“Dia adalah anakmu.” Deg! Wanita bergaun hitam itu mematung seketika. Menatap foto hasil USG dengan janin di dalam kantong rahim yang diserahkan oleh Darius padanya. “A--apa kau bilang?”Suaranya tergantung, merasakan pasokan udara di sekitarnya habis seketika sampai dadanya merasa sesak. Dia semakin mengepalkan tangannya sekuat tenaga, menggigit bibirnya kuat-kuat agar tangisannya tak pecah saat itu juga. Sakit yang didera olehnya bertahun-tahun kini semakin bertambah. Maniknya menatap bengis pria yang tengah menatapnya dengan penuh sendu. “Persetan!!! Kembalikan anakku, Biadab!!!” teriaknya nyaring, menerjang tubuh besar itu dan memukulinya sambil terus menangis menjerit, tak kuasa menahan rasa sedih dan terkejutnya. Bahkan dia yang baru saja pulih harus menyadari fakta yang terkuak. Menikahi pria beristri dan kini membunuh calon buah hatinya dengan tega. *** “Ceraikan saja suamimu itu, kau tak bisa berharap apa-apa darinya. Pria itu terlalu pengecut untuk menjelaskan kalau dirinya mandul.” Lakshmi mengangkat gelas kopinya, menyesapnya perlahan sambil menikmati pahitnya. Bahkan wanita yang duduk di depannya itu pun ikut tercengang. "Kau ingin merebutnya dariku bukan?" desisnya. Sontak pertanyaan itu membuat Lakshmi pun tergelak. Menertawakan pertanyaan bodoh itu sendiri. "Hah? Aku? Hahaha! Bahkan aku ingin melihatnya mati terpuruk," tekannya. Dia mengibaskan rambut panjangnya congkak. “Kenapa? Dia mencintaimu Lakshmi. Tak bisakah kau melihatnya?” “Mencintaiku? Aku tak pernah percaya cinta. Bahkan saat dia tega menikahiku di saat aku masih berusia belia.” Lakshmita Arjanti, wanita yang memiliki mimpi besar namun harus kandas karena pada akhirnya dia dijual melalui pernikahan dengan Darius Raymond Mahendra. Dendamnya yang mengakar semakin menambah rasa bencinya sendiri. Bagaimana dia membalaskan dendamnya di saat tahu kalau calon buah hatinya pun dikorbankan tanpa dia tahu?
Lihat lebih banyak“Bu, aku tidak mau menikah dengannya!” teriak Lakshmi sambil bercucuran dengan air mata. Dia baru saja pulang kampung setelah dua semester tak kunjung pulang.
Namun, yang didapatkannya adalah mandat dari orangtuanya yang menginginkan dia segera berkeluarga.
Wanita muda berusia sembilan belas tahun itu bahkan mendapatkan kabar yang mampu membuatnya luluh lantak di kala letih usai menempuh dua belas jam perjalanan.
“Kamu sudah besar, Lakshmi! Jangan kamu lancang di keluarga ini! Tetangga mulai membicarakan kamu! Bapak malu!” teriak Purwanto yang masih duduk di singgasana miliknya. Matanya menatap nyalang putri keduanya yang selalu membangkangnya itu.
Lakshmi semakin menatap nanar kedua orangtuanya. Ayahnya yang selalu bersikap otoriter dan juga ibunya yang selalu diam saja, sama sekali tak bisa membela keinginan anaknya jika bertentangan dengan keinginan kepala keluarga alias ayahnya.
“Apa kalian tidak bangga pada ku yang sudah bersusah payah mendapatkan beasiswa sampai kuliah gratis di luar kota?!” Bahkan nada bicara gadis itu terlanjur meninggi begitu mencerna mandat apa yang diberikan oleh ayahnya.
“Tidak! Perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Kalian hanya perlu mengurus anak dan suami!” tegas Purwanto lagi sambil berdiri, tak mau mendengar alasan pembangkangan lainnya.
Lakshmi masih diam saja.
Kenapa keluarganya selalu saja memikirkan apa kata tetangga? Kenapa mereka tak bangga saat dirinya berhasil melanjutkan pendidikan tinggi di luar kota? Di kampus negeri peringkat kedua nasional? Kenapa mereka harus malu?!
Demi Tuhan. Dia baru saja berusia sembilan belas tahun namun ayahnya mendorongnya untuk segera berkeluarga?!
Tangannya terkepal kuat nan kencang sampai kukunya terus menekan permukaan telapak tangannya. Perih namun lebih perih hatinya saat mendapatkan perlakuan kejam yang mengikat kebebasan dan mimpinya.
