Share

Jomlo 8

*Happy Reading*

Aku pun dengan otomatis melirik Irfan, yang langsung terlihat gusar melihat wanita itu, sambil mencuri lirik ke arahku.

Bangke!!

Jadi aku sudah ditipu selama ini?

Baru aja aku hendak beranjak dari tempat dudukku. Alan tiba-tiba menginterupsi dengan santainya.

"Oke! Karena sekarang bini lo udah dateng. Gue pergi, ya? Ayo, Sayang," kata Alan kemudian, sambil mengulurkan tangannya ke arahku.

Apa?!

Jadi nih pengacara juga udah tau, kalau Irfan ini punya keluarga? Kenapa dia gak kasih tahu, sih? sengaja ya, mau bikin aku kehilangan muka?

Atau … jangan- jangan Dia sekongkol sama Irfan?

"Sayang?" panggil Alan lagi. Sambil memberikan kode lewat ekor matanya, untuk meraih tangannya.

Sayangnya, karena aku masih shock. Aku pun malah menatap uluran tangan itu dengan linglung. Memang apa yang harus aku lakukan? Menyambut tangan Alan dan ikut dramanya yang lain? Sialan! Kenapa aku harus terjebak dalam situasi seperti ini, sih?

Melihat tidak adanya respon dariku. Alan pun tiba-tiba berdecak kesal. Kemudian menghampiri dan berjongkok di hadapanku.

"Ck, gak usah ngerajuk gitu dong, Sayang. Iya, iya, deh. Kamu menang. Aku bakal ijin ngantor, dan nemenin kamu seharian ini. Oke? Seneng, kan?" Alan berucap lagi, sambil mengusap kepalaku dengan sayang. Yang justru ingin kutanggapi dengan tangisan.

Bukan karena Alan sudah berani lancang padaku lagi. Tapi karena benar-benar bingung dengan situasi ini, juga … tentu saja kecewa pada diriku sendiri, karena ...

Bisa-bisanya aku di bodohi seperti ini! 

"Sayang?" panggil Alan sekali lagi. Seperti meminta fokusku. 

Aku pun mencoba menelan semua kekecewaanku hari ini. Sebelum akhirnya mengangguk sambil tersenyum manis.

Baiklah! Lo jual, gue borong!

"Beneran?" Sekuat tenaga aku menekan gemuruh dalam hati, dan tangis yang sebenarnya ingin menyerbu keluar.

Alan mengulas senyum tipis, lalu mengangguk dan membelai kepalaku, "Tentu! Apa sih yang Nggak buat kamu."

Akting pria itu benar-benar luar biasa!

"Makasih, ya, A'?" ucapku kemudian. Sambil meraih tangannya yang masih ada di kepalaku, dan memegangnya erat-erat di pangkuanku. Membuat Irfan langsung melotot tak suka.

Wajar. Karena asal kalian tau saja, walaupun selama ini kami sudah PDKT cukup lama. Tapi aku tak pernah sekalipun mengijinkannya menyentuhku. Entah itu hanya sekedar salaman, rangkulan, gandengan, atau apapun yang berbentuk skinship. Karena aku dan dia bukan mahram.

Hanya pas berkenalan dengan Alan di swalayan tadi aku kecolongan membiarkannya merangkul pinggangku. Itupun langsung aku tepis dengan cepat.

Maka dari itu aku bilang, wajar jika dia kini terlihat tak suka dengan apa yang aku lakukan pada Alan. Dia pasti kesal sekali saat ini. Dia juga pasti menganggapku sok jual mahal selama ini.

Padahal, sejujurnya ini bukan perkara jual mahal atau apapun. Tapi, dari awal aku memang tak pernah merasa nyaman dengan Irfan. 

Aku memang sempat berharap lebih pada pria bermulut manis itu. Tetapi jauh dilubuk hatiku, selalu ada ganjalan yang tak bisa aku jelaskan tiap kali dekat dengannya.

Entahlah, mungkin itu salah satu pertanda dari Allah kalau dia bukan yang terbaik untukku. Sangat berbeda jauh sekali dengan apa yang aku rasakan dengan Alan.

Aku juga gak ngerti soal itu. Faktanya, sekalipun pria dihadapanku ini jarang bahkan tidak pernah berkata manis, malahan sering sekali membuat tensi darahku Naik karena emosi. Tetapi di dekatnya, aku selalu merasa nyaman.

