Share

Bab 4. Aksi Utari

Utari diam-diam sudah melancarkan aksinya dengan berjalan mengendap-endap menuju ke arah belakang rumah juragan Somat. Berbekal handphone butut tanpa aplikasi senter dan juga sepeda rinjing yang besinya sudah berkarat menjadi kendaraan untuk Utari kabur. 

"Pokoknya aku harus pergi dari sini. Dan jangan sampai para anak buah juragan Somat mengetahui rencana aksi kabur aku ini," gumam Utari yang menyemangati dirinya agar tidak takut untuk melancarkan aksinya ini. 

Kepala Utari celingak-celinguk ke kanan dan kiri. Rok kebaya yang sempit membuat jalan Utari semakin lambat. Selama ini, keadaan masih aman. Namun, dalam beberapa detik semuanya langsung kacau balau. 

"Gue dengar-dengar kalau juragan Somat mau nikahin si Utari cuma mau merasakan keperawanannya itu. Katanya juga sehabis juragan Somat ngambil keperawanannya, Utari bakalan digilir sama pekerja konstruksi yang juga sudah booking sama juragan Somat," ucap seseorang pada temannya dengan suara pelan. 

Meski suara itu terucap pelan, tetap saja Utari bisa mendengarnya karena keadaan sangat sepi dan sunyi. 

Hati Utari merasa teriris mendengarnya. Sebegitu tidak berharganya diri Utari di mata para pria hidung belang itu. Apalagi bapak kandungnya sendiri yang tega menjual Utari pada pria hidung belang itu. 

"Ya Allah, selamatkan Utari dari para lelaki brengsek macam mereka. Utari enggak mau dipakai apalagi digilir dengan hina oleh mereka," gumam Utari berdoa pada sang pencipta dengan mata yang sudah berkaca-kaca. 

"Bantu Utari untuk terbebas dari jeratan yang hina ini, ya Allah," mohon Utari kembali menyatukan kedua tangannya di depan dadanya seperti sedang berkomunikasi oleh sang pencipta. 

Utari pun kemudian melanjukan langahnya. Sepeda rinjing mungil milik Ajeng sudah terlihat di mata Utari. Dengan gerakan tergesa-gesa Utari berlari menuju sepeda itu terparkir. 

"Nirman, itu bukannya Utari, ya? Dia mau ke mana lari-lari ke belakang rumah juragan Somat?" tanya Karto dengan suara kencang bertanya pada Nirman, temannya. 

"Jancuk! Dia mau kabur, Karto!" seru Nirman histeris menunjuk Utari. 

"Ayo, buruan kejar dia, Karto!" seru Nirman kembali dengan kencang, menepuk bahu temannya itu. 

Utari yang menyadari kalau dirinya sudah diketahui oleh anak buahnya juragan Somat, lantas Utari semakin menambahkan kecepatan larinya. 

"Woy ... Utari, berhenti!" teriak Nirman yang mengejar Utari. 

"Juraga! Calon mempelai pengantin wanita kabur!" teriak Karto dengan suara mengelegarnya. 

Sontak para anak buah juragan Somat ysng lainnya langsung ikut lari mengejar Utari. 

"Ya ampun, gawat kalau sampai juragan Somat tahu kalau aku pergi," ucap Utari cemas. 

Handphone yang ada di genggaman tangan Utari, lantas gadis itu menyimpannya di dalam bra yang dipakainya meski merasa mengganjal di area dadanya. 

Sepeda yang dikendarai oleh Utari perlahan meninggalkan jarak yang lumayan jauh dai kejaran anak buahnya juragan Somat. 

"Ayo, Utari. Jalanan raya besar sudah terlihat!" seru Utari yang menyemangati dirinya sendiri. 

"Di mana gadis itu!" bentak Somat pada anak buahnya. Napasnya pun masih tersengal-sengal akibat terlalu panik berlari. 

"Di menuju jalan raya besar, Juragan," jawab anak buah Somat takut-takut. "Tapi, Juragan. Narmin dan Karto sedang mengejarnya," sambung orang itu lagi.

"Ya sudah, ngapain kalian di sini, hah! Cepat, kejar sana!" bentak Somat murka dengan urat-urat di lehernya yang tercetak jelas.

"Iya, baik, Juragan."

Somat mengusap wajahnya kasar frustasi. Rumih, istri pertamanya, yang berada di sampingnya hanya bisa terdiam saja.

"Sudah lah, Mas. Masih banyak wanita di kampung ini yang enggak kalah cantik dari Utari," celetuk Rumih yang jengah, karena pusat perhatian suaminya selalu tertuju pada Utari.

"Iya, emang banyak yang cantik di sini. Tapi enggak ada yang perawan kayak Utari! Kamu saja saya nikahkan sudah enggak perawan, Rumih!" sentak Somat tanpa sadar membuka aib Rumih, karena dirinya sudah terlalu kesal pada istri pertamanya itu.

"Mas, tapi 'kan kamu sendiri yang bilang, yang mau menerima aku apa adanya! Kenapa jadi bawa permasalahan itu, hah!" seru Rumih marah, tidak terima aibnya diungkit-ungkit oleh Somat.

Somat mengibaskan tangannya seolah mengusir Rumih. "Sudah lah, sana kamu pergi! Jadi istri enggak ada gunanya sedikit pisan. Bisanya cuma menghambur-hamburkan duit, doang," cibir Somat yang sudah muak berdekatan dengan Rumih.

"Ish ... Awas kamu, Mas! Aku enggak akan kasih tubuh aku lagi ke kamu!" ancam Rumih pada Somat. Kemudian, Rumih pergi meninggalkan Somat dengan kaki dihentakkan kesal ke tanah.

***

Halo para pembaca. Jangan lupa untuk memberikan vote, coment, dan share.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status