Wanita paruh baya yang mengenakan daster dan rambut tersanggul sederhana menatap iba putrinya. Namun, apa yang dipegangnya adalah bahwa ucapan suami harus dia patuhi dan tak boleh membangkang. Suaranya seakan tertelan di telan sunyi dan histerisnya sang putri yang dia lahirkan.
Buru-buru, Suryani, ibu Lakshmi bangun, menghampiri Lakshmi dan memeluknya serta membujuknya. “Pahami keinginan Bapak Nak, kami hanya ingin kamu memiliki pendamping yang akan menanggung biaya hidup kamu Nak.”
Lakshmi menepis tangan Suryani yang merangkulnya. Maniknya nanar, menatap tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh ibunya saat ini.
“A apa Bu? Ibu bilang agar orang lain menanggung biaya hidupku? Lakshmi tidak percaya kalau Ibu mengorbankan anaknya agar beban hidup kalian berkurang.” Dia mendesis, penuh rasa benci di hatinya.
Betapa rendahnya makhluk perempuan di mata orangtuanya. Amarahnya menggelegak sampai hatinya sudah mendidih, emosinya sudah meninggi di saat tubuhnya meronta untuk beristirahat.
“Berkali-kali kalian berkata aku adalah beban! Sekarang pun kalian berpikir anak perempuan itu beban, hah?! Kenapa kalian memutuskan melahirkan anak jika hanya disuruh menikah hah?! Hati kalian di mana sebenarnya? Sekejam itu kalian sampai berkah dari Tuhan dianggap beban?!” cecarnya kepada Suryani, menyudutkan wanita yang telah melahirkannya itu.
Plak!!!
Suara benturan antara telapak tangan Suryani dan pipinya pun menggema. Telinganya berdenging hebat dan pandangannya blank seketika. Kosong.
Rasa perih, nyeri dan panas bersatu timbul akibat tamparan itu. Bahkan seluruh tubuhnya membeku seketika, semua kata-kata yang akan diungkapkannya bergantikan dengan diam akibat terkejut.
Semakin sunyi dan senyap. Hanya angin yang berdesau di luar dan masuk melewati ventilasi di atas jendela tanpa terhalang apa pun.
Dinginnya malam bahkan tak dirasakannya.
Dadanya naik turun, menatap nanar ibunya sendiri. “Ibu … berani menamparku?” desisnya merasa tak percaya.
Suryani pun nampak tak percaya. Dia terkesiap begitu dirinya menyadari sudah menyakiti Lakshmi.
“Ti tidak Nak, I Ibu tak sengaja,” kilahnya mencoba membela diri.
Lakshmi menggeleng, tersenyum begitu lemah. “Sebenarnya apa mimpi Ibu sampai mau berkeluarga? Berkembang biak dan membiarkan anaknya besar lalu dinikahi pria yang mau menanggung nasibnya? Otak kalian terlalu tak berguna sampai berpikir sempit.”
Kali ini Lakshmi segera menyeret ransel berat yang rela dia gendong saat harus transit menggunakan bus. Suryani sudah tak bisa berkata apa-apa bahkan pandangannya kabur saat air mata merebak di sudut matanya.
Nasib keluarga yang begitu kejam sampai tak bisa membuat pemikiran orangtuanya terbuka untuk sesaat. Bangga akan pencapaian anaknya tanpa campur tangan orang lain hanyalah sebuah oase di padang gurun bagi Lakshmi.
Brak!!!
Lakshmi sekencang-kencangnya menutup pintu triplek kamarnya sendiri. Napasnya sudah terengah-engah akibat menahan tangis karena hatinya yang lara.
Dia bahkan masih ingat satu tahun yang lalu, perjuangannya untuk menginjakkan kaki di kampus yang akan memberinya gelar sarjana.
Gadis remaja yang baru saja menyelesaikan ujian sekolah itu melangkah keluar usai bersalaman dengan pengawas. Tangannya terus menggenggam erat tali ranselnya, merasa gugup untuk menunggu lusa.
“Lakshmi!” Seseorang memanggilnya sambil melambaikan tangannya.
Anak remaja berambut cepak itu bersemangat menghampiri gadis berambut lurus nan hitam legam yang terikat bak ekor kuda. Senyumnya tak terhapus sama sekali begitu irisnya menemukan si gadis ayu dengan kulit tan khas wanita Jawa.
“Aldo, kamu sudah selesai ujiannya?” Lakshmi ikut tersenyum, menanyakan perihal ujian yang baru saja mereka kerjakan.
Lelaki yang bernama Aldo itu pun mengangguk. “Iya dong. Janjiku kan akan membelikanmu bakso kalau sudah selesai ujian di hari terakhir.”
Lakshmi bersemu memerah, merasa tersanjung dengan Aldo yang selalu ingat akan perkataannya.
