Flashback part 2
*Happy Reading*
Lalu akhirnya, setelah berdebat lumayan lama dengan Umi yang masih terlihat ketakutan. Aku, Umi, Dokter Karina , dan Alan pun memasuki ruangan Abah, dengan hati gamang.
Apalagi saat melihat kondisi Abah yang ....
"Akhirnya, kamu datang juga, Mi. Ayo sini! Duduk sebelah saya. Biar ijab kabul bisa cepat dilaksanakan. Kamu gak pengen liat Abah kamu makin menderita kan, dengan kondisinya?" Pak Broto menyambut kami dengan riang, sambil tersenyum lebar dan menepuk kursi disampingnya.
Lihatlah. Bahkan posisi mereka pun, sudah sangat siap untuk pernikahan ini. Dengan Pak RT dan Pak Kiayi yang duduk sejajar di samping Abah, dan Pak Broto di depan mereka bersama kursi kosong, yang pasti diperuntukkan untukku.
"Eh, dia malah bengong. Sini atuh, Sayang. Cepat duduk di sini. Pak RT sama Pak Kiayi masih banyak acara setelah ini. Iya kan, Pak?" Pak Broto menginterupsi lagi, seraya meminta dukungan Pak RT dan Pak kiayi
*Happy Reading*"Udah, lah! Saya males debat dengan cere-cere kaya kalian ini. Urusan saya masih banyak. Dan, seharusnya kalian tuh bersyukur saya gak bawa masalah ini ke polisi. Bukannya malah mendebat saya seperti ini. Udah perawan tua, gak laku, gak tau diri lagi. Cih! Menjijikan!"Seakan tak puas, Pak Broto pun terus saja menghinaku. Membuat aku makin ingin meminjam golok kang jagal. Terus aku mutilasi saja sekalian nih bangkot tua."Oh, ya? Jadi, bapak mau bawa ini ke kantor polisi aja? Yakin, Pak? Memang Bapak punya bukti apa, mau nyeret kasus ini ke Polisi? Bukannya, perjanjian hutang aja gak ada, ya?" tantang Dokter Karina masih tak gentar di posisinya."Kata siapa? Saya punya catatan hutang mereka, kok. Lengkap dengan kwitansinya lagi!" bantah Pak Broto dengan yakin."Ada surat perjanjiannya juga tidak, Pak. Yang disertai materai dan cap legalisasinya?" kali ini Alan pun mulai ikut turun tangan."Buat apa? Saya gak perlu semua
*Happy Reading*Keesokan harinya, tetanggaku dibuat heboh dengan kedatangan si daddy. Alias Pak Arjuna, suaminya Dokter Karina.Kedatangan si daddy yang bukan hanya membawa mobil Ferrari keluaran terbaru saja yang membuat heboh. Tetapi badan tegap dan wajah bulenya juga punya daya tarik sendiri, apalagi mata birunya yang terang.Uhg … Hayati gak kuat! Jadi jangan heran jika kabar kedatangan makhluk sempurna kembaran Dewa Zeus itu, menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut para tetangga di kampungku.Apalagi tiba-tiba tuh makhluk nyasar ke rumahku lagi. Yee kan?Makin penuh saja halaman depan rumahku dengan orang-orang kepo.Maklum orang kampung. Biasanya liat yang namanya bule itu cuma di TV doang. Kini bisa bener-bener liat real depan mata. Atuh … jadi pada penasaran. Iya, kan?Sebenarnya, kedatangan Alan saja, yang kegantenganannya satu level dikit di bawah Pak Arjuna. Dari kemarin udah bikin heboh tau. Apalagi ditamba
*Happy Reading*"Bismillahirrahmanirrahim …." Doaku sebelum mulai naik, dan nemplok ke badan pohon buah mangga itu.Lalu, karena aku emang udah biasa naik-naik, gelantungan, manjat-manjat cem tarzan gini. Aku pun dengan cepat bisa sampai di tempat buat yang Lia mau itu."Iya, Bi. Nu eta! (iya, Bi. Yang itu)," seru Lia saat melihatku meraih satu buah mangga yang terlihat menguning di salah satu dahan itu.Aku pun dengan bergegas memetik mangga tersebut, juga beberapa yang lainnya. Soalnya, sayang kan, kalau aku udah kaya monyet gini, tapi cuma ngambil satu aja. Jadi, ya … sekalian ajalah.Setelah memasukan buah-buah itu ke dalam tas plastik yang memang sengaja aku bawa. Juga selalu disiapkan di sebelah pohon. Aku pun bersiap untuk turun.Tetapi, tiba-tiba aku pun langsung tersentak, saat berbalik dan malah bersirobok dengan ular melingkar cukup panjang di atas kepalaku.Ebuseeett!Tuh uler sejak kapan ngepoin
