Lagi, Darius menghela napasnya. Dia tak menyangka Lakshmi akan menjadi arca yang tak bergerak sedikit pun juga.
Dia lagi-lagi meremas bahu gadis itu, menginginkan Lakshmi bisa merespon keinginannya untuk menjelaskan situasi mereka saat ini. Namun, bagi Lakshmi, penjelasan apa pun tak akan ada gunanya selagi semuanya sudah terlanjur dilakukan.
Akad yang tadi dia lalui malah menambah rasa dendamnya. Melihat wajah pria itu saja dia sudah muak, seakan perutnya bergejolak dan ingin mengeluarkan seluruh isinya kalau bisa.
“Baiklah, nanti aku akan menjelaskan di rumahku saja. Nanti malam, kamu akan segera pindah ke rumahku,” putusnya telak.
Lakshmi tak peduli sama sekali. Dia hanya menatap cermin dengan pandangan datar saja. Tak ingin melihat pria itu lebih lama di dalam kamarnya saat ini. Bisakah dia mengusirnya? Ah, mungkin nanti ayahnya malah akan semakin memiliki alasan untuk mendebat sekaligus membuatnya menjadi rendahan.
Darius mundur, dia membuka pintu dan mempersilakan perias pengantin untuk masuk kembali ke kamar.
“Ayo Mbak ganti baju dulu ya?”
Lakshmi tak mengangguk. Tapi dia terus bergerak luwes mengikuti apa yang diminta oleh perias pengantin. Abai dengan kehadiran Darius yang terus memperhatikannya intens.
Darius diam kaku, bingung harus berbuat apa. Terkadang dia hanya berbincang kecil dengan para perias pengantin saja tanpa bisa mengajak Lakshmi berbicara.
Seandainya gadis itu tahu apa yang ingin dia ceritakan dan apa yang mendasarinya ingin menikahi gadis itu meskipun dia sudah beristri.
“Masnya ganti baju juga ya?”
Mau tak mau Darius mengangguk. Dia menerima sepasang baju pengantin yang sudah dipilihkan oleh perias itu. Membuka beskap miliknya, lalu membiarkan tubuh kekarnya itu hanya terhalang dengan kaus singlet tipis sebelum akhirnya dia mengenakan kemeja putih.
Matanya terus menelisik pada Lakshmi. Bahkan dia mendadak haus saat melihat tubuh di balik kebaya yang dikenakannya tadi. Mulus tanpa cela dan terhalang dengan kemben saja. Ah, sial. Kenapa juga saat ini dirinya harus berada di dalam satu ruangan dengan gadis itu?
Mendadak rasa menyesal menggerogotinya. Tubuhnya bergejolak panas.
“Sebentar ya Mbak, sanggulnya dibenarkan dulu.”
Mau tak mau Lakshmi mengangguk saja. Dia sendiri masih terus menatap cermin. Enggan menoleh sama sekali untuk melihat bagaimana kamarnya dihias sedemikian cantiknya untuk malam pertama.
Persetan. Dia tak peduli mengenai malam pertama sama sekali. Dia hanya akan pindah kandang saja nantinya. Entah apa yang diharapkan dari rencana ayahnya yang menerima pinangan pria antah berantah yang tahunya adalah pria beristri.
Dia hanya ingin semuanya cepat berlalu. Resepsi pernikahan yang amat menyiksanya.
“Mbak, ini dimakan dulu ya? Dandannya masih lama. Tadi dibawakan sama Ibu.” Bahkan perias itu menyodorkan sepiring makanan.
Darius pun tengah mengisi perutnya, tapi Lakshmi masih saja bergeming. Enggan bersuara dan enggan membuka mulutnya.
Bahkan sampai pria itu selesai menghabiskan makanannya, namun dia melihat Lakshmi hanya memejamkan matanya dan pasrah saat wajahnya sedang diapakan, kadang Darius harus menghembuskan napasnya sendiri karena gusar.
Saat perias itu keluar kamar, entah mencari apa. Darius menghampiri sang istri muda lagi. Kali ini dia menarik tubuh Lakshmi agar menghadapnya.