“Ayo deh, nanti keburu ramai tempatnya.” Bahkan Aldo pun tak sabar untuk mengajak Lakshmi bergegas, spontan tangannya menarik tangan Lakshmi.
Blush! Wajah Lakshmi memanas seketika saat menyadari ada tangan pria yang menggenggam tangannya.
“Maaf, kelepsan.” Aldo menyengir saat sudah sampai di kedai bakso yang menjadi target bakso terenak menurut Lakshmi.
Lakshmi masih menunduk malu karenanya.
Kenangan manis itu bahkan bertambah manis dengan pengumuman yang dia lihat melalui komputer sekolah.
“Aku tidak mau lihat!” seru Lakshmi merasa gugup saat dia berusaha mengetikkan namanya di website seleksi penerimaan universitas nasional.
Teman-temannya pun menertawakannya dan mereka berkerumun untuk ikut melihat hasilnya. Hanya dua puluh siswa dan siswi di angkatan mereka yang mau meneruskan belajarnya ke perguruan tinggi. Mereka amat antusias untuk menyaksikan siapa saja yang lolos melalui seleksi nilai rapor dan prestasi itu.
“Sudah, sudah, biar aku yang tekan enter ya?” Bahkan Aldo mengambil alih sementara Lakshmi masih terus menutup wajahnya, merasa begitu gugup bukan main. Debaran di dadanya sedari tadi sudah cepat ritmenya seakan tahu kalau empunya tengah menunggu sesuatu yang mendebarkan.
“Aaaa! Aku tidak mau lihat.” Lakshmi bahkan sudah menunduk dalam-dalam.
“Hijau!” Serempak teman-temannya memberitahukan warna yang muncul usai menekan tombol enter.
Lakshmi menahan napasnya, tangannya turun perlahan. Bahkan kelopak matanya tak berkedip sama sekali saat melihat layar komputer.
“Kamu lolos Lakshmi!”
Teriakan menggema di telinganya sampai dia sendiri masih merasa tak percaya mendengarnya.
“Kamu mau ke mana hari ini?” tanya Darius sambil berusaha mengancingi lengan kemejanya.Glek.Lakshmi harus berusaha menelan salivanya kasar, matanya tak berkedip normal dan terlalu memandangi Darius lama.Entah kenapa, setelah berusaha tidur satu kamar dengan pria itu, dia yakin kalau Darius adalah pria tampan nan gagah.Dilihat dari bagaimana kemeja hitam itu membalut polos tubuhnya yang tinggi menjulang. Bahu yang lebar dan punggung tegapnya sudah simetris dengan dada bidangnya yang tercetak jelas di balik kemejanya. Matanya berlari melihat jakun yang menonjol dan juga rahang tegasnya bernaung mata pekat dan alis yang tebal dan bergaris simetris.Bahkan kini dia hanya fokus pada bibir pria itu.Darius yang tak mendapatkan jawaban pun mengangkat pandangannya. Dia bisa melihat tatapan penuh kagum dan intens dari mata coklat milik istrinya itu.Dia tersenyum. Tahu betul kalau dia memiliki pesona yang tak bisa ditolak.Tanpa sebuah rasa segan lagi, Darius mendekati istrinya yang masih
Bab 31 --Darius kebingungan sendiri saat melihat Lakshmita yang malah berdiri kaku di balik pintu yang tertutup.“Apa ada yang mau dibicarakan?” tukasnya sambil meletakkan ponsel miliknya.Lakshmita semakin melarikan pandangan matanya ke segala arah sambil terus saja menggigit bibirnya gugup.Tak mendengar jawaban dari mulut Lakshmi, Darius pun menghampirinya dan berdiri di belakangnya. Tangannya menepuk pelan bahu gadis itu.“Laksshmi,” panggilnya sekali lagi.Lakshmita berjengit terkejut, dia berbalik dan mundur dengan cepat. “Y--ya Mas?”Darius menghela napasnya, merasa aneh dengan tingkah istrinya itu.“Ada apa? Apa ada yang mau dibicarakan? Ini sudah malam dan seharusnya kamu tidur.”“I--itu …” Ucapan Lakshmita menggantung, merasa bingung untuk menuturkannya dan dia masih memikirkan ucapan Si Mbok, ART yang tadi menyarankan sesuatu padanya.“Ada apa? Katakan saja, kamu jangan memendamnya begitu dan malah berdiri tidak jelas,” desak Darius masih dengan nada lembutnya.Lakshmita s
Lakshmita bangun dengan senyum di bibirnya. Sudah beberapa hari ini dia tidur dengan nyaman tanpa mimpi buruk yang menyambangi alam bawah sadarnya lagi. Menyadari kalau hatinya melunak karena kebaikan Darius, dia berniat melakukan sesuatu yang sudah semestinya. Menerima Darius. Masih saja dia termenung sendiri di belakang rumah, melempari pelet ikan ke kolam penuh ikan mas. Pikirannya terus menerus menerawang. “Loh, kok Non di sini?” Lakshmi berbalik, mendapati Si Mbok yang menghampirinya. “Iya, Mbok.” “Kenapa Non? Biasanya Non di ruangan Den Darius kalau siang begini.” “Lagi bete aja, Mbok.” “Kenapa? Tadi masih bisa ketawa tuh saat sarapan? Kangen sama Aden ya?” goda Si Mbok yang sengaja ingin membuat Lakshmi malu. Lakshmi tersentak, dia menggeleng gelagapan. “Ti tidak, Mbok! Mbok jangan mengarang begitu dong.” Dia malah panik. Si Mbok malah cekikikan. “Hihi, ya kalau kangen dengan suami tidak ada salahnya kok. Memangnya kenapa sih? Tumben bengong di belakang rumah begini.”
