Seketika bola mata Kenny terbelalak melihat foto tersebut. Tubuhnya mematung, namun tidak dengan isi kepalanya yang langsung berputar.
“Kamu dapat foto ini dari mana Sayang?” Kenny mencoba menguasai diri.
“Udahlah jawab saja pertanyaanku, Mas. Ternyata ada wanita lain yang lebih penting dari aku? kenapa Mas Kenny tega banget sih?” air mata Febby sudah tidak bisa dibendung lagi.
“Sayang, kamu jangan salah sangka dulu. Kamu kan tahu kalau aku sayang dan cinta sama kamu, Feb. Masa sama foto seperti ini kamu langsung goyah dan berburuk sangka sama aku,” terang Kenny sambil menatap bola mata Febby yang basah.
“Terus kenapa Mas Kenny pegang tangan wanita itu. Kalau dia gak spesial harusnya gak ada pegang-pegangan tangan.”
“Seperti ini doang kamu bilang pegangan? Febby, Febby.. dengar ya, saat itu ada binatang kecil di tangannya. Aku refleks menyentuh untuk mengusir binatang itu.”
“Binatang apa, nyamuk, lalat, atau tawon? Perhatian sekali Mas Kenny sama cewek cantik. Harusnya Mas beritahu saja, biar dia sendiri yang usir binatang itu. Kenapa Mas Kenny pakai sentuh segala? Enak ya lembut tangannya?” Febby terlihat kesal.
“Kamu cemburu Febby, jadi jangan berkata-kata lagi. Aku ini suamimu, jadi kamu harus percaya dengan apa yang aku katakan.”
“Tapi Mas Kenny terlihat mesra sekali difoto ini. Tatapan Mas Kenny romantis banget, wajar kalau aku cemburu!”
“Tatapan apa? ini biasa saja kok, tatapan sama seperti kepada teman yang lain. Lagi pula kami saling menghormati jadi pasti ketika berbicara aku tatap matanya. Kemarilah. Aku mencintaimu, jadi tenang saja, tidak ada wanita lain yang bisa bermesraan denganku selain kamu,” ucap Kenny sambil memegang bahu Febby.
“Mas Kenny bohong. Aku gak suka Mas sedekat itu dengan wanita lain!”
“Aku tidak bohong Sayang. Yaudah iya, aku hanya akan dekat denganmu saja. Biarlah project besarku yang mengharuskan bertemu dengan wanita, biar dipegang oleh orang lain. Sudah cukup, percaya?”
Mereka saling bertukar pandang untuk beberapa saat. Kedua mata Febby mendadak sayu mendengar ucapan Kenny yang hangat. Febby mencoba mengerti dan memahami situasi kembali. Dia meraih tangan Kenny dan menggenggamnya.
“Mas Kenny serius, kan..?”
“Percaya sama aku Sayang. Aku mencintaimu karena kamu adalah istriku. Kamu juga mencintaiku, kan?”
Secepat kilat Febby menganggukan kepala sambil mengusap kedua matanya yang sempat basah. Kenny pun tidak tinggal diam. Dia ikut membantu mengusap wajah Febby yang basah, lalu mereka saling mendekap erat.
Kemudian, Kenny membawa Febby ke ranjang kehangatan tempat mereka memadu kasih. Febby pun tersenyum dan mengiyakan permintaan suaminya.
Seperti biasa, setiap pertengkaran atau perselisihan akibat kecemburuan Febby, selalu dapat dimenangkan oleh Kenny. Karakter Febby yang polos, pemaaf dan mudah dirayu membuat Kenny mampu meluluhkan hati istrinya kembali.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk mengembalikan keadaan. Semula Febby penuh dengan amarah dan rasa cemburu, kini dirinya seakan tunduk dan pasrah dengan perlakuan Kenny yang membuat kamar mereka penuh dengan kehangatan. Suara bisikan kecil yang menggairahkan mulai terdengar. Tubuh mereka saling beradu dengan keringat yang terus membasahi.
“Masss..”
**
Pukul 07.15 WIB
“Aduhh pegal sekali badanku,” ucap Febby yang tersadar dari tidurnya.
