Share

5. Dia ... Dosen

“Saya tidak butuh penjelasan anda,” sergah Lakshmi cepat. Ia sungguh enggan untuk membalas tatapan Darius.

Kapan dia mulai mengenal pria itu?

Sejak Darius memperkenalkan diri sebagai dosen pembimbing namun sekaligus dosen tamu yang mengisi mata kuliah manajemen keuangan. Bagaimana dirinya yang ternganga saat pria itu memperkenalkan diri sebagai dosen pembimbing dan juga Lakshmi yang terkejut saat pria itu menjadi dosen tamu di universitasnya.

Kala pertama dia mulai masuk ke dalam kelas saat itu.

Lakshmi yang sudah tersenyum lebar pun menenteng tas miliknya. Dia tak sabar untuk mengikuti perkuliahan di hari pertama dan dia juga mulai menginjakkan kaki di universitas yang berada di ibu kota sekaligus universitas peringkat dua nasional.

Kakinya terus melangkah cepat, berlari karena dia takut terlambat. Sengaja menunggu bus kampus di halte terdekat. Suara gemerisik air di danau yang tak jauh dari halte menjadi musiknya pagi ini.

Matanya melihat sekeliling, banyak mahasiswa yang juga sedang menunggu bus seperti dirinya. Senyumannya masih saja terkembang sempurna, bibirnya sama sekali tak merasa lelah saat ini.

Bahkan ia sendiri urung untuk sarapan. Berpikir kalau dirinya akan memakan waktu lebih lama meskipun asrama yang dihuni olehnya terletak di belakang kampus. Ah, bahkan dia memilih untuk tinggal di asrama dengan banyak orang dalam satu kamar agar pengeluarannya bisa lebih sedikit.

Menghemat. Dia benar-benar harus memikirkan pengeluarannya mulai saat ini. Dia hanya menerima uang saku dari beasiswa saja. Tak mungkin dia bisa untuk meminta uang kepada orangtuanya sedangkan ayahnya saja sama sekali menentang keinginannya.

Suara mesin kendaraan semakin terdengar jelas. Senyum di bibir gadis itu malah semakin lebar, tak sabar untuk melangkah masuk ke dalam bus universitas yang merupakan fasilitas kampus yang didapatkan oleh mahasiswa yang belajar di sini.

Udara pagi ini memang tak begitu sama dengan udara segar di kampung, tapi Lakshmi masih saja kagum. Sudah satu minggu dia menginjakkan kakinya di kampus Jas Kuning ini, namun matanya masih tak puas untuk menatap kagum sekelilingnya. Apalagi gedung-gedung di area itu.

Ah, dia mengalah untuk tak duduk. Memilih berdiri sambil memegangi penyangga. Matanya terus mengarah pada area luar tanpa henti. Dia masih tak merasa lelah sama sekali.

Dia belum memiliki kenalan sama sekali.

“Fakultas Ekonomi Bisnis!” seru kondektur yang bertugas di dalam bus.

Buru-buru dia melangkah ke depan bus, mengantre untuk keluar bus selagi bus berhenti. Tak lupa dia menempelkan e-card yang dimilikinya.

Ting!

“Terima kasih Pak,” ucapnya ceria.

Kondektur bus itu bahkan ikut membalas senyumnya. “Belajar yang benar!”

Lakshmi mengangguk semangat. Bahkan dia disemangati oleh orang yang sama sekali tak dikenalinya. Ah, lucunya hidup ini.

Lakshmi menatap bingung bangunan berlantai lima itu, gedung bercat merah dengan bangunan yang berbentuk U itu benar-benar begitu dekat jaraknya.

Lakshmi menghembuskan napasnya pelan. Mencoba menghentikan debaran jantungnya sendiri untuk saat ini.

Ia mulai melangkah memasuki area gedung. Memilih untuk melihat grup chat yang ada di ponselnya. Mendapati lokasi mahasiswa angkatannya, dia pun segera menuju ke tempat yang disebutkan.

Berdiri di depan pintu dengan plang R03.

Dibukanya pintu kelas, suara riuh tiba-tiba segera senyap. Dia tersenyum kecil, “halo,” sapanya.

“Eh? Hai. Lo … Lakshmita bukan?” Salah seorang dari mereka yang mengenakan kemeja hitam pun berinisiatif membalas sapaannya.

Lakshmi mengangguk.

“Wah, ayo, duduk, duduk.”

“Gue Irana.”

“Gue Dion.”

“Aku Chyntia.”

