2 hari kemudian, Leon dan Laura sedang berada di restoran yang baru saja Leon sewa.
"Kenapa sepi sekali?" tanya Laura dengan polos."Bukannya malah bagus? Jadi hanya ada kita berdua saja," jawab Leon.Laura tersenyum kecil, kemudian menempati salah satu meja yang sudah dihiasi oleh beberapa vas bunga dan lilin penghias.Bingung? Tentu saja, iya. Laura tidak mengerti alasan Leon membawanya ke sini. Padahal mereka sama sekali tidak membuat janji untuk makan bersama.Setelah makanan yang mereka pesan sudah datang, Leon segera mengambil garpu dan pisau untuk menikmati hidangan."Leon," seru Laura, membuat Leon menghentikan tangannya sejenak.Laura bertanya apa alasan Leon membawa dirinya ke tempat itu. Karena ia mulai sadar bahwa sepertinya Leon memang menyewa tempat tersebut, khusus untuk mereka berdua."Alasannya jelas, karena ini adalah hari ulang tahunmu," ungkap Leon. Nada bicaranya masih tak berubah, sangat lembut.Seketika Laura sangat kaget. Dari mana Leon dapat mengetahui tanggal lahirnya. Seakan-akan semua identitas Laura, Leon dapat menebaknya dengan tepat.Tidak hanya itu saja, Leon juga terus memanggilnya dengan sebutan Launa.Waktu itu Laura sempat menanyakan hal ini pada Felix. Tapi sayang, Felix tak tahu-menahu akan hal itu."Atau jangan-jangan Leon masih menganggap aku sebagai tunangannya yang lama dan memanggilku dengan sebutan namanya," tebak Laura dalam hati."Ah, tapi sepertinya tidak mungkin! Karena menurut Felix, nama dari tunangan Leon yang lama bukanlah Launa. Atau bisa jadi Leon salah membawa orang. Tidak menutup kemungkinan jika dia membuat perjanjian palsu ini dengan wanita lain yang bernama Launa, dan dia malah menangkapku karena menganggap aku adalah orang itu hanya karena nama kita mirip."Apapun itu alasannya, Laura tidak akan bisa mengetahui segalanya dalam waktu singkat.Semua butuh proses, tidak ada yang instan dalam kehidupan ini. Sekarang dia hanya bisa menyisihkan sebagian hari-harinya untuk memainkan peran sebagai nona pengganti.Di saat yang bersamaan, 6 orang pelayan berpakaian rapi datang menghampiri meja mereka berdua. Semuanya sibuk membawa bawaan masing-masing.Ada yang membawa buket bunga yang ukurannya sangat besar, tas-tas belanja berisi barang branded, serta kue tart yang tak lupa diikutsertakan.Begitu terkejut Laura saat seorang pelayan menyerahkan buket bunga itu padanya."Te---terima kasih," gugup Laura.Ini adalah pertama kalinya ia merayakan hari kelahiran setelah 24 tahun hidup di dunia.Bahkan Devano saja yang memiliki hubungan khusus dengannya selalu lupa akan hari penting tersebut, meskipun Devano mengaku sangat menyayangi Laura.Setelah semua pelayan meletakkan barang bawaan ke meja sebelah agar tidak memenuhi meja Leon dan Laura, mereka kembali melanjutkan pekerjaan masing-masing.Kini keadaan kembali sepi seperti sebelumnya.Secara tiba-tiba Leon mendekati wajahnya ke depan wajah Laura dan membuatnya semakin panas dingin."Astaga, Leon mau ngapain? Tolong jangan dekat-dekat begini!" Laura terus mengeluh dalam hati.Tak disangka Leon mencium kening Laura dengan sangat lembut, membuat Laura terpaku diam dan tak bisa mengatakan apa-apa."Selamat merayakan hari lahir, wahai wanita baik. Semoga Tuhan selalu melindungi dan menjagamu, di mana pun kamu berada," bisik seorang Leon Halton.Dalam sekejap mata Laura kembali berkaca-kaca. Suara ini membuat Laura dilanda perasaan bersalah.Di satu sisi ia merasa bahwa dirinya