Febby meraba kasur di sebelah tempatnya berbaring dengan mata yang masih terpejam. Beberapa saat kemudian dia membuka mata dan melirik untuk memeriksa keberadaan suaminya.
“Mas Kenny.. Mas.. Mas Kennyy,”
Febby menarik baju tidur kimono yang ada dikursi sebelah tempat tidur untuk menutupi tubuhnya yang polos. Lalu, dia bangkit dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi.
“Mas.. Mas Kenny ada di dalam? Mas Kennyyy..”
Beberapa kali Febby mengetuk pintu kamar mandi, namun tidak ada respon jawaban dari dalam. Tanpa menunggu waktu lama, Febby segera membuka engsel pintu. Benar saja, dia tidak menemukan Kenny di sana.
“Apa Mas Kenny sudah turun ke bawah untuk sarapan? Tapi biasanya dia pergi kerja jam 09.00 pagi. Mana mungkin jam segini sudah sarapan. Lebih baik aku telepon saja,” Febby meraih ponsel di atas meja nakas.
Terdengar suara nada dering dari seberang saluran telepon.
“Hallo Sayang. Kamu sudah bangun?”
“Mas Kenny kok sudah tidak ada di kamar. Mas dimana, kenapa tidak bangunkan aku?”
“Maaf Sayang tadi aku bangun lebih dulu karena teringat ada meeting di kantor. Aku mau pamit sama kamu, tapi aku lihat sepertinya kamu kelelahan karena semalaman kita bergulat,” jawab Kenny sambil bercanda.
“Ah biasanya Mas Kenny tetap bangunkan aku. Lagi pula Mas sendiri apa tidak capek sudah berangkat lagi pagi-pagi.”
“Maunya sih masih manja-manjaan sama kamu. Tapi, namanya juga tugas dan kewajibanku sebagai seorang CEO perusahaan. Habis meeting aku bisa istirahat sebentar di ruanganku nanti kok.”
“Mas Kenny sudah sarapan? Aku jadi gak sempat buatkan deh.”
“Gak masalah Sayang. Aku bisa beli nanti, minta tolong asisten.”
“Hmm.. baiklah kalau begitu. Semoga lancar meetingnya ya Mas.”
“Makasih Sayang.. I love you.”
Telepon berakhir.
Setelah itu, Febby segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Wajahnya berseri-seri sambil terus tersenyum mengingat apa yang dilakukan Kenny untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak salah pilih, hanya Febby yang ada dihatinya.
Sementara itu, di tempat yang berbeda terlihat mobil sport hitam memasuki kawasan gedung tinggi yang memiliki lahan parkir cukup luas. Seorang wanita cantik dengan tubuh dan penampilan yang menawan duduk tepat di samping kursi pengemudi.
“Sayang, makasih ya kamu sudah mau mengantarkan aku ke kantor. Pagi-pagi datang ke apartemen untuk menjemputku berangkat kerja.”
“Dena, hal itu bukanlah sesuatu yang berat. Tenang saja, aku bisa atur semuanya.”
“Kenny, kamu memang sosok lelaki idaman. Sayang sekali kamu sudah menikah. Sebenarnya aku tidak masalah dijadikan yang kedua, tetapi keluargamu yang lain..”
“Dena ingat, aku tidak mau hubungan kita diketahui bukan karena istriku, Febby. Tetapi aku khawatir jika keluargaku tahu. Apalagi jika sampai papah dan kakakku tahu, bisa habis aku disidang. Aku dipercaya mengisi kursi CEO karena dapat memenuhi permintaan Papahku untuk menikah. Sayang sekali aku belum bertemu denganmu saat itu. Jadi, perempuan polos seperti Febby yang aku nikahi.”
“Tapi kan dia kampungan. Masa lelaki sepertimu mau dengan wanita tidak berpendidikan seperti dia. Hanya lulus SMA dari sekolah di desa. Sementara kita kan lulusan perguruan tinggi luar negeri. Ceraikan saja dia, dan nikahi aku.”
“Tidak semudah itu. Papahku pasti akan bertanya-tanya. Yang terpenting bagiku dia tidak banyak tingkah, dan aku mendapatkan posisi di perusahaan.”
“Lalu aku bagaimana? Aku mencintaimu Ken. Aku ingin hidup bersamamu. Kapan itu bisa terwujud?”
