Share

4. Ayana Maheswari

Bukan Pahlawan 4

Ayana Maheswari

Namaku Ayana Maheswari, sudah tiga tahun ini aku bertugas di desa , sebuah desa yang terletak di lereng gunung. Desa ini terdiri dari lima dusun dengan jumlah penduduk terbanyak sekecamatan. Desa ini adalah desa yang paling tinggi di banding desa lain yang ada di kecamatan. Sudah tidak ada lagi desa lain di atas  desa yang kutemui. 

Selama ini aku tinggal bersama dengan keluarga Bu Teguh di rumah mereka yang terhitung mewah untuk ukuran  warga desa sini sebelum aku menempati rumah yang juga berfungsi sebagai PKD sejak enam bulan yang lalu. Sebenarnya Bu Teguh dan keluarganya agak keberatan aku menempati PKD meski ada mbok Seni yang menemaniku. Mereka berharap aku tetap tinggal di rumah mereka meski aku melakukan pelayanan di PKD.

Dulu sebelum PKD selesai di bangun dan diresmikan, aku melakukan melakukan pelayanan di kantor PKK desa tapi setelah PKD diresmikan pihak pemerintah desa berharap aku mau menempati rumah itu agar kalau ada warga yang membutuhkan bantuanku bisa lebih dekat dan aku hanya menurut.

Selama enam bulan menempati rumah itu, selama itu tak pernah ada yang menggangguku, aku biasa pulang malam bahkan dini hari kalau ada warga yang membutuhkan terutama bila ada warga ingin melahirkan.

Malam itu, mungkin aku sedang sial hingga aku diperkosa  oleh orang tak dikenal. Aku benar-benar tak tahu siapa pelakunya. Tak ada jejak yang bisa mengarahkan siapa pelakunya sama sekali di PKD, tapi mungkin lebih baik aku tak melihat wajahnya.

Aku memang tak mau kasusku dibawa ke ranah hukum karena aku tak mau orang akan membullyku. Tahu sendiri kan yang namanya kasus pemerkosaan yang dihujat tidak hanya pelakunya tapi juga korbannya. Aku hanya ingin melupakan apa yang terjadi meski sesuatu yang berharga telah hilang dari diriku.

Aku sangat bersyukur dipertemukan dengan keluarga Abisatya karena mereka sangat menyayangi dan melindungiku. Kejadian ini membuatku semakin tahu  seberapa besar perhatian mereka padaku. Aku bisa melihat  bagaimana semua  anggota keluarga Abisatya ikut merasakan kesedihanku. Mereka juga berusaha  menghiburku.

Mereka juga yang berusaha menenangkan  ibuku yang marah saat tahu kecelakaan apa yang menimpaku. Ya, ibu memang akhirnya  datang ke rumah keluarga Abisatya bukan pada hari itu tapi pada keesokan harinya. Dia hanya datang  sendiri tanpa suaminya, ibu beralasan suaminya sangat sibuk jadi dia tak bisa ikut datang. Aku hanya tersenyum sinis karena aku tahu suami ibu sangat tidak menyukaiku. Mungkin ibu diam-diam mendatangiku karena Zayn memaksanya untuk  datang.

Kadang-kadang aku tak percaya kalau perempuan berwajah cantik yang terlihat polos tapi berhati iblis itu adalah ibuku. Orang yang tak mengenalnya  dekat akan  mengira dia adalah seorang malaikat karena  tutur katanya yang manis dan tingkahnya  yang menyenangkan  tapi perlakuannya kepadaku dan ayah sangat berbeda. Ibu selalu berteriak dan mengumpat kalau bicara apalagi setelah ibu bertemu  dengan suaminya  yang sekarang.

Ibu langsung marah dan mencaci makiku karena dia saat tahu kecelakaan apa yang menimpaku, dia malah mengata-ngataiku sebagai pelacur membuat Zayn mengusirnya. Zayn  terlihat  sangat  marah pada ibu tapi perempuan tak tahu malu itu bahkan merasa sangat senang Zayn mengusirnya karena dia bisa segera pergi dari  rumah Abisatya.

Aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya tapi aku tahu dia membenciku karena aku adalah anak ayahku, laki-laki yang sangat dia benci karena telah merenggut kebahagiannya dengan mantan pacarnya yang kini telah menjadi suaminya.

Aku masih menangis di kamarku di sebelahku Zayn berusaha menghiburku.  saat seorang laki-laki mengucap salam dan memasuki kamarku. 