telah mengkhianati Devano, yang merupakan kekasihnya sendiri. Seharusnya hanya Devano satu-satunya lelaki yang berhak mencium keningnya setelah sang ayah, bukan malah Leon.Di sisi lain, sebenarnya Laura juga tidak tega jika terus-terusan membohongi pria tampan tersebut."Leon, asal kamu tau bahwa aku bukanlah wanita yang seharusnya ada di sini. Takdir mempertemukan kita dengan ketidaksengajaan dan aku masih belum bisa mengatakan kebenaran ini padamu. Entah sampai kapan kamu akan terus menganggap aku sebagai seorang Launa," gumam batin Laura.Dengan cepat, Leon kembali menjauh dari posisinya sekarang."Maaf jika tindakanku kurang sopan," ucap Leon, tapi Laura memaafkannya.Berselang beberapa menit, suasana kembali kaku. Mereka bingung harus membicarakan apa lagi.Memanfaatkan kesempatan, Laura menyampaikan permohonannya pada CEO dari perusahaan Halton Group tersebut."Tolong panggil aku dengan sebutan Laura saja. Karena aku kurang suka dengan nama Launa, hingga aku membuat nama panggilan khusus untuk diriku sendiri," pinta Laura dengan kebohongannya. Ia mengalihkan pandangan ke arah sekitar dan tak berani menatap mata Leon."Baiklah, Laura."30 menit kemudian.Setelah mereka menghabiskan santapannya, Leon pun langsung mengajak Laura untuk kembali melanjutkan perjalanan."Memangnya mau kemana lagi kita?" tanya Laura, tapi tak di jawab oleh Leon.Saat mereka melangkah keluar restoran, terlihat dua orang pria sedang mengintip dari balik semak-semak."Itu Kak Laura, wanita yang aku maksud," kata Felix sambil menunjuk ke arah Laura.Sebagai saudara yang seumuran dengan Leon, Damian terus menajamkan matanya menatapi Laura dari kejauhan."Kok di mau sih jadi tunangannya Leon? Padahal Leon 'kan orangnya pendiam, seru juga tidak!" ketus Damian, main asal ceplas-ceplos. Walaupun sebenarnya Damian juga memperdulikan Leon sebagai seorang saudara."Hei, memangnya Kakak pikir dia mau sama Kakak?""Dih, jangan salah! Kamu tau sendiri 'kan ada berapa wanita yang sudah aku miliki sekarang? Ya, lebih dari empat dan mereka semua akur.""Justru itu yang akan membuat Kak Laura menyesal seumur hidup jika dia menjadi wanita Kakak. Sudah tau Kakak 'kan orangnya playboy."Spontan, Damian memukul kepala Felix."Jaga bicaramu, Bodoh!"Tak terima, Felix pun berkata bahwa Damianlah yang harus menjaga omongannya."Kalau seandainya Kak Leon melihat ini, pasti dia akan memarahi Kakak habis-habisan," lanjut Felix, masih terus bertengkar dengan Damian.Meski mereka sering berbeda pendapat dan tak jarang sampai bertengkar seperti ini, tapi kenyataannya hubungan mereka sangatlah erat. Perbedaan tidak akan menjadi halangan di antara mereka semua.Hal ini dapat dilihat dari sikap masing-masing yang terkesan bagaikan langit dan bumi.Jika Leon adalah orang yang setia, Damian merupakan seorang playboy, tentu Felix berada di tengah-tengahnya. Bisa dikatakan dia tidak berpihak pada siapa pun dan belum terlalu mau mengurusi dunia percintaan yang menurutnya tak berguna.Felix bahkan berniat menghabiskan masa mudanya untuk menyenangkan diri sendiri, bukan untuk buang-buang waktu dengan gaya berpacaran yang tidak ia sukai.Karena sibuk bertengkar, mereka sampai tak menyadari bahwa Leon dan Laura sudah pergi sejak tadi. Rencana mereka untuk terus mengikuti dari belakang pun gagal.Tiba-tiba ponsel milik Damian dan Felix berdering secara bersamaan. Menandakan ada pesan masuk dari Leon."Damian, tolong jangan