*Happy reading*
Gara-gara pengacara jalan tol si-Alan kampretos minta dijotos. Aku terpaksa ijin pulang sebentar, untuk mengamankan semua belanjaan yang baru saja Alan kembalikan.
Masalahnya belanjaanku terlalu banyak hingga tidak muat di loker. Makanya dari pada mengganggu hilir mudik teman sejawatku di sana, berakhir ketendang-tendang sampai rusak. Mending aku amankan segera, yee kan?
Toh, Kontrakan aku juga gak jauh dari sana. Jadi gak akan memakan waktu lama jika hanya sekedar menaruhnya saja. Ya ... kecuali aku nyambi rebahan sambil nonton drakor. Alamat gak balik Rumah sakit sampai berabad-abad saking nyamannya.
Tergoda sih melakukan hal itu. Tetapi berhubung aku masih butuh cuan buat naikin haji abah sama umi. Aku pun harus lebih giat lagi ngevet di Rumah sakit.
"Mi, dari mana aja lo? Abis mojok ya sama Pak Pengacara?" goda maya, yang tadi memang ada saat Alan menyeretku pergi.
"Biasa, bikin kuping dulu tadi di
*Happy Reading*"Hasmi, Abah kritis! Kamu bisa pulang sekarang, gak?"Degh!"Astaga, Hasmi! Kamu kenapa?!" Dokter Karina dengan tanggap menahan tubuhku yang tiba-tiba oleng dan hampir jatuh terduduk, akibat syok seusai mendengar kabar dari orang di seberang sana.Abah Kritis?! Bagaimana bisa?Bukannya Abah selama ini sehat dan bugar? Kenapa tiba-tiba kritis? Apa yang terjadi?"Mi? Hasmi?" Umi terdengar memanggilku, meminta atensiku kembali. Aku pun sekuat tenaga menguatkan diri agar bisa melanjutkan sambungan telpon ini."A-apa, Umi? A-Abah kritis?" Terbata aku menyahuti Umi, benar-benar tak percaya dengan Info yang dibawanya barusan."Iya, Neng. Abah kritis. Sekarang sedang ada di Rumah sakit terdekat. Makanya kamu bisakan ijin pulang, Neng. Cuti atau apalah gitu, Mi. Pokoknya cepet pulang. Umi mohon!" jawab Umi dengan suara sengau khas orang kebanyakan menangis.Ya Tuhan ... apa kondisi abah seb
*Happy Reading*"Kenapa?" tanya Alan tiba-tiba muncul, seraya menghampiri dengan alis bertaut bingung.Tentu saja, dia pasti bingung dengan seruan Bang Elang tadi. Alan kan baru datang dan tidak tahu duduk masalah yang tengah terjadi."Benar! Kamu aja deh, Lan, yang anter Hasmi pulang." Dokter Karina mengambil alih obrolan dengan semangat."Gak usah! Gak perlu! Dok? Saya beneran bisa pulang sendiri. Saya janji gak akan ngebut, kok. Percaya kenapa, sih? Saya gak mau ngerepotin orang." Aku menolak dengan keras, karena benar-benar tak ingin membebani siapapun."No!" tolak Dokter Karina keras kepala."Dok? ayolah! Saya cuma mau pulang. Kenapa harus dipersulit seperti ini?" Tangisku pecah kembali. Benar-benar kesal dengan keadaan.Aku ingin pulang! Tidak adakah yang bisa mengerti perasaanku?"Lan, anterin Hasmi pulang bisa, kan? Dia baru saja dapat kabar Abahnya kritis. Uminya minta dia pulang sek
*Happy Reading*"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya Pak RT, yang juga merangkap sebagai seorang penghulu. Sesaat setelah pria di sampingku ini, mengucapkan ijab qobul atas nama diriku, dengan satu tarikan napas saja."Sahhh!" Para saksi di ruang kecil itu pun menjawab bersamaan."Alhamdulilah …." ucap kami serempak, sebelum Pak Penghulu membacakan doa untukku dan pria di sebelahku, yang kini telah sah menjadi suamiku dimata agama.Setelah doa diakhiri kata 'Aamiin'. Aku pun meraih tangan suamiku dan menciumnya dengan perlahan. Sebagai tanda baktiku padanya. Dilanjutkan dengan dia yang mencium keningku cukup lama, dan sebuah lantunan doa, yang ku tahu biasa diucapkan seorang suami pada istrinya.Kemudian, aku pun melirik Abah di ranjang rumah sakit, dan memaksakan tersenyum semanis mungkin kepadanya. Yang juga dibalas Abah dengan senyum tipis."Alham … du … lillah … " ucapnya tanpa suara, sesaat sebelum matany
*Happy Reading*"P-pak?" panggilku lirih, di belakang tubuhnya yang berjarak beberapa langkah dariku.Merasa ada yang memanggil, pria itu pun menghentikan pekerjaannya sebelum menoleh, dan ...Glek!Seketika aku menelan saliva kelat, saat melihat tatapan tajamnya padaku. Membuat aku seperti seorang tersangka yang baru saja tercyduk maling ayam.Njir! Tatapannya tajem banget, sih? Bikin aku jadi deg-degan aja."Kenapa?" tanyanya datar sekali."Eh? Uhm … itu … anu … uhm …." Tiba-tiba aku malah gelagapan mendapatkan pertanyaan, yang sebenarnya jawabannya sangat mudah."Anu ... apa?" tanya pria itu lagi. Masih dengan wajah datarnya."Anu … uhm … itu … uhm … ma-makan dulu." Akhirnya, aku pun berhasil memberitahukan tujuanku, walaupun masih dengan grogi parah.Bagaimana tidak grogi. Kalau sekarang aku harus menganggap pria ini adalah suamiku. Padahal sebelumn
