Share

BAB 5 Klien Private

‘Seharusnya sejak awal aku tidak peduli dengan dompet ini. Sial sekali sekarang apa yang harus aku lakukan?’

Arga semakin gundah dengan posisinya. Klien perusahaan macam apa yang dijemput secara private seperti itu. Belum lagi gesture perempuan yang baru keluar dari gedung itu terlihat sangat menggoda.

“Ahh sudah terlanjur. Lebih baik aku ikuti saja mobilnya, sebelum aku kembali ke kantor.”

Tanpa berpikir panjang, Arga menancapkan pedal gas dan mengikuti kemana saja arah mobil Kenny melaju. Batinnya penasaran dengan apa yang dilakukan seorang CEO perusahaan tempatnya bekerja.

Arga tahu betul bahwa Kenny seorang pria yang senang dikagumi oleh wanita, karena dia telah bekerja di perusahaan keluarga Maharendra sudah lama. Dia kira Kenny sudah sadar karena dirinya telah menikah, tetapi perkiraannya bertolak belakang dengan kenyataan.

Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya mobil mereka memasuki area parkir sebuah restoran mewah bernuansa eropa yang terlihat sangat high class. Setelah turun dan keluar dari mobil, Kenny berjalan diikuti oleh Dena di belakangnya. Kemudian mereka duduk di meja yang telah dipesan sebelumnya.

Di sisi yang lain, Arga tampak berpikir dan menimbang-nimbang, ‘Mungkin aku akan turun dan duduk di dekat mereka. Untung saja ada topi dan kacamata ini di mobil, jadi bisa aku gunakan untuk penyamaran,’ gumam Arga yang segera memakainya.

Arga mengambil tempat duduk yang tidak jauh dari kursi Kenny dan Dena, tepat di belakang mereka. Tidak habis pikir Kenny tega melakukan hal semurah itu kepada Febby, istrinya. Wanita yang Arga juga tahu latar belakangnya. Febby memang bukan dari kalangan kelas atas seperti Kenny, tetapi wanita itu tidak seharusnya mendapatkan perlakuan Kenny yang semena-mena seperti ini.

“Oke cappuccino 2, air mineral, lasagna dan spageti carbonara,” ucap Kenny sambil menutup buku menu.

“Baik, ada lagi Tuan?”

“Cukup.”

“Mohon ditunggu untuk pesanannya, terima kasih.”

Setelah pelayan itu pergi, Kenny dan Dena mulai bercengkrama kembali. Saling menatap dan tertawa ringan terlihat dari wajah mereka.

Dena memang sosok wanita berani, namun lembut. Dia tahu bagaimana cara meluluhkan hati laki-laki hingga tergoda untuk melakukan apapun yang diinginkannya. Berbeda dengan Aurel yang cenderung egois dan kasar.

“Sayang, lalu kapan kita akan hidup bersama? Aku sudah tidak sabar menanti saat itu,” tanya Dena sambil bermanja di depan Kenny.

“Aku sudah katakan padamu, jangan selalu mendesak seperti itu. Aku juga kan belum lama menikah, tidak mungkin aku ceraikan istriku secepat itu.”

“Iya aku ngerti posisimu. Tapi, aku takut kamu benar-benar jatuh cinta padanya.”

“Harus berapa kali aku katakan, bahwa kamu lebih menarik dibandingkan Febby. Tentu saja jauh perbandingannya.”

Dena tampak tersenyum malu mendengar pujian dari Kenny. Semakin Kenny memujinya, semakin dia bermanja tanpa melihat situasi dan kondisi.

“Kalau aku lebih menarik, kenapa kamu tidak menikahi aku saja. Febby kan gadis kampung yang tidak setara denganmu,” keluh Dena.

“Febby itu menguntungkan buatku.”

“Jadi, maksud kamu aku merugikan?”

“Bukan, bukan itu. Papahku akan memberikan aku project besar dan mengangkatku sebagai CEO, syaratnya jika aku menikah. Saat itu, Febby adalah kriteria yang cocok karakternya sebagai menantu yang diinginkan Papahku. Wanita biasa, tidak banyak mau, betah di rumah dan nurut sama suami.”

“Jadi, aku tidak termasuk kriteria itu? tapi, aku bisa kok menjadi wanita seperti itu. Apa sih yang sulit buat seorang Dena?” ucapnya sambil menyeringai.

“Sudahlah, bisa kan kita tidak membahas masalah itu. Membosankan!” gertak Kenny suntuk.

“Aku berharap perasaanmu seterusnya akan seperti ini, dan tidak berubah. Kamu harus tetap mencintaiku sampai kamu tepati janji untuk menikahiku,” Dena mengingatkan.

Mendengar hal itu, Kenny hanya tersenyum tanpa menjawab apapun. Tidak lama kemudian pesanan makanan mereka datang.

Di sisi lain, Arga tampak terkejut mendengar ucapan dari Kenny. Arga yang hanya memesan minuman ice coffee latte, langsung berdiri dan beranjak dari kursinya.

