"Hallo, Febby. Apa kamu sedang sibuk? Ada sesuatu yang ingin aku katakan,” tanya Maya kalut.
“Ngga kok. Kenapa memangnya May? Kok seperti orang dikejar hantu,” jawab Febby ditelepon.
“Aduh Feb, gimana ya aku ngomongnya. Umm..”
“Ada apa sih May? Ngomong aja. Jangan buat aku penasaran.”
“Aku melihat suamimu berduaan dengan wanita lain di restoran tempat kerjaku.”
“Mas Kenny? Agh mana mungkin. Kamu salah lihat kali,” respon Febby sambil menelan ludah.
“Gak mungkin aku salah, Feb. Aku sudah memastikan, sampai aku pura-pura berjalan melewatinya hanya untuk memastikan wajah Kenny. Aku juga tidak mau salah memberikan informasi kepadamu.”
Sejenak Febby terdiam. Dia tidak tahu harus melanjutkan kata-kata penyangkalan untuk suaminya atau percaya begitu saja pada Maya, sahabat karibnya.
“Nah, ini dia aku foto Feb. Silakan kamu pastikan sendiri. Maaf ya Feb, aku harus memberitahumu info ini. Aku hanya ingin kamu sadar bahwa kita memang beda kasta dengan orang kaya raya semacam suamimu itu. Mereka mudah sekali mempermainkan perasaan orang. Kamu juga kan dulu bekerja di sini bersamaku, dan kita sudah biasa saling mengingatkan.”
“Aku tahu May, tapi.. ini gak mungkin. Mas Kenny bilang cinta dan sayang banget sama aku. Di foto ini, kenapa Mas Kenny terlihat akrab sekali dengan teman wanitanya? apa mereka sedekat itu, May?”
“Huftt.. aku tidak mau mengatakan apapun, takut kamu bertambah berat. Maaf Feb, aku harus kembali bekerja.”
“Ba-baiklah May. Makasih atas kepedulianmu,” ucap Febby lesu.
Setelah sambungan telepon berakhir, Febby menatap kembali foto dilayar ponselnya. Tanpa sadar, kedua matanya terasa panas dan air mata mulai merembes.
Hatinya terasa tercabik-cabik melihat suami yang selalu berkata mesra, ternyata ada main di belakangnya.
Selama Febby menikah dan tinggal di rumah keluarga Maharendra yang notabene adalah keluarga pengusaha kaya raya, hanya Kenny, Bang Ronald- kakak ipar, dan Pak Hendri Juan- ayah mertua, yang bisa dia andalkan. Mereka bertiga adalah orang yang selalu berlaku baik kepada Febby.
Beberapa lama kemudian, Febby keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga menuju ruang tengah. Dia bermaksud ingin menyambut suaminya ketika sampai di rumah nanti. Namun, Febby terkejut ketika sampai di ruang tengah melihat Bang Ronald dan istrinya sedang bermesraan di sana.
“Bang, kamu jail banget sih. Kalau mau bercumbu pakai perasaan dong,” ledek Tantri yang melihat sosok Febby turun dari tangga.
“Kenapa sih kamu? Tadi tenang saja,” sahut Ronald bingung.
“Aku perlu imbangi kamu Sayang, jadi pelan-pelan dong. Bibir aku kan bukan makanan walaupun rasanya enak,” imbuh Tantri sambil bergelayut manja pada suaminya.
“Yaudah aku ikuti mau kamu. Loh.. ada Febby, mau kemana?” tanya Ronald yang melihat Febby berjalan cepat menjauh dari ruang tengah.
“Ma-maaf ganggu Bang Ronald dan Mba Tantri, aku mau tunggu Mas Kenny di ruang depan, permisi..”ucap Febby sambil menundukkan kepala.
“Egh, memangnya Kenny belum pulang? tadi dia sudah pergi dari kantor lebih dulu setelah meeting berakhir. Sudah malam begini, kemana dia?” tanya Ronald yang membuat Febby bertambah gundah.
“Mungkin ada keperluan lain, Bang,” jawab Febby seadanya.
“Hati-hati loh kalau suami sering pulang telat tanpa kabar, mungkin sudah tidak betah di rumah. Makanya kasih service yang benar,” sahut Tantri sinis.
“Sayang, tidak usah ikut-ikut,” potong Ronald.
“Benar dong aku. Abang jangan ngebelain Febby terus. Buktinya Abang selalu pulang tepat waktu karena ingin cepat bertemu aku kan? Aku tahu Abang capek kerja seharian, makanya di rumah aku hibur dan layani supaya Abang puas.”
“Tantri, ga perlu kamu ngomong begitu. Mungkin Kenny menjenguk temannya atau bertemu klien lain terus kejebak macet. Aku tahu arah bicaramu kemana.”