Satu sentakan yang dirasakan tubuh Lakshmi membuat gadis itu membuka matanya cepat. Terbelalak saat melihat wajah pria itu berada kurang dari sejengkal di depannya.
Dia berusaha untuk berbalik, tapi cengkeraman tangan Darius begitu kuat di bahunya. Dia mendesis, menahan rasa nyeri di permukaan tubuhnya.
“Lepas!” sentaknya, tapi itu tak berpengaruh sama sekali pada Darius.
Tatapan pria itu berubah dingin. Gestur wajahnya mengeras dengan rahang mengetat. Lakshmi merasakan aura dominan yang kuat. Entah Darius tengah menahan emosi karena tingkah lakunya, atau apa, yang jelas dia tak ingin merasa tahu sama sekali. Dia tak peduli.
“Dengar, kamu boleh marah padaku. Pada keluargamu. Tapi marahmu butuh tenaga. Makanlah.”
Lakshmi tersentak mendengarnya. Kalau bisa, dia hanya ingin menangis meraung-raung saja kalau perlu. Bukannya harus menjadi candi tanpa rasa.
Matanya semakin memanas, ia ingin menumpahkan tangisannya kalau bisa. Hanya saja, dia muak berhadapan dengan orang-orang yang merenggut kebebasannya.
“Apa peduli anda saya makan atau tidak hah? Lepaskan saya! Kalau anda tak mau melihat saya berteriak kesetanan dan berbuat hal nekad!” ancamnya. Tatapannya semakin bengis.
Darius mengusap wajahnya frustrasi. Sungguh dia juga tak ingin mendapatkan suasana paling aneh saat ini.
“Bekerja samalah, Lakshmi. Aku tak ingin melihat kamu jatuh sakit,” lirihnya. Pandangannya berubah sendu. Sejujurnya dia ingin sekali memeluk Lakshmi, merengkuhnya dan juga memberikan kata penghiburan serta cinta untuk gadis itu.
Lakshmi mendecih, “tch, sebelum anda berkata begitu, sadarilah apa yang sudah anda lakukan terhadap saya.” Bahkan kata-katanya terlalu dingin untuk didengar.
Darius pasrah. Dia melepaskan cengkeraman tangannya. Membiarkan Lakshmi kembali menatap cermin dengan tatapan datarnya. Tak ada binar emosi di manik gadis itu seperti yang biasa dia lihat saat mereka berhadapan.
Darius duduk. Diam saja sama sekali tak bergerak. Sebelum akhirnya tangannya mengambil sesuai nasi dan mengunyahnya.
Sekali lagi dia berdiri, meraih tubuh Lakshmi. Lantas tangannya merengkuh wajah Lakshmi, saat itu juga dia mencium bibir Lakshmi ganas.
Mata Lakshmi terbelalak lebar kala mendapatkan serangan di bibirnya. Bahkan saat bibir mereka bertemu, Lakshmi yang terkejut segera mendorong kencang tubuh Darius. Meskipun perlawanannya berakhir sia-sia karena Darius begitu ahli melumpuhkan lawannya dalam pergumulan.
Darius menyesap bibir Lakshmi cepat. Tak peduli jika lipstik yang dipakai gadis itu juga akan menodai bibirnya.
Lakshmi semakin marah, tangannya terkepal kuat memukuli dada Darius, tapi pria itu sama sekali tak beranjak sedikit pun. Lakshmi masih menutup rapat-rapat bibirnya.
Darius melumat bibir Lakshmi, memaksa mulut gadis itu terbuka untuknya. Bahkan dia menggigit bibir Lakshmi sampai gadis itu memekik kesakitan sampai akhirnya mulutnya terbuka. Segera saja Darius mendorong isi makanan yang ada di mulutnya sambil terus mencium Lakshmi ganas. Bahkan dorongan Lakshmi tak ada apa-apanya sama sekali.
Gadis itu terlalu kecil dan ringkih untuk bisa melawannya.
Napas Lakshmi semakin habis. Rongga paru-parunya yang kekurangan oksigen pun mulai menjalar sesak di dadanya.