*Happy Reading*Geram, aku pun meraih kaca mata gunung di sebelahku, yang tadi aku lepas sebelum pake sarung urut, lalu melemparkannya pada Putra dan ...Ceklek!Pluk!Mampus!Ngapa tuh beha nemploknya dihidung mancung Alan?Seketika mataku pun melotot horor melihat hal tak terduga itu. Kaget? Tentu! Lebih ke malu, sih. Apalagi saat tangan Alan terangkat dan mencincing kaca mata gunung berwarna merah itu, kemudian terlihat syok beberapa saat setelahnya.Asli! Rasanya aku pengen banget ngumpet di kolong kasur saat itu juga. Tetapi, gimana bisa ngumpet? Lah, kakiku aja masih dicengkram Mak Ijah ini.Lebih dari itu, tampilanku saat ini juga cuma sarungan, doang. Rambut diuntel ke atas semua, memperlihatkan leher dan sekda. Pokoknya nih sarung melorot dikit aja, jadi sudah! Jadi malu gengs maksudku. Hayo ... mikir apa kalian?Bwaahahahhaha ....Lalu, suasana Awkward itupun terpecah oleh tawa Putra, sang pe
*Happy Reading*Sebenarnya, aku sudah tertidur sejak ba'da Isya tadi. Entah karena kurang tidur sejak dua hari ini, atau karena efek abis urut. Pokoknya, masuk maghrib tuh mataku udah berat banget.Cuma karena nanggung mau Isya, aku pun memaksakan diri menunggu sebentar, sebelum benar-benar tepar selepas sholat empat rakaat itu.Nah, mungkin karena tidur sangat awal itulah, akhirnya tengah malam begini aku pun terbangun. Duh, jam berapa sih ini?Melirik jam sebentar, yang ternyata sudah hampir jam tiga, aku pun memilih turun dari tempat tidur Umi, dan beranjak ke arah dapur. Kebetulan aku juga lumayan haus.Namun, Langkah kakiku sontak terhenti, saat baru saja keluar kamar, sudah disuguhkan keberadaan Alan di ruang keluarga, terlihat sibuk di depan laptop.Lah? Dia lembur atau gimana?"Aa belum tidur?" Kepo, aku pun menghampiri Alan setelahnya, serta mengurungkan niat awalku.Merasa namanya di sebut. Pria itu
*Happy Reading*"Kamu mau saya cium juga?""Mau, dong!"Eh! Ngomong apa aku barusan?Seketika aku jadi gelagapan sendiri, saat menyadari ucapanku barusan. Astaga! Bisa-bisanya aku keceplosan gitu."Eh ... uhm ... Bu-bukan gitu maksud saya, A'. Saya ... saya cuma ...."Duh, gimana ini jelasinnya? Aku takut, Alan mengira aku ngarep dan sok jual mahal selama ini. Meski itu memang benar, sih. Tapi harusnya aku jaga Image dikit, kan?Setidaknya, aku tidak boleh terlihat terlalu ngarep sampai tahu perasaan Alan selama ini. Bagaimana pun Alan ini masih sangat abu-abu untukku. Bahkan, motifnya mau menikah denganku pun, aku belum tahu pasti."Jadi mau dicium atau tidak?""Ya mau!"Eh! Refleks aku pun memukul pelan mulutku sendiri. Dengan wajah yang pastinya sudah memerah karena malu.Aduh ya ampun ini mulut. Kenapa gak bisa kalem dikit, sih? Bocor banget sumpah!"Aa, ih! Kenapa sih sukanya ngerjain oran
*Happy Reading*Kan? Kan? Apa aku bilang?Gara-gara semalam Alan lembur sampai subuh. Tengah hari begini dia masih bobo ganteng di ruang tengah.Kenapa ruang tengah? Ya ... karena kamarku sedang di tempati Dokter Karina. Sementara Pak Arjuna sudah pergi lagi untuk urusan bisnis. Tapi, katanya sih, hari ini mau datang lagi untuk menjemput istrinya. Itulah sebabnya, sejak datang ke sini Alan memang tidur di ruang tengah.Sebenarnya, Alan bisa saja tidur dengan Putra. Aku dan orang rumah sudah menawarkan hal itu kok. Tapi, pria itu tidak mau dan malah memilih di tidur di ruang tengah saja. Alasannya, dia tidak ingin sampai menganggu Putra jika sampai harus bekerja seperti semalam.Namun, masalahnya sekarang adalah, kalau dia tidur di ruang tengah sampai siang begini, hal itu otomatis membuat orang-orang yang lewat gagal fokus dan malehoy tiba-tiba. Soalnya, Alan itu ternyata kalau tidur gak suka pakai baju.Nah, kan, Rot
*Happy Reading*Mendengar penuturan Dokter Karina. Aku pun auto mikir keras. Sebenarnya pernikahan apa yang sedang aku jalani? Kenapa rasanya aneh gini ya hubungan yang terjalin? Banyak banget yang aku gak tahu di sini. Entah itu karena kami memang kurang komunikasi, atau memang Alan senang bergerak dalam diam tanpa suka sesumbar.Yang jelas, aku auto merasa gak ada gunanya jadi istri. Soalnya ... ayolah! Itukan masalahku juga. Masa aku gak dilibatin sih dalam hal itu. Kan aku juga pengen di ajak diskusi.Sebenarnya aku ini apa di mata Alan?"Dok?""Hm ...""Menurut Dokter ... Motif Alan menikahi saya itu, apa ya?" Dari pada aku botak mikirin hal itu sendiri. Mending aku tanyakan saja pada orang yang mengaku Dewa Amor di sebelahku ini. Yee kan?"Maksud kamu apa? Saya gak ngerti."Eh, si koplak! Katanya Dewa Amor. Masa gak ngerti maksud pertanyaan aku. Gimana sih? Dewa Amor magang kali ya dia mah."Ih, Dokter mah. M