“Nanti ada waktunya ya Sayang. Yang penting kita kan masih bisa sama-sama,” jawab Kenny sambil mengumbar senyum.
Tanpa menunggu lama, Dena langsung memeluk Kenny dengan mesra. Mereka pun saling berpandangan, merapat, mendekatkan wajah, dan saling melumat.
“Huft.. baiklah Sayang. Nanti makan siang, aku ke sini lagi ya. Kita makan di luar bersama seperti kemarin,” ucap Kenny sambil membelai rambut Dena.
“Aku tunggu yah..”
***
Keesokkan hari pukul 08.30 WIB“Mas, hari ini kan hari libur, aku harap kamu cepat pulang setelah menemani Papah dari bandara,” ucap Febby di telepon.“Iya Sayang, aku juga ingin langsung pulang nanti. Aku ingin istirahat di rumah.”“Baiklah. Aku senang kalau Mas Kenny ada di rumah. Waktunya kita menghabiskan waktu bersama.”“Iya sayang. Mas juga senang ada didekatmu.”“Bagaimana kalau sorenya kita makan di luar? Sudah lama kita tidak jalan-jalan ke mall,” pinta Febby bersemangat.“Makan di mall? Masakan di rumah juga enak. Kamu mau makanan apapun tinggal minta sama pelayan kan bisa. Aku ingin istirahat dan malas keluar rumah,” Kenny menanggapi.“Yah Mas. Kapan lagi kita bisa jalan-jalan berdua kalau bukan hari libur. Sudah lama sekali kita tidak menghabiskan waktu bersama.”“Tapi aku sedang lelah. Kau kan tahu setiap hari kerjaanku banyak.”“Hmm.. ya sudah kalau begitu. Ga apa-apa deh makan di rumah, yang penting kali ini makan bareng Mas Kenny.”“Gitu dong. Sudah dulu ya, aku dipang
“Papah tidak ada masalah pada siapapun. Papah hanya memperingati anggota keluarga kita yang tidak sesuai dengan aturan di rumah ini!” tegas Hendri Juan.“Tapi, apapun yang dilakukan Tantri salah saja di matamu. Sedangkan, apapun yang dilakukan Febby selalu dibenarkan, sekalipun salah pasti kamu bela,” Laras tidak mau kalah.“Jadi, menurutmu aku tidak adil? kamu ingin mencari-cari kesalahan dan kelemahanku, begitu?”Sejurus kemudian Laras terdiam sambil membuang wajahnya ke arah lain. Dia tidak berani melanjutkan lagi kata-katanya, tetapi bukan berarti dia menyerah dengan jalan pemikirannya tersebut.“Maaf Pah, Mah. Aku tidak bermaksud membuat gaduh di sini. Lain kali, aku akan lebih berhati-hati lagi,” sahut Febby pelan.“Ya memang seharusnya seperti itu dari dulu!” bentak Laras kesal.“Tapi kan orang gila itu yang menyerangku duluan,” Febby kembali tidak mau disalahkan.“Pasti kau yang memancing duluan, makanya kau diamuk,” tiba-tiba Tantri terpancing untuk bicara.“Aku? jadi, aku ya
Wajah Febby berubah tegang, “ma-maksud Mas Kenny melakukan apa?”“Sayang, katakan saja padaku. Apakah ada yang mengganggumu? Keterangan ini tidak mungkin salah. Hasil rontgen ini cukup menjadi bukti. Syaraf di akar rambut kepalamu tampak tegang. Coba sini aku lihat,” oceh Kenny penasaran.“Gak usah Mas. Sudahlah, kita turun ke bawah sekarang yuk. Sudah lapar nih.”“Ke sini aku bilang!”“Ih Mas Kenny kok bicaranya keras.”“Makanya nurut kalau aku perintah.”Tanpa menunggu lama lagi, Kenny segera memeriksa kulit kepala istrinya perlahan.“Aduh sakit Mas,” keluh Febby cepat.“Di sini ya?”“Umm iya.”“Pantas saja. Ini ada luka cakaran! Berarti benar kamu berkelahi. Kenapa kamu tutup-tutupi?”“Aku sudah menduga kan dari awal bahwa luka itu bukan karena terjatuh atau terpeleset. Itu seperti lebam habis dipukul. Kamu berantem di mana sih? Hati-hati kalau keluar rumah, banyak orang stress,” lanjut Kenny.Seketika Febby menelan ludahnya singkat, lalu menyeringai. Dia tidak menyangka Kenny berp