“Hah--kau?!!! uhukk! Uhuk!” Lakshmi menjerit seketika saat ciuman mereka lepas, namun dia juga tersedak hebat. Tangannya sibuk memukuli dadanya agar batuk yang mencekik tenggorokannya bisa segera reda.
Darius menatap Lakshmi datar, “silakan kamu berteriak. Cara itu akan aku pakai jika kamu masih tak mau makan.”
Lakshmi marah, ingin segera menerjang Darius kalau bisa. Dia ingin melempari wajah pria itu menggunakan heels kalau bisa. Dia ingin membunuhnya dengan brutal saat itu juga.
Tapi yang ada malah airmatanya meluncur bebas tanpa bisa dicegah. Dia menangis dalam amarahnya. Dilecehkan oleh suami yang baru sah beberapa jam yang lalu itu.
“Kamu mau ke mana hari ini?” tanya Darius sambil berusaha mengancingi lengan kemejanya.Glek.Lakshmi harus berusaha menelan salivanya kasar, matanya tak berkedip normal dan terlalu memandangi Darius lama.Entah kenapa, setelah berusaha tidur satu kamar dengan pria itu, dia yakin kalau Darius adalah pria tampan nan gagah.Dilihat dari bagaimana kemeja hitam itu membalut polos tubuhnya yang tinggi menjulang. Bahu yang lebar dan punggung tegapnya sudah simetris dengan dada bidangnya yang tercetak jelas di balik kemejanya. Matanya berlari melihat jakun yang menonjol dan juga rahang tegasnya bernaung mata pekat dan alis yang tebal dan bergaris simetris.Bahkan kini dia hanya fokus pada bibir pria itu.Darius yang tak mendapatkan jawaban pun mengangkat pandangannya. Dia bisa melihat tatapan penuh kagum dan intens dari mata coklat milik istrinya itu.Dia tersenyum. Tahu betul kalau dia memiliki pesona yang tak bisa ditolak.Tanpa sebuah rasa segan lagi, Darius mendekati istrinya yang masih
Bab 31 --Darius kebingungan sendiri saat melihat Lakshmita yang malah berdiri kaku di balik pintu yang tertutup.“Apa ada yang mau dibicarakan?” tukasnya sambil meletakkan ponsel miliknya.Lakshmita semakin melarikan pandangan matanya ke segala arah sambil terus saja menggigit bibirnya gugup.Tak mendengar jawaban dari mulut Lakshmi, Darius pun menghampirinya dan berdiri di belakangnya. Tangannya menepuk pelan bahu gadis itu.“Laksshmi,” panggilnya sekali lagi.Lakshmita berjengit terkejut, dia berbalik dan mundur dengan cepat. “Y--ya Mas?”Darius menghela napasnya, merasa aneh dengan tingkah istrinya itu.“Ada apa? Apa ada yang mau dibicarakan? Ini sudah malam dan seharusnya kamu tidur.”“I--itu …” Ucapan Lakshmita menggantung, merasa bingung untuk menuturkannya dan dia masih memikirkan ucapan Si Mbok, ART yang tadi menyarankan sesuatu padanya.“Ada apa? Katakan saja, kamu jangan memendamnya begitu dan malah berdiri tidak jelas,” desak Darius masih dengan nada lembutnya.Lakshmita s
Lakshmita bangun dengan senyum di bibirnya. Sudah beberapa hari ini dia tidur dengan nyaman tanpa mimpi buruk yang menyambangi alam bawah sadarnya lagi. Menyadari kalau hatinya melunak karena kebaikan Darius, dia berniat melakukan sesuatu yang sudah semestinya. Menerima Darius. Masih saja dia termenung sendiri di belakang rumah, melempari pelet ikan ke kolam penuh ikan mas. Pikirannya terus menerus menerawang. “Loh, kok Non di sini?” Lakshmi berbalik, mendapati Si Mbok yang menghampirinya. “Iya, Mbok.” “Kenapa Non? Biasanya Non di ruangan Den Darius kalau siang begini.” “Lagi bete aja, Mbok.” “Kenapa? Tadi masih bisa ketawa tuh saat sarapan? Kangen sama Aden ya?” goda Si Mbok yang sengaja ingin membuat Lakshmi malu. Lakshmi tersentak, dia menggeleng gelagapan. “Ti tidak, Mbok! Mbok jangan mengarang begitu dong.” Dia malah panik. Si Mbok malah cekikikan. “Hihi, ya kalau kangen dengan suami tidak ada salahnya kok. Memangnya kenapa sih? Tumben bengong di belakang rumah begini.”