Laki-laki itu  berdiri menjulang di depanku, wajah tampannya tampak muram saat menatapku membuatku merasa makin tak menentu. Laki-laki itu Rizwan Daniswara, laki-laki yang selama ini kucintai dan aku harapkan di masa depan untuk menjadi pendamping hidup di mana aku dan dia tumbuh dan menua bersama.

Laki-laki itu duduk di sisi tempat tidur dan menyuarakan namaku, aku berusaha menegakkan tubuhku dengan susah payah dan masuk ke dalam pelukannya dan menangis di situ. Rizwan memelukku erat, ada kesedihan yang menggantung di matanya yang membuatku makin merasa sedih.

“Kenapa?” tanyanya lembut sembari mengusap air mataku dengan jemarinya.

Pelakuan Rizwan yang lembut membuatku makin menangis, aku merasa makin sedih karena merasa seperti telah mengkhianatinya. Sesuatu yang yang seharusnya kuberikan untuknya hilang begitu saja di renggut oleh seseorang yang bahkan tak kutahu siapa.

Aku tak tahu apa yang harus aku katakan pada Rizwan, aku hanya bisa menangis yang membuat Rizwan semakin bingung. Rizwan berusaha menenangkanku tapi aku justru merasa semakin terpuruk.

Seorang pelayan datang membawakan minuman dan makanan kecil untuk Rizwan dan meletakkannya di atas meja. dia mempersilakan Rizwan dengan sopan dan Rizwan mengangguk sembari mengucap terima kasih. Tak lama kemudian bu Teguh masuk ke ruang tamu dan Rizwan  langsung menyalaminya, dia menyapa Rizwan. Aku masih meringkuk dalam pelukan Rizwan saat Bu Teguh meminta Rizwan untuk berbicara  dan dia mengajaknya duduk di kursi lain agak jauh dariku.

Aku tak tahu apa yang mereka tapi aku yakin mereka sedang berbicara tentangku. Aku bisa melihat wajah Rizwan yang menggelap dan kemarahan  tampak mengental di sana membuatku menggigil. Aku sangat mencintai Rizwan karena itu aku takut kalau dia akan memutuskan hubungan kami. Aku ingin dia tetap menerimaku apa adanya walau aku sudah ternoda.

“Tenang, Ay. Aku yakin Rizwan tidak akan menyalahkanmu, dia sangat mencintaimu,” bisik Zayn yang tiba-tiba saja ada di sampingku.

Aku menatapnya dan mengangguk sambil mengusap air mataku.  Setelah kejadian malam itu, Zayn jadi lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah keluarga Abisatya untuk menghiburku. Biasanya dia lebih banyak berada di ibu kota kecamatan mengurusi cafenya yang memang sangat ramai.  Aku melihat kelelahan di matanya karena kejadian ini hampir membuatnya tidak tidur, dia selalu terjaga saat aku menjerit dalam depresiku  dan berteriak setiap mengingat kejadian itu.

“Benarkah?” aku menatapnya tak percaya.

“Kamu yakin masalah ini akan terlewati kamu hanya perlu bersabar,” katanya sambil menggenggam tanganku.

Aku menunduk, merasakan kehangatan telapak tangannya di punggung tanganku  membuatku merasa nyaman. Aku tersenyum kecil saat melihat Rizwan berjalan ke arahku,laki-laki itu kemudian kembali duduk di sisiku.

“Benarkah yang Bu Teguh bilang, Na?” tanya Rizwan sambil menatapku dengan tatapan kecewanya.

“Maaf ….,” aku menggigit bibir bawahku tak berani menatapnya.

“Bukan salah kamu,” katanya meraihku ke dalam pelukannya, “Maaf aku tak ada untuk melindungimu.”

Aku kembali menangis tapi kini aku merasa sedikit lega karena Rizwan mau mau menerimaku yang sudah ternoda. Bu Teguh dan Zayn meninggalkan kami berdua di ruang tamu. Hampir dua jam aku dan Rizwan di kamarku hingga dia pamit untuk kembali ke kotanya.

Rizwan memang tidak tinggal di kota ini tapi dia tinggal di kota lain yang berjarak satu setengah jam dari desa ini. Rizwan sudah mengajukan proses pindah ke kota  kabupaten tempatku tinggal saat ini syukur-syukur ditempatkan di kota kecamatan jadi kami gak akan berjauhan lagi.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status