mengajarkan hal yang tidak sopan pada Felix. Jika kamu tidak bisa memberikan contoh yang baik, maka jangan memberikan contoh yang buruk pula. Sudah cukup kamu saja yang bikin kami semua pusing. Lain kali, jangan pernah memukul kepala Felix lagi di hadapanku!" tulis Leon yang ternyata sempat menyadari akan keberadaan mereka.Membaca pesan itu, Damian langsung cemberut."Siapa yang memukulnya di hadapanmu, Bodoh! Aku memukul adik kesayanganmu ini secara diam-diam!" teriak Damian melampiaskan amarahnya pada ponsel yang ia pegang."Kamu juga, Felix! Jangan biasakan untuk ikut campur dengan urusan orang lain tanpa ada keperluan penting. Lebih baik sekarang kamu langsung ke kantor saja karena ada klien dari perusahaan besar yang akan datang. Tolong urus mereka dengan baik.""Siap, Kak!" tulis Felix membalas pesan Leon.Beberapa hari kemudian, Leon dan Laura memutuskan untuk menggelar acara pernikahan mereka setelah melakukan pertunangan.Namun, di hari yang bahagia ini Laura terlihat begitu sedih. Ia tak menyangka jika orang tuanya masih belum ditemukan sampai saat ini, bahkan saat dirinya hendak menempuh hidup baru dengan pria pilihannya.Di ruang rias pengantin, Laura sedang menatap dirinya di depan cermin.Balutan gaun itu terlihat sangat indah, tapi tidak dengan hatinya. Meski merasa ada goresan kebahagiaan, namun luka tetap menyertai."Bagaimana bisa aku menikah tanpa kehadiran orang tuaku?" tanya Laura dalam hati.Tapi tiba-tiba matanya membelalak saat melihat sosok wanita dari pantulan cermin. Wanita itu tengah berdiri di belakangnya, dan ternyata itulah adalah Manda.Laura menolah karena tidak percaya. Ia pikir ini hanya halusinasi saja. Tapi ternyata ini adalah kenyataan. Tidak lama kemudian Erik dan Launa ikut masuk ke ruangan yang sama. Kali ini sebuah keluarga yang utuh berkumpul di sat
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini sudah memasuki bulan keempat setelah takdir kembali mempertemukan Leon dengan Laura.Selama beberapa waktu tersebut, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan Leon juga sering menjemput Laura dari minimarket tempatnya bekerja dan mengantarkan dia pulang ke kontrakannya.Di pagi yang cerah ini, Leon dan Laura telah membuat janji untuk saling bertemu di sebuah kafe yang sangat sepi.Kafe ini jarang sekali dikunjungi oleh para pengunjung dan biasa di datangi oleh orang-orang tertentu saja. Selain karena harga menu-menunya yang mahal, ketersediaan tempat duduk di kafe tersebut juga sangat terbatas. Sehingga orang-orang yang tidak menyukai keramaian akan sangat menyukai tempat ini.Laura terlihat tengah menunggu Leon sendirian. Ekor matanya tak henti melirik ke sana dan kemari, mencari sosok pria yang selama ini masih ia kagumi sepenuh hati.Tak disangka ternyata Vincent ada di kafe itu juga. Melihat ada Laura di sana, tentu Vincent sanga
Dua hari kemudian, Leon membulatkan tekad untuk datang ke minimarket tempat Laura bekerja.Melihat Leon datang ke sana, tubuh Laura grogi tak karuan."Leon. Untuk apa dia datang ke sini?" tanya Laura dalam hati. Ia benar-benar sangat gugup."Laura, apa kau punya waktu?" Tanpa basa-basi Leon langsung bertanya ke intinya."Hah!! Maksudmu?""Apa yang punya waktu untuk menemaniku makan siang sekarang?"Seketika Laura merasa seperti tersambar petir. Bagaimana bisa Leon tiba-tiba datang dan mengajaknya makan bersama seperti dulu lagi."Ma---maaf, Leon. Aku tidak bisa karena masih ada kerjaan," balas Laura yang tidak berani menatap mata lawan bicaranya.Mendadak, dari dalam keluarlah seorang wanita bernama Fira.Fira adalah karyawan baru juga di sana. Ia baru mulai bekerja kemarin hari."Bukankah sekarang sudah masuk waktu istirahatmu, Laura?" tanya Fira yang sebelumnya tidak sengaja mendengar percakapan mereka."Ta---tapi bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian di sini?""Tidak apa-apa
