Share

bab 10

Author: kajede10
last update Last Updated: 2022-11-23 12:26:18

Dua wanita itu masih membahas perihal anak-anaknya yang sudah tumbuh dewasa. Mereka berdua kembali melayangkan ingatan pada momen masa lalu. 

Gina mengeluarkan ponselnya, menunjukkan foto Aruna saat kecil yang masih ia simpan. Membandingkannya dengan foto Aruna sekarang, "Gadis ini benar-benar tumbuh dengan penuh kasih, dia sangat manis dan cantik, persis seperti bundanya!" puji Gina serius. 

"Aris juga tumbuh dengan baik, wajah tampannya berhasil mengalahkan suamimu!" kata Rania membalas. 

Membahas Aris, membuat Gina menekuk wajahnya. Hanya dengan mendengar nama anaknya saja, wanita itu sudah kesal. 

"Jangan bahas dia! aku sedang kesal dengan anak itu," ujar Gina.

"Loh kenapa?" tanya Rania penasaran. 

Gina terdiam sejenak, ia sedang menyusun kalimat yang dapat memberikan alasan kenapa dirinya kesal dengan Aris. 

"Kamu tahu sendiri kan, sejak dulu aku selalu berharap bisa melihat putraku menikah secepatnya, Tapi anak itu malah memilih untuk menunggu kekasihnya," ujar Gina malas. 

"Loh, bukannya bagus? Tidak banyak orang yang mempunyai perasaan setia seperti Aris," ujar Rania yang malah memuji sikap Aris. 

"Aku senang karena anakku tumbuh menjadi laki-laki yang setia, tapi-" kalimat Gina menggantung. 

Rania masih setia menunggu penjelasan dari wanita yang duduk dihadapannya ini, Gina menghembuskan nafasnya kasar sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya. 

"Sudah delapan tahun Aris menunggu tanpa kepastian, dia bahkan tidak tahu di mana kekasihnya tinggal saat ini. Bukankah hubungan tidak akan pernah berhasil karena kurangnya komunikasi?" ujar Gina mempertanyakan keresahannya selama ini. 

Rania paham, sahabatnya itu merasa resah karena kekasih dari anaknya tak kunjung memberikan kabar. Namun ia tidak tahu harus merespon seperti apa. 

"Aku terus mencarikan perempuan-perempuan yang sesuai dengan seleranya, tapi tidak ada satu pun yang dia suka," tambahnya dengan suara sedih. 

"Aris pasti berpikir bahwa aku adalah ibu yang jahat, padahal aku hanya ingin melihat anakku bahagia, sudah cukup delapan tahun ia menunggu," wajah kini gantian Gina yang memasang wajah sedih. 

"Aris anak yang baik! Dia pasti akan menemukan pasangan hidupnya nanti, kamu tentu percaya dengan keputusan anak itu kan." 

Rania benar, meskipun Gina terkesan memaksa, namun ia tetap memilih untuk menunggu hingga Aris mau menyetujuinya. 

Meski banyak perempuan yang sudah ia coba sandingkan dengan Aris, jika anak itu masih tidak mau, maka Gina akan kembali mencari yang lain, sampai Aris menyetujuinya nanti. 

Gina sangat menyayangi anak semata wayangnya, apa pun yang Aris mau akan ia kabulkan secepatnya, meski pun Aris tidak melakukan hal yang sama kepadanya. 

"Yakin saja pada Aris, dia tidak akan pernah membuatmu kecewa." jawaban Rania berhasil menyadarkan Gina agar tidak terlalu memaksa anaknya. 

Mereka menghabiskan waktu untuk saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Nampak sekali dua wanita itu sangat bahagia dengan keluarganya saat ini. 

Meski pun diterpa masalah, namun mereka sama sekali tidak pernah menyerah, malah hal itu membuat keluarga mereka jadi semakin kokoh. 

**

Di tempat lain, Aris sedang sibuk dengan pekerjaannya yang menggunung. Sepertinya memang tidak ada waktu untuk istirahat. 

Matanya tetap terjaga bahkan saat jam dinding itu menunjukkan pukul sepuluh malam. Wira sudah ijin pulang sejak sore tadi, Aris lembur sendirian di perusahaan besar ayahnya. 

Memang Aris adalah pewaris kekayaan keluarganya, anak satu-satunya membuat Aris mendapatkan warisan yang banyak. 

Namun ia juga harus bisa mempertahankan jabatannya, karena jika ia membuat kesalahan fatal, maka segala yang ia dapatkan akan ditarik kembali oleh orang tuanya. 

Untungnya selama ia menjabat beberapa tahun terakhir, perusahaan sang ayah jadi lebih meningkat, tidak heran karena Aris lulusan di sebuah universitas ternama di luar negeri. 

Meski begitu hidup Aris tidak berjalan semulus yang dibayangkan, karena kisah cintanya membuat Aris terlihat sangat menyedihkan. 

Setelah menandatangi satu berkas lagi, akhirnya semua pekerjaan laki-laki itu sudah usai. Aris merileks-kan tubuhnya sejenak, punggungnya terasa sangat pegal akibat duduk seharian di depan komputer kerjanya. 

