Langit sudah menggelap, heningnya suasana kamar hotel mewah itu terusik oleh suara racauan dari seorang wanita dengan tampilan yang sungguh memprihatinkan. Rambut panjang berwarna coklat itu terburai menutupi sebagian wajah cantiknya. Tubuhnya lunglai terbaring diatas ranjang dengan kesadaran yang sebentar hilang sebentar kembali akibat pengaruh alkohol yang cukup banyak dikonsumsinya.
"Dia membenciku ... apa yang harus aku lakukan?" Wanita itu kembali menangis dan meracau tak jelas membuat dua orang yang berada di samping ranjang menoleh dan saling pandang dengan tatapan prihatin.
Susan dan Dion hanya mampu menghela nafas melihat kondisi Tiara. Mendapat cerita dari Rafa, Dion dan Susan segera menyusul Tiara yang sudah pasti kacau seperti saat ini. Mengingat Tiara tak memiliki siapapun di kota ini membuat mereka khawatir.
"Kita harus gimana?" tanya Susan pada Dion yang tampak ber
Malam yang semakin larut tak membuat Shofi memejamkan mata. Wanita itu masih terjaga ketika bayangan sang suami yang bergandengan mesra dengan Tiara terus menari-nari di kepalanya. Bayangan itu ia ciptakan sendiri ketika rasa takut semakin menggelayutinya. Berbagai dugaan juga bermunculan hingga menambah gelisah. Mungkinkah sang suami berani bermain api di belakangnya? Mungkinkah Rafa tega membohonginya? Juga ... apa mungkin karma dari perbuatan masa lalu sang ibu kini harus ia alami?Perlahan Shofi menoleh pada Rafa yang sudah tertidur pulas di sampingnya. Ia pandangi wajah tampan itu dengan seksama. Entah sejak kapan laki-laki itu telah menyelinap dan masuk begitu saja pada dasar hatinya yang terdalam. Bersemayam di dalam sana hingga menimbulkan debaran kebahagiaan juga kekhawatiran.Shofi memejamkan mata berusaha menekan rasa sakit dan sesak yang menghimpit dadanya ketika membayangka
"Shofi."Tiara menegakkan tubuhnya, memindai Shofi yang menatapnya tanpa berkedip. Namun, yang menyita perhatian Tiara adalah mata Shofi yang basah. Tiara menoleh pada Nana bermaksud meminta penjelasan atas situasi yang terjadi sebelum dirinya datang hingga suasana tiba-tiba terasa mencekam."Nah, kebetulan sekali Kak Tiara datang." Nana menatap sinis pada Shofi. "Kau bisa menanyakan kebenaran yang ada pada Kak Tiara," cetus Nana. "Kau bisa bertanya bagaimana selama ini Kak Rafa sangat mencintai Kak Tiara!"Tiara terkesiap ditempatnya, tak menyangka jika dirinya menjadi topik pembahasan Nana hingga Shofi menangis. Suara isakan tangis Shofi yang lolos membuat Tiara memusatkan pandangannya pada wanita tersebut dan tatapan keduanya beradu ketika Shofi mendongak menatapnya."Katakan saja, Kak! Tidak usah ditahan. Aku paling benci jika menyangkut ora
Langit telah berubah gelap dengan indahnya kerlip bintang yang beradu dengan keindahan bulan. Suara adzan Isya yang berkumandang mengiringi langkah dari wanita berpasmina pink yang tengah larut dalam kesedihan yang amat dalam. Shofi berjalan kaki dari area pemakan hingga kini berada di jalan perumahan miliknya. Matanya sembab, namun sudah tak ada air mata. Mungkin telah terkuras habis di makam sang mama ketika meratapi kesedihan. Langkahnya pelan dengan tatapan kosong menapaki jalan berpaving tersebut."Mbak Shofi?"Pekikan dari seseorang wanita yang berlari ke arahnya membuat Shofi berhenti."Mbak Shofi, kenapa jalan sendirian?" Yayuk yang sejak tadi menunggu terlihat cemas.Shofi tak lekas menjawab, ia memperhatikan sekitar dan baru menyadari jika dirinya telah berada di depan rumahnya. Ia mendongak menatap bangunan tinggi yang beberapa bulan
Malam semakin larut, di saat semua orang sudah terlelap dalam mimpi, lain halnya dengan Alya. Wanita berbadan dua tersebut berdiri di balik jendela dan tengah mengintip Akbar yang sedang menemui salah satu anak buahnya di teras samping. Tak lama, Alya segera menutup rapat tirai lalu segera naik ke atas ranjang ketika melihat tamu suaminya pulang dan Akbar berjalan masuk ke dalam rumah. Alya pura-pura memejamkan mata ketika mendengar suara pintu kamarnya terbuka.Akbar yang melihat istrinya terlelap berjalan mendekati wanita tersebut. Mengusap kepala Alya lalu memberikan kecupan singkat di pipi wanita itu sebelum kembali menuju meja kerja yang terdapat di kamarnya. Akbar duduk dengan tenang tanpa menimbulkan suara sedikitpun agar tak mengganggu tidur sang istri.Ia membuka amplop coklat yang berisikan banyak foto di sana. Ia pandangi satu persatu lembaran foto Shofi di berbagai tempat tersebut. Akbar memindai semua dan mencocokkan tangg