Pertanda apa itu? Terserah. Aku gak mau memikirkannya untuk sekarang.

"Kita pergi?" tanya Alan lembut sekali. Kembali kujawab dengan anggukan dan senyuman penuh kamuflase tentunya.

Alan pun berdiri, dan mengajakku turut serta untuk berdiri di sampingnya, tanpa melepaskan tautan tangan kami sedikit pun. Aku menurut, aku memegang tangan Alan tak kalah erat, bahkan terkesan bergelayut manja pada lengan pria itu.

Tak ayal kelakuanku itu sukses membuat Irfan makin melotot horor. Juga menggeram tertahan dengan rahang yang mengeras. 

Terserah dia mau mengataiku murahan atau apapun setelah ini. Yang jelas, aku merasa terlindungi jika dekat pengacara lempeng ini.

"Oh ... jadi dia pacar kamu ya, Lan? Cie ... udah bisa move on nih, ceritanya?" goda wanita itu, yang tadi mencium Irfan di hadapanku.

Jadi, wanita ini juga mengenal Alan?

"Bukan pacar. Tapi udah halal, kok," jawab Alan dengan lugas.

Wanita itu pun terbelalak tak percaya, pun Irfan. Bahkan aku refleks langsung menoleh ke arah Alan, saat pernyataan itu terucap dari bibirnya.

Maksudnya apa?

"Serius, lo?" ucap wanita itu lagi dengan heboh.

"Sure. Kalau belum halal. Mana mau dia digandeng gini," jawab Alan meyakinkan. Sambil melirik tautan tangan kami.

Wanita itu pun tersenyum lebar. Kemudian memperlihatkan dua ibu jari tangannya.

"Lo emang pantes dapetin gadis baik-baik, Lan," ucap wanita itu lagi, "Ah, iya. Lupa gue. Selamat ya, buat kalian." Wanita itu menyalami Alan, kemudian beralih padaku.

"Oh ya, kita belum kenalan, kan? Nama kamu siapa, cantik? Aku Medina, panggil aja Dina. Aku istrinya pria brengsek ini," sambung wanita itu lagi, yang mengaku bernama Medina, sambil mencubit pipi suaminya dengan gemas.

Ya, Medina!

Laki lo emang brengsek!!!

"Hasmi," balasku seadanya. Masih dengan senyum palsu yang terus aku pertahankan.

Bagaimana pun, wanita ini gak salah, kan? Malah di sini. Posisiku yang sebenarnya salah.

PDKT dengan suami orang.

Sungguh, itu bukan sesuatu yang bisa di banggakan!

Walaupun sejujurnya. Aku juga korban di sini. Tetapi, tetap saja kalau Medina tau. Dia pasti akan lebih membela suaminya daripada aku, yang hampir jadi pelakor.

"Ya, udah. Kalo gitu kami pergi dulu, ya?" pamit Alan.

"Eh, mau kemana?" Medina terlihat tak rela.

"Biasalah, Din. Si nyonya lagi ngerajuk, nih. Makanya mau aku sogok dulu pake rayuan. Biar gak kabur." Alan mencoba berkelakar.

Namun entah kenapa, saat mengucapkan kalimat itu. Alan malah menatap Irfan dengan sinis.

"Oh, iya. Ngerti deh gue. Namanya juga pasangan baru. Pasti bawaannya pengen berduaan aja. Iya, kan? Ya udah, met seneng-seneng, deh. Next, boleh nih kita double date. Pasti seru tuh. Ya, kan, Sayang?" Medina merangkul lengan suaminya mesra. Sambil memberi usulan yang tak ingin aku setujui sama sekali.

"Siap! Atur aja." Namun, tentu saja berbeda dengan Alan. Yang notabenenya teman mereka. "Kami duluan. Bye!"

Lalu setelah itu, Alan pun merangkul pinggangku, dan membawaku pergi dari sana dengan cepat.

"Inilah kenapa, saya terus membayangi kalian dari tadi," bisiknya, di sela langkah kami keluar dari tempat sialan itu. Juga setelah jarak kami lumayan jauh.

Jadi, apa itu Artinya, Alan tidak sedang berkonspirasi dengan Irfan?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dewi Balfas
Alan manis bnget sma Hasmi,Alan sebenar.a ada rasa sma Hasmi kya.a si Irfan bner2 yah udah punya istri sma anak malah deketin hasmi
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
secara g langsung alan sedng nglindungi hasmi,,sweet banget sih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status