Sedikit memperkenalkan diri dan berbasa-basi menjadi rutinitas awal. Lakshmi mulai terbiasa dengan memperkenalkan diri berkali-kali. Ia mulai terlatih sedari mengikuti ospek kampus kemarin.

“Guys, kita harus cari dosen pembimbing kita nih. Kalian sudah mengisi form SKS kan?” Laki-laki dengan rambut yang disisir rapi pun mulai memberikan instruksi.

Memang mereka semua masih bingung dengan hal yang dilakukan di hari pertama.

“Siapa yang dapat dosen namanya Pak Hendra?”

Lakshmi menoleh cepat, dia mengangkat tangannya. Irana segera tersenyum, merangkul lengan gadis itu. “Ayo ke ruangannya, nanti terlambat.”

Lagi-lagi Lakshmi mengangguk. Mereka berdua segera keluar kelas karena memang mereka harus bertemu dosen pembimbing akademik mereka agar bisa mendapatkan ACC pada form SKS yang sudah mereka isi.

“Kok aku deg-degan ya?” bisik Irana terkekeh.

Lakshmi mengangguk setuju. “Ini aku masih baru, rasanya bingung sekali. Tanganku dingin ya?” balas Lakshmi sambil menggenggam tangan Irana.

“Ya sudah, ayo, semoga pembimbing akademik kita tidak galak.” Bahkan Irana terkikik sendiri.

Dengan ragu mereka mencoba untuk mengetuk pintu sampai terdengar sahutan dari suara bass yang mampu mendobrak dada mereka.

Tok tok tok!

“Masuk!”

Deg!

Lakshmi bisa merasakan tubuhnya bahkan berjengit terkejut saat mendengar instruksi itu dari dalam ruangan.

Cklek.

“Halo Pak, kami mencari Pak Hendra,” sapa Irana yang masuk ke dalam. Lakshmi pun mengekor di belakang, dia berpiki kalau suara bass itu milik dosen yang mereka cari.

“Iya, itu saya.”

Kedua pasang itu menyorot pada sosok pria yang tengah duduk dan sibuk menatap layar komputer di hadapannya.

Lakshmi terkesiap. Bahkan detak jantungnya menggila saat matanya melihat wajah sang dosen yang mereka ingin temui.

Tubuhnya yang tegap dengan kemeja abu-abu yang terpakai pas di tubuhnya didukung dengan wajah tampan dengan mata yang dibingkai oleh kacamata itu menjadi perpaduan pas di matanya. Belum lagi bibir merah dengan kumis tipisnya benar-benar harmoni dengan hidung mancungnya.

‘Astaga! Apa yang kau lakukan Lakshmi!’ batinnya menyentak, menyadari kelakuannya sendiri.

Lakshmi buru-buru menunduk. Dia benar-benar berdebar hebat saat melihat pria setampan itu menjadi dosen pembimbing akademiknya.

“Silakan duduk.” Pria itu mempersilakan kedua calon mahasiswa bimbingannya.

Dia mulai beralih menatap kedua gadis muda yang sudah duduk dengan canggung. Tersenyum kecil melihat wajah-wajah dengan tatapan polos mereka.

“Jadi, ada apa kalian mencari saya?” tanyanya.

Suara itu mengalun merdu di pendengaran Lakshmi, ia masih tak kuasa untuk mengalihkan kekagumannya dari cucu Adam yang ada di depannya.

“Kami … ingin bertanya mengenai persetujuan form SKS pak.”

Lakshmi bersyukur, Irana berinisiatif menjawab. Dia masih terlalu gugup, entah kenapa tubuhnya merespon tak biasa kala matanya melihat sosok Hendra.

Bahkan dia semakin berdebar kala mata mereka bertemu lalu bibir itu menyunggingkan senyuman. Senyuman maut yang bahkan mampu membuat detak jantungnya meningkat dua kali lipat.

“Oh, iya, saya cek dulu. Mana form kalian?”

Lakshmi ikut menyodorkan form yang sudah dia isi.

“Lakshmita Arjanti?”

“Eh, I iya Pak?” Lakshmi tergagap, dia tersentak ketika namanya disebut oleh Hendra. Yang diperkirakannya pria itu masihlah berusia dua puluhan akhir atau tiga puluhan awal.

Masih amat sangat muda sampai bisa menjadi dosen.

“Kamu yang mendapatkan beasiswa kan?”

“Iya Pak.” Suara Lakshmi terlalu lirih, ia tak sanggup untuk bersuara kali ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status