‘Ya, aku mendengar semuanya. Aku mendengar ucapan Kenny tepat disebelah kursiku. Dia memang tidak pernah berubah. Lelaki tidak bertanggung jawab,’ gumam Arga sambil melangkah cepat.

Sejurus kemudian, Arga memasuki mobil dan menancapkan gas untuk kembali ke kantor. Selama perjalanan, dia hanya terdiam dan mengingat kembali kata-kata Kenny barusan. Itu artinya Kenny hanya memanfaatkan keberadaan Febby agar dapat menempati posisi sebagai CEO seperti sekarang. Sebenarnya, Kenny tidak mencintai Febby.

Sesampainya di kantor, Arga segera menuju ruangan Kenny kembali untuk meletakkan dompet seperti semula.

“Tadi aku ambil di kursi tempatnya duduk. Lebih baik aku letakkan kembali disini, biarlah dia berpikir bahwa dompetnya terjatuh atau terselip. Itu memang kenyataannya,” ucap Arga yang langsung meninggalkan ruangan Kenny.

**

Pukul 19.15 WIB

Sesampainya di rumah, Kenny bejalan memasuki kamar. Kemudian, dia berniat untuk segera mandi dan berganti pakaian. Sebentar lagi makan malam bersama tiba. Siapapun yang sempat dan ada di rumah, biasanya ikut berkumpul di meja makan.

“Sayang, kok kamu sudah mau tidur?” tanya Kenny yang melihat Febby lemas.

“Aku ngantuk Mas. Syukurlah Mas Kenny sudah tiba di rumah. Tapi aku pusing, jadi ga bisa siapkan air hangat dan baju ganti,” ucap Febby sambil menutup wajahnya dengan bantal.

“Ngga apa-apa, aku bisa sendiri. Pusing kenapa? tadi siang kamu telat makan ya?”

“Ngga,” ucap Febby singkat.

“Sudah minum obat?”

“Sudah dibuatkan minuman madu dan sereh hangat tadi.”

“Lalu, sekarang kamu ga ikut makan malam? Atau mau dibawa ke atas saja sama Bibi.”

“Masih kenyang, Mas. Tadi sore aku sudah makan.”

“Ya sudah aku mandi dulu ya.”

Sejurus kemudian, Febby berlari ke depan cermin meja riasnya ketika Kenny sudah menutup pintu kamar mandi.

‘Aduuuh bagaimana ini? wajahku bertambah memar bekas kejadian tadi siang. Ujung bibirku juga masih ada luka. Lebih baik aku tutup pakai foundation ini saja. Tidak-tidak, pakai concealer mungkin tidak akan ketara,’ gumam Febby gundah.

Sedikit demi sedikit sambil meringis kesakitan, Febby mulai memoles luka memar diwajahnya. Bekas tamparan Tantri, dan dorongan Aurel yang membuat dahi Febby membentur bangku sehingga meninggalkan luka.

‘Kenapa setelah dikompres, memar ini malah bertambah bengkak? Ayoo dong cepat pulih kembali.’

Setelah beberapa menit, suara pintu kamar mandi terbuka. Febby segera beranjak ke tempat tidur dengan cepat. Dia kembali menyelimuti tubuhnya dan menutup wajahnya dengan bantal.

“Sayang, kamu sudah tidur?” tanya Kenny sambil mengganti pakaiannya.

Febby tetap pada posisinya tanpa menjawab satu patah katapun. Pikirnya, biarlah Kenny menganggap bahwa dirinya sudah terlelap.

Sejurus kemudian bola mata Kenny menangkap peralatan make up Febby yang masih berantakan di meja rias. Seketika kedua matanya menyipit dan bergulir kearah Febby yang tergeletak di kasur.

“Sayang.. sayang.. bangunlah.”

Kenny mendekat dan duduk di sisi Febby sambil menatap tajam.

“Febby, aku tahu kamu belum tidur. Kamu habis dandan ya? mau kemana malam-malam begini? Atau habis beli make up baru? atau kamu mau video call, makanya ga mau makan malam di bawah?”

Seketika jantung Febby terasa mau lompat. Bodohnya dia tidak lebih dulu merapikan peralatan make up yang dia pakai untuk menutupi lukanya tadi.

“Jangan berpura-pura. Ayoo bangun dong. Kenapa sih kamu, Feb?” Kenny menarik tangan Febby, namun tetap Febby memeluk bantal yang sejak tadi menutupi wajahnya.

“Lepaskan bantal ini!” oceh Kenny.

“Kamu yang lepaskan tanganku, Mas. Aku ngantuk mau tidur. Kamu lebih baik turun ke bawah, mungkin sudah pada makan malam bersama.”

“Kenapa kamu menutupi wajahmu begitu? aku tidak akan turun sebelum tahu apa yang kamu sembunyikan. Coba aku lihat!” Kenny memaksa.

Kenny menarik bantal sekuat tenaga. Otomatis, wajah Febby tersingkap dan terlihat luka dan memar diwajahnya. Seketika mata Kenny melotot karena terkejut.

“Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?” tanya Kenny lantang.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status