Laki-laki itu keluar dari ruangan kerjanya, matanya menelusuri sekitar yang sepi senyap akibat semua karyawan yang sudah pulang ke rumahnya masing-masing. 

Di dalam mobil, matanya disuguhkan dengan sebuah foto yang membuat bibir laki-laki itu terangkat. Baru kemarin Aris memasang foto kecil itu di mobilnya, sebagai pengingat bahwa dirinya adalah milik Anya. 

Meskipun sudah malam, namun jalanan di kota besar ini masih memperlihatkan beberapa pengendara yang melintasi jalan, sehingga Aris tidak merasa sendiri. 

 Sampai di dalam rumah, Aris terkejut mendapati kedua orang tuanya sedang membahas hal yang nampak cukup serius, mereka bahkan tidak sadar dengan kedatangan putra semata wayangnya. 

Karena merasa cukup lelah, akhirnya Aris menyelonong masuk tanpa menyapa mereka berdua. Tubuhnya terlalu lelah untuk berinteraksi dengan dua manusia lagi. 

Laki-laki itu membasuh tubuhnya yang terasa lengket, hanya bermodal handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya, Aris memperlihatkan badan kekarnya di depan cermin. 

Sungguh tubuh yang sangat sempurna, banyak orang menginginkan proporsi tubuh semacam Aris. Terlihat sangat gagah dan kekar. 

Sejujurnya Aris sejak jaman sekolahan dulu adalah seseorang yang paling digilai para perempuan, wajahnya yang tampan dan otaknya yang pintar menambah ketertarikan perempuan padanya. 

Sampai akhirnya Aris bertemu dengan seorang perempuan manis yang akhirnya berhasil membuat hati dingin Aris meleleh saat bersamanya. 

Bahkan sampai sekarang, tidak pernah terlintas rasa bosan kepada Anya, bahkan ia rela menunggu selama ini demi membuktikan bahwa cintanya nyata. 

Setelah mengganti pakaian, akhirnya Aris meloncatkan tubuhnya ke atas ranjang, bak anak kecil. Wajahnya yang letih akhirnya ia biarkan untuk beristirahat sejenak. 

Waktu yang tepat untuk melupakan segala bentuk permasalahan yang membuat dirinya kehilangan konsentrasi. 

Aris harap istirahatnya kali ini dapat membangkitkan semangat untuk esok pagi, tidak lupa dirinya juga berdoa agar bertemu dengan sang kekasih di alam mimpi. 

Sepertinya memikirkan Anya kapan pun dan di mana pun adalah rutinitas Aris sejak lama, masih erat doanya untuk bertemu Anya secepatnya. 

"Selamat malam cantikku, Anya," ujarnya sebelum akhirnya benar-benar tertidur. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 15

    Di dalam mobil, Aruna hanya diam saja, tak memberitahu apa-apa pada orang tuanya, Yuda dan Rania juga tidak mempertanyakannya setelah melihat wajah Aruna yang berbeda dari sebelumnya. Sampai di rumah, Aruna duduk di ruang tengah, sembari menunggu orang tuanya yang masih berada di garasi rumah. Rania dan Yuda yang baru saja hendak ke kamarnya, melihat Aruna yang sudah duduk dengan wajah yang cukup sulit untuk dideskripsikan maksudnya. "Kenapa nak?" tanya Rania mendekati putrinya. Aruna terdiam sebentar, "Apa maksud sebenarnya dari pertemuan tadi, bunda?" tanya Aruna tanpa pikir panjang. Rania menantap bingung, tidak paham dengan maksud ucapan anaknya. "Kamu kenapa sayang?" ulang Rania menanyakan keadaan anaknya. "Laki-laki tadi, mengatakan bahwa dia tidak akan menolaknya! Apa maksudnya itu? Apa yang tidak kalian beritahu padaku?" teriak Aruna lantang. Rania menghela nafasnya kasar, ternyata Aruna sudah mengetahui rencana mereka sebelumnya. Bukan maksud mereka untuk menutupinya da

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 14

    Waktu berlalu begitu cepat, kini saatnya Aruna bertemu dengan anak dari sahabat orang tuanya. Dengan pakaian sederhana namun nampak sangat elegan, Aruna mengoleskan bedak tipis serta liptint berwarna kemerahan untuk menutupi wajah pucatnya. Ia memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin, memuji kecantikan paripurna yang diciptakan oleh Tuhan untuknya. "Tok.. tok.. tok.." Aruna tahu betul siapa yang berada di balik pintu kamarnya, tentu saja itu tanda bahwa Aruna harus segera keluar agar tidak terlambat. Saat membuka pintu, tatapan terpesona dari kedua orang tuanya membuat Aruna merasa malu. Mereka berdua sangat takjub melihat kecantikan anaknya yang sangat manis ini. "Cantik sekali anak bunda," puji Rania tulus. Kini mata Aruna menatap sang ayah yang diam saja, seolah masih belum mampu merangkai kata untuk menunjukkan bahwa anaknya benar-benar sangat cantik. "Ayo ayah dan bunda antar," ujar Yuda saat melihat jam tangan yang melingakar di pergalangannya sudah menunjukkan pukul