“Yaudahlah Bang, mending kita ke kamar aja yuk. Ngapain sih kita ikut pusing pikirin mereka,” ucap Tantri.
“Febby, kita tinggal dulu ya. Semoga tidak lama lagi Kenny datang.”
“Iya Bang Ronald.”
“Ihh ngapain sih pakai pamit segala. Ayoo Bang cepet ah, sebelum aku ngantuk nih,” Tantri menarik tangan suaminya kencang untuk segera mengikuti langkahnya.
Sejenak Febby menghela napas singkat dan melangkah menuju ruang tamu. Kemudian, dia bersandar di sofa sambil sesekali melihat jam dinding.
Beberapa kali juga Febby bangkit dari duduknya, berjalan bolak-balik hanya untuk membuang waktu agar rasa khawatirnya segera pergi.
Setelah hampir satu jam menunggu, Febby mendengar suara mesin mobil memasuki pekarangan rumah. Seketika jantung Febby berdetak cepat ketika foto yang diperlihatkan Maya tadi kembali muncul dipikirannya.
Tidak lama kemudian, Kenny datang membuka pintu rumah dan berjalan cepat menuju ruang tamu.
“Mas Kenny!” panggil Febby yang langsung bangkit dari duduknya.
“Lho Feb, kok ada di sini? kirain sudah tidur di kamar,” jawab Kenny.
“Aku tungguin Mas. Sudah jam setengah sebelas malam begini kok Mas Kenny gak kabarin aku.”
“Maaf Sayang tadi HP Mas lowbat. Yuk, kita ke kamar saja istirahat.”
Kenny merangkul Febby dan membawanya menuju kamar mereka di lantai dua. Sesampainya di kamar, Febby segera melepas rangkulan Kenny dengan cepat.
“Mas Kenny lebih baik segera mandi pakai air hangat,” ucap Febby sambil berlalu.
“Lho kok langsung suruh Mas mandi. Ngga mau kasih sun dulu atau peluk nih,” jawab Kenny sambil menatap heran Febby yang bersikap dingin.
“Ngga! Mandi dulu saja biar bisa cepat istirahat.”
“Hmm.. aku ngerti deh. Biar bisa cepat bobo sambil berpelukan kaan,” Kenny mencoba melucu.
“Aku buatkan teh hangat ya Mas,” ucap Febby langsung mengalihkan pandangan.
“Oke Sayang..”
Selama setengah jam Febby mondar-mandir di kamar dengan gundah sambil menggigit kuku tangannya. Dia memikirkan kata yang tepat untuk bertanya pada suaminya tentang kebenaran foto yang dikirim Maya tadi.
Setelah selesai mandi, Kenny tersenyum menatap Febby yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Sayang kenapa keliatan bingung gitu sih, ada masalah selama aku kerja?” tanya Kenny sambil menyeruput teh hangat setelah mengenakan baju tidur.
Febby menatap tajam kearah Kenny sambil memegang ponselnya.
“Aku minta maaf sudah pulang larut. Kamu kan tahu terkadang ada acara mendadak klien bisnis yang sangat penting,” terang Kenny sambil berjalan menghampiri Febby.
“Aku memang wanita kampung Mas, tapi bukan berarti aku bisa dibohongi,” jawab Febby ketus.
“Maksud kamu? Kok jadi marah dan berkata keras begitu.”
“Kata Bang Ronald meeting sudah berakhir sore, lalu kenapa Mas Kenny gak langsung pulang seperti Bang Ronald. Di telepon juga ga bisa!”
“Ya ampun Sayang, yaudah aku minta maaf sekali lagi. Ada klien penting perusahaan ingin membicarakan bisnis ketika aku ingin pulang. Kamu harus mengerti pekerjaanku dong sebagai seorang CEO. Jangan marah ah nanti manisnya hilang,” ucap Kenny sambil memeluk Febby dari belakang.
Febby segera melepaskan diri dari pelukan tersebut dan menghindar. Dia menatap tajam kearah Kenny dengan tatapan intimidasi.
“Kenapa sih Sayang?”
“Maksud Mas Kenny, ini klien pentingnya?” tanya Febby sambil menunjukkan foto di ponsel.