Vincent mengantarkan Laura pulang ke kontrakannya."Jangan tidur terlalu malam," pesan Vincent sambil mengacak pelan rambut Laura."I---iya," jawabnya gugup.Tak ingin berlama-lama lagi, Vincent langsung bergegas untuk meninggalkan tempat."Baiklah, aku pergi dulu.""Hati-hati, Vincent. Jangan terlalu kencang bawa mobilnya." "Tenang saja, Nona Cantik," balas Vincent sambil meledek Laura.Setelah beberapa menit berlalu, kini ia sudah sampai di apartemennya dan bergegas meraih sebuah sofa untuk mengistirahatkan diri di atas sana.Vincent membuka jas yang dia pakai dan melemparkannya ke atas sofa yang sama.Kemudian ia duduk dengan mata terpejam, sambil mengingat semua moment yang lalui hari ini."Laura Zara. Gadis yang cukup menarik bagiku. Dia cantik, baik, tidak matre, bahkan dia juga lebih menarik dibandingkan gadis lain.""Entah siapa pria beruntung yang Laura maksud tadi, tapi yang jelas aku sangat iri padanya karena bisa mendapatkan hati Laura."Cring, cring ....Tiba-tiba dering
Laura dan Vincent tengah menikmati kebersamaan di sebuah pasar malam yang tidak jauh dari kontrakan Laura.Saat dirinya sedang membereskan rumah, tiba-tiba Vincent datang dan mengajak Laura untuk menikmati udara malam di luar.Tentu Laura tak bisa menolak. Bagaimana pun juga semua Vincent sudah sangat berjasa untuknya."Kau mau makan apa?" tanya Vincent pada Laura."Terserah kau saja," balas Laura. Ya, balasan yang biasa dipakai oleh sejuta kaum hawa."Bagaimana kalau bakso saja. Apa kau suka bakso?" tanya Vincent lagi.Laura mengangguk kecil.Dengan segera Vincent menggandeng tangan Laura dan menuntunnya ke sebuah kedai bakso paling ramai yang ada di sana."Apa sebelumnya kau sudah pernah ke pasar malam?" tanya Laura basa-basi.Vincent menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis."Belum. Ini adalah pertama kalinya.""Orang kaya sepertimu pasti selalu makan di tempat ya mewah. Iya, 'kan? Apa kau tidak merasa risih jika makan di tempat sederhana seperti ini?" Laura sedikit ragu dan
Tok, tok, tok!!Leon mendengar suara ketukan pintu dari bilik kamar."Masuk!" ujar Leon tegas."Permisi, Tuan Leon. Di bawah ada Nona Laura yang datang dan sedang menunggu Tuan," jelas Angel."Apa!! Laura?" Leon tak percaya mendengarnya.Namun, seketika ketidakpercayaannya itu dipatahkan oleh anggukan Angel."Baiklah, saya akan segera turun."Saat sedang menuruni anak tangga, Leon memang melihat sosok wanita yang tengah menunggu dirinya."Laura," panggil Leon pelan.Wanita tersebut menoleh santai. Kemudian ia tersenyum melihat bahwa Leon sudah berada tepat dibelakangnya."Ada yang mau aku bicarakan padamu," ujar wanita itu.Sampai saat ini Leon masih tak curiga sama sekali. Ia belum sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah Laura melainkan Launa. Benar, wanita yang akhir-akhir sedang ia cari untuk meminta pertanggung jawaban."Tapi aku tidak mau kita membicarakannya di sini karena takut di dengar oleh para pelayanmu," jelas Launa sambil melirik ke sana kemarin.Leon yang masi