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 13

    "Kosongkan jadwal hari minggu!" suruh Gina saat Aris sudah duduk di meja makan. Jujur saja ada keinginan untuk membantah ucapan sang mami, namun Aris tidak ingin membuat keributan pagi ini. Ia hanya menganggukkan kepalanya patuh, menuruti ucapan Gina yang tidak akan pernah menerima penolakan. "Kali ini, Aris harus bertemu dengan siapa?" tanya laki-laki itu penasaran. Gina tidak menjawab, membiarkan Aris menarka-nerka sendiri, perempuan mana lagi yang harus ia temui. "Tidak usah dipikirkan, nanti juga kamu tahu sendiri!" ujar Rendi saat melihat wajah kusut putranya. "Aris sama sekali tidak memikirkannya," sahutnya bohong. "Baiklah sudah-sudah, lebih baik cepat habiskan sarapannya, kamu ada meeting penting kan hari ini." Gina menghidangkan banyak makanan untuk mengisi perut mereka di pagi hari. Pertemuan Aruna dan Aris tidak boleh ditunda-tunda, mengingat keadaan Aruna yang selalu berubah-ubah. Mereka berusaha agar pertemuan anaknya bisa segera berlangsung. Sehingga minggu siang,

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 12

    Aruna duduk di sofa menghadap kedua orang tuanya, ia tersenyum saat mendengar bahwa hutang keluarga mereka akan segera dilunaskan melalui bantuan dari sahabatnya. Namun mendengar bahwa orang tuanya akan membahas hal yang cukup serius, Aruna merasa sedikit gugup, ada ketakutan yang tersirat dari wajahnya yang menunduk saat ini. "Ada apa bunda?" tanya perempuan itu pelan. Rania terdiam sejenak, tidak tahu harus mengatakan apa, keberaniannya sudah lebih dulu memudar saat menyadari wajah Aruna yang nampak sangat sedih. Ia menatap sang suami, mengisyaratakan bahwa dirinya tidak cukup keberanian untuk mengatakannya pada anak mereka. "Aruna tahu kan, keluarga kita sedang dalam masalah," ujar Yuda sebagai kalimat pembuka. Tentu saja Aruna menyadari hal tersebut, belakangan ini kehidupan keluarga mereka sedang bermasalah, namun sebentar lagi mereka akan terbebas dari keterpurukan tersebut. "Iya," sahut perempuan itu masih menatap penuh tanda tanya pada dua orang dewasa itu. "Kam

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 11

    Sejak kepulangannya dari bertemu Rania, kini Gina dan sang suami sedang membahas masalah tersebuh hingga tengah malam. "Mami kasihan dengan mereka, sebagai seorang sahabat mami merasa punya kewajiban untuk menolongnya," ujar wanita itu pada suaminya. "Bagaimana keadaan Aruna?" tanya pria itu membuka suara. Gina tidak merasa yakin, namun karena Rania tadi mengatakan bahwa keadaan putrinya sudah semakin membaik sekarang, hanya saja Aruna masih memerlukan bantuan obat-obatan dari psikiaternya. Entah dari mana, Rendi dengan wajah polosnya kembali bersuara yang berhasil membuat Gina menganga saat mendengarnya. "Bagaimana jika kita jodohkan saja anak kita dengan Aruna?" ujarnya dengan santai. Menurut pikirannya, karena keluarga mereka sudah dekat sejak dulu, jadi tidak ada salahnya untuk mempererat hubungan mereka dengan menjadi besan. "Kita juga bisa membantu perusahaan Yuda agar semakin berkembang, win-win solution." katanya enteng. Apa yang dikatakan oleh suaminya, membuat Gina i

  • Bukan Pasangan Impian    bab 10

    Dua wanita itu masih membahas perihal anak-anaknya yang sudah tumbuh dewasa. Mereka berdua kembali melayangkan ingatan pada momen masa lalu. Gina mengeluarkan ponselnya, menunjukkan foto Aruna saat kecil yang masih ia simpan. Membandingkannya dengan foto Aruna sekarang, "Gadis ini benar-benar tumbuh dengan penuh kasih, dia sangat manis dan cantik, persis seperti bundanya!" puji Gina serius. "Aris juga tumbuh dengan baik, wajah tampannya berhasil mengalahkan suamimu!" kata Rania membalas. Membahas Aris, membuat Gina menekuk wajahnya. Hanya dengan mendengar nama anaknya saja, wanita itu sudah kesal. "Jangan bahas dia! aku sedang kesal dengan anak itu," ujar Gina."Loh kenapa?" tanya Rania penasaran. Gina terdiam sejenak, ia sedang menyusun kalimat yang dapat memberikan alasan kenapa dirinya kesal dengan Aris. "Kamu tahu sendiri kan, sejak dulu aku selalu berharap bisa melihat putraku menikah secepatnya, Tapi anak itu malah memilih untuk menunggu kekasihnya," ujar Gina malas. "Loh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status