*Happy Reading*Flashback on (part 1)Aku hampir saja mengangguk pasrah jika saja tak mendapatkan tepukan di bahu dari Dokter Karina.Astaga!!Saking paniknya. Aku sampai lupa pada orang-orang yang mengantarku pulang. Dokter Karina dan Alan. Eh, tapi ... kenapa Alan masuk? Bukannya dia katanya mau langsung pergi?"Dok?" panggilku dengan suara parau akhirnya."Jangan menyerah, Mi. Jangan lakukan jika memang kamu gak mau melakukannya. Saya udah pernah bilang, kan? Jangan pernah menikah, hanya karena desakan orang lain atau desakan usia. Tapi menikahlah karena Allah.""Tapi ... Abah saya--""Ayo! Saya bantu jelasin sama Abah kamu," sela Dokter Karina lagi, seraya menyemangati dan meraih handle pintu."Tapi, Neng. Di dalam ada ...." Tiba-tiba Umi menyela dengan ragu-ragu."Ada apa, Umi?" Tak ayal, rasa penasaran pun hadir seketika di sana."Uhm ... itu ... itu ... di dalem, itu ... uhm ....""Di Da
Flashback part 2*Happy Reading*Lalu akhirnya, setelah berdebat lumayan lama dengan Umi yang masih terlihat ketakutan. Aku, Umi, Dokter Karina , dan Alan pun memasuki ruangan Abah, dengan hati gamang.Apalagi saat melihat kondisi Abah yang ...."Akhirnya, kamu datang juga, Mi. Ayo sini! Duduk sebelah saya. Biar ijab kabul bisa cepat dilaksanakan. Kamu gak pengen liat Abah kamu makin menderita kan, dengan kondisinya?" Pak Broto menyambut kami dengan riang, sambil tersenyum lebar dan menepuk kursi disampingnya.Lihatlah. Bahkan posisi mereka pun, sudah sangat siap untuk pernikahan ini. Dengan Pak RT dan Pak Kiayi yang duduk sejajar di samping Abah, dan Pak Broto di depan mereka bersama kursi kosong, yang pasti diperuntukkan untukku."Eh, dia malah bengong. Sini atuh, Sayang. Cepat duduk di sini. Pak RT sama Pak Kiayi masih banyak acara setelah ini. Iya kan, Pak?" Pak Broto menginterupsi lagi, seraya meminta dukungan Pak RT dan Pak kiayi
*Happy Reading*"Udah, lah! Saya males debat dengan cere-cere kaya kalian ini. Urusan saya masih banyak. Dan, seharusnya kalian tuh bersyukur saya gak bawa masalah ini ke polisi. Bukannya malah mendebat saya seperti ini. Udah perawan tua, gak laku, gak tau diri lagi. Cih! Menjijikan!"Seakan tak puas, Pak Broto pun terus saja menghinaku. Membuat aku makin ingin meminjam golok kang jagal. Terus aku mutilasi saja sekalian nih bangkot tua."Oh, ya? Jadi, bapak mau bawa ini ke kantor polisi aja? Yakin, Pak? Memang Bapak punya bukti apa, mau nyeret kasus ini ke Polisi? Bukannya, perjanjian hutang aja gak ada, ya?" tantang Dokter Karina masih tak gentar di posisinya."Kata siapa? Saya punya catatan hutang mereka, kok. Lengkap dengan kwitansinya lagi!" bantah Pak Broto dengan yakin."Ada surat perjanjiannya juga tidak, Pak. Yang disertai materai dan cap legalisasinya?" kali ini Alan pun mulai ikut turun tangan."Buat apa? Saya gak perlu semua
*Happy Reading*Keesokan harinya, tetanggaku dibuat heboh dengan kedatangan si daddy. Alias Pak Arjuna, suaminya Dokter Karina.Kedatangan si daddy yang bukan hanya membawa mobil Ferrari keluaran terbaru saja yang membuat heboh. Tetapi badan tegap dan wajah bulenya juga punya daya tarik sendiri, apalagi mata birunya yang terang.Uhg … Hayati gak kuat! Jadi jangan heran jika kabar kedatangan makhluk sempurna kembaran Dewa Zeus itu, menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut para tetangga di kampungku.Apalagi tiba-tiba tuh makhluk nyasar ke rumahku lagi. Yee kan?Makin penuh saja halaman depan rumahku dengan orang-orang kepo.Maklum orang kampung. Biasanya liat yang namanya bule itu cuma di TV doang. Kini bisa bener-bener liat real depan mata. Atuh … jadi pada penasaran. Iya, kan?Sebenarnya, kedatangan Alan saja, yang kegantenganannya satu level dikit di bawah Pak Arjuna. Dari kemarin udah bikin heboh tau. Apalagi ditamba