*****
Seketika bola mata Kenny terbelalak melihat foto tersebut. Tubuhnya mematung, namun tidak dengan isi kepalanya yang langsung berputar.“Kamu dapat foto ini dari mana Sayang?” Kenny mencoba menguasai diri.“Udahlah jawab saja pertanyaanku, Mas. Ternyata ada wanita lain yang lebih penting dari aku? kenapa Mas Kenny tega banget sih?” air mata Febby sudah tidak bisa dibendung lagi.“Sayang, kamu jangan salah sangka dulu. Kamu kan tahu kalau aku sayang dan cinta sama kamu, Feb. Masa sama foto seperti ini kamu langsung goyah dan berburuk sangka sama aku,” terang Kenny sambil menatap bola mata Febby yang basah.“Terus kenapa Mas Kenny pegang tangan wanita itu. Kalau dia gak spesial harusnya gak ada pegang-pegangan tangan.”“Seperti ini doang kamu bilang pegangan? Febby, Febby.. dengar ya, saat itu ada binatang kecil di tangannya. Aku refleks menyentuh untuk mengusir binatang itu.”“Binatang apa, nyamuk, lalat, atau tawon? Perhatian sekali Mas Kenny sama cewek cantik. Harusnya Mas beritahu sa
Setelah Dena turun dari mobil, Kenny segera menginjak pedal gas untuk meluncur menuju kantornya. Kenny sangat berbangga hati dengan apa yang dia dapatkan saat ini. Jabatan dalam karir, para wanita yang tergila-gila padanya, harta berlimpah, serta istri yang selalu percaya dengan ucapannya. Itu adalah pencapaian terbesar bagi seorang pria.Sesampainya di kantor, Kenny langsung masuk ruang kerjanya. Menyalakan komputer dan memeriksa beberapa dokumen yang ada di meja kerja.“Huftt.. klien tidak tahu diri. Sudah sepakat pembagian persentase keuntungan project, masih minta bonus. Mereka pikir bisnis di bidang property tidak memiliki risiko? Justru di sini tempatnya high risk. Salah perhitungan dan salah memanfaatkan momentum sedikit saja, bisa rugi besar. Dasar dungu semua!” oceh Kenny suntuk.“Hallo, Arga bisa kau ke ruanganku?” ucap Kenny ditelepon.“Baik, bisa Pak.”Kemudian, sambungan telepon berakhir. Kenny segera merapikan semua dokumen di meja yang baru saja dia lihat. Tidak lama ke
Sudah tidak dapat lagi ditolerir. Perkataan Tantri dan Aurel berbau sindiran pedas. Febby tidak bisa mendiamkan hal ini.BraakkSekeras mungkin Febby menggebrak meja. Setika Aurel terkejut menoleh kearahnya, Febby segera menyiram wajah Aurel dengan air teh yang dia bawa dari mejanya.“Apa-apaan kau ini, dasar perempuan kampuuungg!” ucap Aurel shock sambil mengusap wajahnya yang basah.“Febby! Apa kau sudah kehilangan akal?” imbuh Tantri yang langsung melotot.“Seharusnya aku yang bertanya, apa kepentingan kalian berkata kasar padaku? Menyindir dan mengejek orang seenaknya. Membuat ribut di rumah orang.”“Heh.. Kau ini hanya menantu, Febby. Ini bukan rumahmu! Kalau saja Kenny tidak menikahimu, siapa dirimu? pelayan restoran rendahan,” ucap Tantri emosi.“Aku sudah cukup bersabar dengan Kak Tantri selama ini, tapi Kakak tidak pernah menghargai aku. Padahal level kita sama di keluarga ini, me-nan-tu! Kalau saja Bang Ronald tidak menikahi Kakak, sekarang mungkin Kak Tantri masih menjadi t
‘Seharusnya sejak awal aku tidak peduli dengan dompet ini. Sial sekali sekarang apa yang harus aku lakukan?’Arga semakin gundah dengan posisinya. Klien perusahaan macam apa yang dijemput secara private seperti itu. Belum lagi gesture perempuan yang baru keluar dari gedung itu terlihat sangat menggoda.“Ahh sudah terlanjur. Lebih baik aku ikuti saja mobilnya, sebelum aku kembali ke kantor.”Tanpa berpikir panjang, Arga menancapkan pedal gas dan mengikuti kemana saja arah mobil Kenny melaju. Batinnya penasaran dengan apa yang dilakukan seorang CEO perusahaan tempatnya bekerja.Arga tahu betul bahwa Kenny seorang pria yang senang dikagumi oleh wanita, karena dia telah bekerja di perusahaan keluarga Maharendra sudah lama. Dia kira Kenny sudah sadar karena dirinya telah menikah, tetapi perkiraannya bertolak belakang dengan kenyataan.Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya mobil mereka memasuki area parkir sebuah restoran mewah bernuansa eropa yang terlihat sangat high class. Setelah turu