Tangis Shofi pecah di pelukan Rafa usai mendapat bentakan dari laki-laki tersebut. Ia sungguh takut dengan nada tinggi dari Rafa.Begitu pun dengan Rafa, sebongkah penyesalan mulai merambati dirinya usai membentak sang istri, tapi tak bisa dipungkiri jika kelegaan luar biasa ia rasakan ketika mendengar semua pengakuan Shofi yang telah menerima masa lalunya dan mau mempertahankan dirinya.Beberapa menit yang lalu ketika Rafa yang tiba di Cafe tersebut, ia yang hendak menuju meja di mana Shofi berada memilih diam ketika mendengar Shofi yang berusaha mempertahankan dirinya. Sungguh saat itu ia ingin merengkuh tubuh sang istri dalam pelukan, mengecupi seluruh wajah wanita itu dengan hangat guna menyalurkan rasa terima kasih, rasa sayang juga cintanya yang meluap-luap saat itu juga pada Shofi. Barulah ketika Tiara berani berucap kasar pada Shofi Rafa segera mendekat.Rafa merutuki dirinya karena telah kasar memp
Semilir angin sore menerbangkan pasmina milik wanita yang tengah berdiri di balik jendela kamar yang terbuka. Mata indah yang terusik oleh sembab itu menatap kosong udara tak kasat mata. Tak lama ia menunduk sambil meraba perutnya. Ia merasa keputusannya semalam untuk tak memberitahu mengenai kahamilannya adalah benar. Entah sampai kapan ia akan merahasiakan kehamilannya pada sang suami yang saat ini sedang menghampiri wanita lain atas izinnya sendiri."Aku mohon ... pergilah temui Kak Tiara. Dia membutuhkanmu, Kak," pinta Shofi.Usai mendapat kabar dari Dion tentang Tiara, Shofi berusaha meyakinkan Rafa agar laki-laki itu mau menemui Tiara yang sedang dalam kondisi drop karena sejak kemarin wanita itu menolak semua makanan maupun obat, bahkan selang infus yang tertancap di punggung tangannya ia cabut. Tiara seolah ingin menyiksa diri sendiri sebagai wujud protes dan kefrustasian cintanya pada Rafa."Tidak!""Kaak!"
Setelah mendapat perawatan di UGD, Rafa kini telah dipindahkan ke ruang rawat inap. Laki-laki itu sedang tertidur sebab tubuhnya benar-benar minta diistirahatkan. Heni yang begitu khawatir pada kondisi Rafa terus menunggu Rafa. Sedangkan Alya duduk bersandar di sofa merasakan tubuhnya yang lelah, selain dilanda kepanikan sesaat lalu, banyak menangis juga yang membuat wanita itu kepayahan. Beruntung sang suami siaga. Akbar terus memijit lengan sang istri. Wajahnya jelas begitu khawatir meski berulang kali Alya mengatakan jika dirinya baik-baik saja."Sebaiknya kamu sama Ibu pulang, ya, Sayang. Biar aku yang jagain Rafa," tutur Akbar."Nggak usah, Mas. Aku nginep di sini saja. Sofa ini muat kok buat kita tidur berdua." Alya menepuk sofa lipat yang sedang ia duduki. "Ibu biar tidur di bed itu." Kali ini Alya menunjuk bed kosong yang memang dikhususkan untuk penunggu pasien.Sebenarnya Akbar tak setuju, tapi ia memilih menur
"Kakak, pulangnya hati-hati, ya. Salam buat Kak Alya. Sampaikan maafku untuk Ibu," ucap Shofi ketika mengantar Akbar menuju mobil.Akbar tak lekas masuk, wajahnya menyiratkan kecemasan. "Dek ....""Iya, Kak," jawab Shofi. Ia menunggu Akbar yang terlihat ragu-ragu ketika hendak berucap. Ia pun kembali bertanya. "Kenapa, Kak?""Kalau terjadi sesuatu segera telfon Kakak. Juga ... kalau kepingin apapun segera bilang Bi Susi, kalau di sini nggak ada telfon Kakak nanti biar Kakak belikan. Jangan nahan apapun kalau kepingin sesuatu."Usai mendapati tentang kehamilan sang adik, Akbar memilih untuk tak menegur Shofi. Ia tidak ingin kembali membuat Shofi tertekan. Ia harus memindai situasi lebih dulu sebelum memberitahu hal ini pada semua terutama Rafa."Kamu hati-hati di sini, ya. Minggu depan Kakak akan kembali lagi sama Kak Alya," tutur Akbar. Ia masih belum mau beranjak untuk mem