Deg!Lakshmi terkesiap saat tangan Darius menahannya, matanya bahkan terbelalak saat mendapati perlakuan sang suami.“Ma Mas,” panggilnya gagap.Darius mendesah, dia berbisik sensual dengan tatapan matanya yang begitu dalam. “Kamu sengaja mau menggodaku ya?”Sontak Lakshmi menarik tangannya dengan cepat. “Ti tidak!” semburnya, menunduk karena merasakan wajahnya begitu memanas.Mereka saling diam, keduanya memang merasakan atmosfer yang berubah cepat. Apalagi Lakshmi yang bingung, entah dia harus berbuat apa saat ini.Darius kembali ingat pandangan tubuh Lakshmi yang seksi tadi, merasa dia tak kurang ajar sekali.Ingat ponsel yang ia belikan, Darius pun merebutnya. “Sini, aku pasang dulu kartu SIM dan juga memory card.”“Ta tapi Mas, aku tidak bisa menerimanya,” kilah Lakshmi cepat, dia sungkan.Darius memandangi Lakshmita secara terang-terangan, intens dan dalam sampai membuat gadis itu menelan suaranya lagi secara bersusah payah.“Masih mau berdebat soal ini?” Kali ini ucapan Darius
Bab 28 -- “Bau kamar mandi kok jadi mandi banget, Mbok?” seloroh Lakshmi begitu memasuki kamar mandi saat Si Mbok memanggilnya. Si Mbok berbalik, terkekeh mendengarnya. “Ya iya harus wangi dong, jangan bau pesing. Aden pintar banget kalau menyangkut pilih-pilih sama bebelian, Non. Sudah nih, mandi gih Non.” Lakshmi mengangguk saja, ia segera memilih mandi. Mencoba membersihkan tubuhnya yang sudah berkeringat sekaligus bau keringat akibat sinar matahari. Lakshmita semakin terbiasa untuk menempati kamar Darius walau memang hanya sekadar mandi dan berganti baju. Dia melihat sekelilingnya lagi, kali ini mengernyit bingung. “Kok beda?” tanyanya pada diri sendiri. Kamar yang tadinya monoton dan kaku, kini terasa lebih hidup dengan adanya bunga sintetis dan cat yang lebih cerah, biru muda. Rasanya dia kelelahan hanya karena berinteraksi dengan banyak orang harini. Sisi introvert miliknya sudah protes dikarenakan dirinya yang berinteraksi berlebihan. Lama-lama kantuk semakin menyerangn
“Benar Darius ya?” Kembali wanita yang mendadak berdiri di samping Darius itu kembali bertanya.Lakshmi membeku saat mendengarnya. Garpu yang tadi masih berada di gengamannya pun ikut terjatuh ke atas piring pelan.Lakshmi menundukkan kepalanya cepat-cepat, tak bisa lagi dia bersikap biasa saat ada seseorang yang malah mengenali suaminya itu.Jantungnya sudah merosot sampai ke dasar perut.Darius tersenyum dan mengangguk, “iya, saya Darius Bu.”Janah, wanita yang disebut namanya oleh Darius itu pun seketika tersenyum semringah. “Wah … makan di sini juga ya kamu? Duh, sudah lama aku tidak melihat kamu.”Bahkan wanita dengan kemeja putih dan rok hitam itu berinisiatif untuk duduk di samping Darius tanpa izin. Sama sekali tak keberatan dengan rasa tak sopannya.Darius agar bergeser, menjaga jarak.Saat itu juga Janah melihat ke depan, mendapati seorang wanita yang sibuk menundukkan kepalanya itu.“Ini siapa?”Deg.Lakshmi memucat saat pertanyaan itu terlontar dari mulut wanita itu. Dia s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen