan duduk di meja makan y
"Kalian sudah pulang? Aku khawatir."Sofie berjalan mendekat, ia kemudian berdiri di samping Aruna dengan senyum tipis.Gadis itu juga sesekali melirik ke arah Chandra yang hanya diam terpaku di sana."Ya. Maaf aku lupa memberitahu mu, Chandra,""Tidak masalah. Aku hanya khawatir karena sebelumnya kau sedang dalam perasaan yang kurang baik. Tapi sepertinya sekarang sudah jauh lebih baik," sahut Sofie cepat.Ia sempat melihat sebentar ke arah boneka yang ada dalam gendongan Aruna.Senyum kecil itu terlihat kecut, juga kepalanya yang tiba-tiba menunduk.Aruna bukannya tidak peka, ia tahu suasana aneh yang tiba-tiba saja ada di sekitar mereka. Atau lebih tepatnya antara Chandra dan Sofie."Aku pulang dulu."Chandra beranjak, pria itu juga sempat terdiam di bangku kemudi selama beberapa saat sebelum kemudian kembali keluar dari mobil miliknya."Sofie," panggilnya dengan suara lirih.Yang dipanggil mendongak, bisa Aruna lihat jika matanya sudah berkaca-kaca seolah menahan tangis. Dan saat
Keadaan perusahaan hari itu terbilang cukup lengang. Wisnu masih berkutat dengan laptop juga kacamata yang menempel di hidungnya.Soal karyawan yang mengkhianati perusahaan, sudah ada titik terang. Rupa-rupanya ia bekerja sama dengan saingan bisnis Wisnu demi mendapatkan upah yang jauh lebih besar.Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, namun Wisnu masih belum melihat tanda-tanda kehadiran Chandra sama sekali.Pria itu juga tidak memberinya kabar, jika memang sekiranya ia akan absen untuk hari ini.Wisnu meletakkan ponsel miliknya di atas meja, ia menghela napas kasar begitu teringat dengan pertanyaan Diandra semalam.Ia jatuh cinta dengan Aruna? Tidak mungkin!Meski mereka berstatus sebagai suami istri, namun perasaan Wisnu masih valid hanya untuk Diandra seorang.Ia memang sempat beberapa kali memikirkan Aruna, namun itu tidak lebih dari sekedar perasaan bersalah. Tidak lebih.Akan sangat lucu bila memang benar ternyata ia menyukai istri sirinya itu.Iya, 'kan?Pintu diketuk. Wisnu
Cukup lama untuk Aruna berpikir. Sampai-sampai Wisnu meng goyang-goyang kan ukuran tangannya sesekali."Tidak mau, ya," gumamnya lirih.Dan pada saat Wisnu akan kembali menarik ukuran tangannya, dengan cepat Aruna bergerak. Ia menjabat tangan Wisnu dengan erat."Ya. Mulai saat ini kita adalah teman. Oh, mungkin rekan kerja sama."Wisnu mengangguk, senyum cerah terkembang di wajah pria itu saat ini. Membuatnya terlihat lebih bersahabat daripada biasanya."Kalau begitu, aku pulang dulu."Wisnu mengangguk. Ia tidak bisa mengantarkan Aruna pulang, meski ia ingin. Hal itu hanya akan membuat hubungan mereka menjadi canggung lagi.Dan soal Aruna. Gadis itu memilih untuk melupakan apa yang terjadi antara ia dan Wisnu pada malam itu, tidak ada gunanya juga untuk menyimpan rasa sakit hati.Saat Aruna sedang berjalan di lorong perusahaan, sebuah tangan menariknya ke salah satu ruangan.Aruna yang panik hampir saja berteriak, jika saja tidak ada orang yang menghentikannya dengan cepat.Pria yang