“Jawab sayang! Siapa yang melakukan ini padamu?” tanya Kenny penuh intonasi.Febby terdiam dan menundukkan kepala. Terlintas kembali di pikirannya tentang kejadian tadi siang. Dia dikeroyok oleh dua wanita yang tentu Kenny juga kenal.“Febby, kamu mendengarkan aku, kan?”“Sudahlah Mas, aku tidak apa-apa kok. Hanya kepentok meja dan kepleset tadi.”“Hmm..” Kenny mengerutkan keningnya.Sejurus kemudian, Kenny meraih dagu Febby dan memperhatikan wajah istrinya tersebut dengan detail.“Kamu mau jujur atau aku yang tanya orang rumah. Kalau tidak terjadi apa-apa, kenapa kamu begitu kuat ingin menyembunyikan wajahmu?”“I-itu karena aku tidak mau kamu khawatir. Sungguh aku tidak apa-apa, Mas.”“Apa orang rumah sudah tahu wajahmu bengkak dan luka begini?” tanya Kenny.Febby kembali mendadak diam mematung. Dia bingung apa yang harus dijawabnya.“Oke, sepertinya aku memang harus bertanya pada yang lain. Aku tidak mau ada orang berprasangka tentang rumah tangga kita,” terang Kenny sambil berjala
“Kenapa kamu diam saja, Bi? Ambil amplop ini. Memangnya kamu gak butuh uang, hah? Kamu bisa mendapatkan lebih banyak lagi jika mau mengikuti apa yang aku perintahkan,” Laras tersenyum sinis. “Ng-ngga Nyonya. Sa-saya tidak bisa menerimanya. Permisi,” ucap Bibi sambil mundur satu langkah. “Eh mau kemana? cepat ambil saja. Kita tahu yang kamu harapkan, Bi. Anggap saja ini bayaran karena kamu telah menjaga rahasia tentang kejadian tadi siang,” Tantri memanasi. “Tapi maaf, Bibi berkata seperti itu bukan untuk Nyonya Laras dan Non Tantri, apalagi Non Aurel. Bibi menjawab seperti itu karena permintaan Non Febby. Beliau yang meminta Bibi untuk tidak memberitahukan kejadian tadi siang. Non Febby juga tidak mau keluarga ini bertengkar makanya dia minta Bibi bilang kalau dirinya terjatuh di kamar mandi. Seharusnya Nyonya Laras dan Non Tantri berterima kasih pada Non Febby,” terang Bibi. “Apaaaa? Beraninya kamu berkata seperti itu.” “Maaf Nyonya. Non Febby minta Bibi untuk tidak memperpanjan
“Oh iya, untuk project itu sudah aku infokan pada manajer untuk mengurusnya.” Dena tampak kebingungan di seberang telepon. “Sayang, kamu ngomong apa sih?” “Betul-betul.. semua dokumen sedang disiapkan mereka. Mungkin siang ini sudah siap.” “Masss.. kamu bicara apa sih? Aku gak ngerti. Ohh okee.. kamu sedang bersama istrimu ya, si Febby?” ucap Dena seketika sadar. “Betul sekali.. yaa Pak..” “Mas air keran di apartemen aku mati. Ini gimana ya? kamu ke sini dong, sayang.” “Sebentar-sebentar.. suaranya terputus-putus, Pak. Saya cari signal dahulu,” ucap Kenny yang langsung memberi isyarat kepada Febby untuk keluar dan menjauh dari mobil. Febby pun dengan polos langsung menganggukan kepala tanpa curiga. ****“Masss kamu dengar aku ga?” “Hallo.. iya Sayang, aku sudah berada jauh dari Febby. Kenapa kamu meneleponku? Aku sudah mengirim pesan bahwa pagi ini aku akan mengantar istriku ke klinik.” “Ke klinik? Untuk apa? Gadis kampung itu hamil? Sayaaaang.. aku ga mau itu terjadiiiii!!
“Mau ngapain hayoo?” Kenny balik meledek.“Ihh jangan bercanda, Mas. Aku serius. Ayoo cepet Massss,” Dena menarik tangan Kenny ke dalam kamarnya.Tanpa menunggu lama, pintu kamar di tutup. Mereka segera berbaring di atas ranjang. Dena dan Kenny seperti kehilangan akal sehat saat melampiaskan emosi perasaannya. Seperti orang baru menemukan air mineral di padang pasir, haus berat.Baru pemanasan saja mereka sudah saling bersahutan tanpa malu, apalagi saat dipuncak kebahagiaan saat berhubungan. Dena dan Kenny saling memberikan kenikmatan sampai tubuh mereka terkulai lemas.“Gilaa kamu Dena, ini baru namanya hidup bahagia. Aku mencintaimu Denaaaa,” racau Kenny.“Mass please, hati-hati. Aku ga mau hamil. Jangan menyusahkan aku,” Dena memperingati.“Aku tahu, Sayang.”**Pukul 10.25 WIB“Hallo Arga, tolong bawakan salinan surat perjanjian dengan PT. Angkasa Merta di ruangan Kenny. Dia belum datang karena harus mengantar istrinya. Kamu masuk saja ke ruangannya, tidak apa-apa. Kemarin dia let