Deg!Lakshmi terkesiap saat tangan Darius menahannya, matanya bahkan terbelalak saat mendapati perlakuan sang suami.“Ma Mas,” panggilnya gagap.Darius mendesah, dia berbisik sensual dengan tatapan matanya yang begitu dalam. “Kamu sengaja mau menggodaku ya?”Sontak Lakshmi menarik tangannya dengan cepat. “Ti tidak!” semburnya, menunduk karena merasakan wajahnya begitu memanas.Mereka saling diam, keduanya memang merasakan atmosfer yang berubah cepat. Apalagi Lakshmi yang bingung, entah dia harus berbuat apa saat ini.Darius kembali ingat pandangan tubuh Lakshmi yang seksi tadi, merasa dia tak kurang ajar sekali.Ingat ponsel yang ia belikan, Darius pun merebutnya. “Sini, aku pasang dulu kartu SIM dan juga memory card.”“Ta tapi Mas, aku tidak bisa menerimanya,” kilah Lakshmi cepat, dia sungkan.Darius memandangi Lakshmita secara terang-terangan, intens dan dalam sampai membuat gadis itu menelan suaranya lagi secara bersusah payah.“Masih mau berdebat soal ini?” Kali ini ucapan Darius
Bab 28 -- “Bau kamar mandi kok jadi mandi banget, Mbok?” seloroh Lakshmi begitu memasuki kamar mandi saat Si Mbok memanggilnya. Si Mbok berbalik, terkekeh mendengarnya. “Ya iya harus wangi dong, jangan bau pesing. Aden pintar banget kalau menyangkut pilih-pilih sama bebelian, Non. Sudah nih, mandi gih Non.” Lakshmi mengangguk saja, ia segera memilih mandi. Mencoba membersihkan tubuhnya yang sudah berkeringat sekaligus bau keringat akibat sinar matahari. Lakshmita semakin terbiasa untuk menempati kamar Darius walau memang hanya sekadar mandi dan berganti baju. Dia melihat sekelilingnya lagi, kali ini mengernyit bingung. “Kok beda?” tanyanya pada diri sendiri. Kamar yang tadinya monoton dan kaku, kini terasa lebih hidup dengan adanya bunga sintetis dan cat yang lebih cerah, biru muda. Rasanya dia kelelahan hanya karena berinteraksi dengan banyak orang harini. Sisi introvert miliknya sudah protes dikarenakan dirinya yang berinteraksi berlebihan. Lama-lama kantuk semakin menyerangn
“Benar Darius ya?” Kembali wanita yang mendadak berdiri di samping Darius itu kembali bertanya.Lakshmi membeku saat mendengarnya. Garpu yang tadi masih berada di gengamannya pun ikut terjatuh ke atas piring pelan.Lakshmi menundukkan kepalanya cepat-cepat, tak bisa lagi dia bersikap biasa saat ada seseorang yang malah mengenali suaminya itu.Jantungnya sudah merosot sampai ke dasar perut.Darius tersenyum dan mengangguk, “iya, saya Darius Bu.”Janah, wanita yang disebut namanya oleh Darius itu pun seketika tersenyum semringah. “Wah … makan di sini juga ya kamu? Duh, sudah lama aku tidak melihat kamu.”Bahkan wanita dengan kemeja putih dan rok hitam itu berinisiatif untuk duduk di samping Darius tanpa izin. Sama sekali tak keberatan dengan rasa tak sopannya.Darius agar bergeser, menjaga jarak.Saat itu juga Janah melihat ke depan, mendapati seorang wanita yang sibuk menundukkan kepalanya itu.“Ini siapa?”Deg.Lakshmi memucat saat pertanyaan itu terlontar dari mulut wanita itu. Dia s