Febby menggelengkan kepalanya perlahan, namun rasa curiganya tidak dapat ditutupi. Sorot matanya terus memandangi gelagat Kenny.“Apa ada yang aneh dengan wajahku?” Kenny kembali bertanya.“Bukan wajahmu, Mas. Tapi aroma tubuhmu. Wangi parfum buah-buahan yang biasa dipakai oleh wan—.”“Oh iya, bagaimana hasil pemeriksaanmu tadi? Aku harus cepat mengetahuinya sebelum Papah bertanya padaku,” ucap Kenny mengalihkan pembicaraan.Rasa curiga Febby menjadi bertambah. Dia tidak ingin pertanyaannya dipotong. Dia butuh penjelasan dari Kenny agar hatinya tenang.“Mas, aroma tubuhmu bau strawberry. Laki-laki mana yang pakai parfume atau cream berbau strawberry?” tanya Febby cepat.“mana hasil pemeriksaanmu? Kok kamu malah memojokkan aku.”“Jawab dulu pertanyaanku, Mas. Apa susahnya sih tinggal jawab?”“Jangan seperti anak kecil, Feb. Curiga terus bawaannya. Tidak ada bau strawberry di bajuku, apalagi ditubuhku. Kamu terlalu mengada-ada. Dari tadi Papah dan Bang Ronald tidak ada yang komplain sep
Waktu makan siang telah usai. Hendri Juan, Ronald dan Arga sudah berada di kantor. Sekarang mereka sedang berdiskusi mengenai hasil pertemuan dengan kolega bisnis mereka tadi. “Arga, kamu memang cerdas dalam menganalisa bisnis. Ternyata, project dan sistem yang kita sarankan kepada kolega disetujui dengan cepat. Ini benar-benar di luar dugaan,” ucap Hendri memuji karyawannya. “Betul Pah, Arga memang dari dulu sangat bisa diandalkan. Oh iya.. saya lupa, kamu sekolah bisnis ya dulu?” imbuh Ronald. “Tidak Pak. Dulu saya sekolah Teknik. Tetapi memang dari kecil saya senang berbisnis,” jawab Arga. “Hooo pantas. Paling tidak masih ada hubungannya. Teknik juga membutuhkan skill dan keterampilan dalam memecahkan masalah,” Ronald menanggapi. Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar. Sejurus kemudian sorot mata mereka tertuju pada pintu besar di ruang meeting tersebut. “Siang semua, maaf saya baru bisa hadir,” sapa Kenny dengan raut wajah tanpa bersalah. Semua terdiam memandang Kenny. Sem
“Mau ngapain hayoo?” Kenny balik meledek.“Ihh jangan bercanda, Mas. Aku serius. Ayoo cepet Massss,” Dena menarik tangan Kenny ke dalam kamarnya.Tanpa menunggu lama, pintu kamar di tutup. Mereka segera berbaring di atas ranjang. Dena dan Kenny seperti kehilangan akal sehat saat melampiaskan emosi perasaannya. Seperti orang baru menemukan air mineral di padang pasir, haus berat.Baru pemanasan saja mereka sudah saling bersahutan tanpa malu, apalagi saat dipuncak kebahagiaan saat berhubungan. Dena dan Kenny saling memberikan kenikmatan sampai tubuh mereka terkulai lemas.“Gilaa kamu Dena, ini baru namanya hidup bahagia. Aku mencintaimu Denaaaa,” racau Kenny.“Mass please, hati-hati. Aku ga mau hamil. Jangan menyusahkan aku,” Dena memperingati.“Aku tahu, Sayang.”**Pukul 10.25 WIB“Hallo Arga, tolong bawakan salinan surat perjanjian dengan PT. Angkasa Merta di ruangan Kenny. Dia belum datang karena harus mengantar istrinya. Kamu masuk saja ke ruangannya, tidak apa-apa. Kemarin dia let