Hening!
Suasana ruangan yang semula sibuk, tiba-tiba menjadi hening. Pekerja yang sedang membersihkan ruangan setelah akad nikah berlangsung tampak terdiam, wajah mereka semuanya memucat. Pun dengan Biru yang segera berlari ke belakang Langit.
Sebuah guci keramik berukuran besar pecah tersenggol oleh Biru saat dia sedang berlari. Dan semua orang tahu kalau itu adalah barang kesayangan Nyonya Leni.
Langit juga terdiam, dia tidak bisa berkata-kata. Hanya saja dia tahu kalau saat ini Biru sedang ketakutan, sehingga dia merasa perlu melindungi Biru.
Benar saja, tidak berapa lama terlihat Nyonya Leni keluar dari kamarnya, dan matanya terbelalak saat melihat kepingan pecahan guci keramik itu berserakan di lantai. Dan semakin membuatnya marah adalah melihat Langit yang berdiri disana diantara pecahan guci itu.
“Astaga! Apa yang kau lakukan, hah?” tanya Leni marah, dia begitu yakin kalau Langit lah pelakunya.
“Maaf, Nyonya…,” jawab Langit pelan.
Darah Leni terasa mendidih, itu adalah guci limited edition. Dia mendapatkan barang itu harus terbang ke Negeri Tirai Bambu. Dia membelinya dengan usaha yang cukup berat, bahkan untuk mendapatkan itu dia harus memenangkan lelang dengan harga yang fantastis. Dan sekarang semuanya pecah seperti itu.
“Maaf kau bilang? Kau tahu ini berapa harganya?” tanya Leni dengan mata memerah.
Mendengar keributan itu membuat Jingga kembali turun ke bawah. Dan dia terkejut kala melihat anak dan suaminya yang sedang ketakutan di hadapan mamanya.
“Ada apa?” tanya Jingga yang baru saja berganti pakaian dengan piyama.
“Suami bodohmu ini memecahkan guci kesayangan mama, kamu pasti tahu kan bagaimana mama bisa mendapatkannya. Dan dia memecahkannya begitu saja! Bahkan harga dirinya saja tidak sebanding dengan guci ini!” teriak Leni.
Jingga mengabaikan apa yang disampaikan oleh Leni. Dia memperhatikan Biru yang sedang ketakutan di belakang Langit. Dan Jingga yakin kalau itu bukanlah Langit pelakunya, itu pasti ulah Biru.
Langit mengangguk.
“Biar Jingga yang menggantikannya, Ma,” ujar Jingga kemudian.
“Apa? Kau mau menggantinya? Apa kamu lupa kalau ini limited edition? Mau ganti dengan apa?” tanya Leni semakin emosi.
“Dengan apa saja yang mama inginkan,” jawab Jingga pelan.
Leni semakin kesal kepada Langit, karena Jingga yang terlihat tunduk kepadanya. Bahkan mau menggantikan barang yang dirusak oleh Langit.
“Suami kamu yang harus bertanggung jawab!” teriak Leni.
Langit memeluk Biru yang tampak ketakutan. Dia mengajak Biru ke kamarnya setelah Leni pergi dari sana dan pecahan-pecahan itu sedang dibersihkan oleh pembantu lainnya. Biru menenggelamkan wajahnya di dada bidang Langit. Entah karena merasa dekat dengan Langit atau karena sedang ketakutan.
“Dia sangat takut dengan mama,” ujar Jingga setelah mereka memasuki kamar Biru.
Langit mengangguk, dia paham kalau sikap Biru itu karena dia ketakutan kepada Leni. Bahkan saat Langit akan melepaskannya dari gendongan ternyata Biru sudah tertidur. Hal itu pastinya membuat Jingga sangat terkejut, karena belum pernah melihat Biru tertidur secepat itu meskipun dia lelah atau habis di marahin Leni. Biasanya meskipun takut, Biru tetap akan melawan Leni.
“Aku akan menemani Biru disini,” ujar Langit.
Merasa kasihan melihat Biru yang tampak sangat ketakutan itu, membuat Langit merasa kasihan. Walaupun memang mereka salah bermain di tempat yang tidak seharusnya. Dan akhirnya Langit malah ketiduran di kamar Biru.
Dan di jam tujuh malam, Langit terbangun. Mungkin saking lelahnya dia tertidur sangat pulas, padahal hanya tidur di karpet lantai. Langit duduk dan menghela nafas berat. “Kehidupan baruku sudah dimulai.”
Perlahan Langit keluar dari kamar Biru, dan melangkah menuju kamar dia dan Jingga yang tepat bersebelahan dengan kamarnya Biru.
Kriet!
Langit membuka pintu kamar dengan hati-hati. Dan betapa terkejutnya Langit saat melihat Jingga dengan tubuh tanpa busana, dan sedang menonton film dewasa, dan sedang memuaskan dirinya sendiri. Namun, hal aneh yang Jingga tonton adalah film dengan hubungan sesama jenis.
“Apa yang kamu lakukan, Jingga?” tanya Langit.
Mendengar suara Langit, Jingga tersadar. Dia segera mematikan televisi yang berukuran besar terpasang di dinding itu. Jingga juga segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Mungkin dia tidak menyangka kalau Langit akan masuk ke kamar secepat itu.
“Mau apa kau kesini?” tanya Jingga.
“Istirahat. Apa yang sedang kau lakukan? Kau menginginkannya?” tanya Langit sambil berjalan mendekat kearah sang istri. Bahkan mungkin Langit lupa dengan perjanjian mereka. Melihat tubuh mulus Jingga dan juga pemeran pada film yang Jingga tonton membuat jiwa kelelakiannya bergejolak.
Langit semakin mendekat kearah Jingga, membuat Jingga tampak mengernyitkan keningnya. Kemudian Langit menarik selimut yang menutupi tubuh polos Jingga sehingga seluruh lekuk tubuh wanita 30 tahun itu terekspos. Membuat fantasi liar Langit semakin menjadi-jadi.
Malam ini adalah malam pertama mereka, dengan tidak sabar Langit mengungkung tubuh Jingga di bawah tubuhnya, dia mulai menikmati bibir tipis Jingga yang terasa begitu manis.
Jingga berusaha melepaskan diri dari tubuh Langit, dia tidak mau terbuai dengan sentuhan yang diberikan Langit. Meskipun dia juga sangat menginginkannya.Buuk!“Auuw!” raung Langit sambil memegang bokongnya.Jingga menendang tubuh Langit, hingga membuat Langit terjatuh ke lantai. Jingga meraih kembali selimut dan menutupi tubuhnya. Dia berdiri dengan berkacak pinggang disamping Langit.“Jangan coba lakukan itu lagi, Langit. Aku tidak pernah menginginkan hal itu darimu,” ujar Jingga sambil menatap tajam kepada Langit."Aku hanya ingin membantumu untuk mendapatkan kepuasan, Jingga. Bukankah itu yang kau inginkan? Kita sama-sama akan mendapatkan yang kita inginkan. Kita saling membutuhkannya, Jingga,” jawab Langit.Langit pikir, salah satu tujuan Jingga ingin menikahinya adalah untuk mendapatkan kepuasaan. Karena dia seorang yang sudah lama tidak mendapatkan sentuhan lelaki. Dan saat ini Jingga hanya malu untuk mengatakannya, dan itulah sebabnya Langit menyimpulkan kalau dia yang akan me
“Kau?” tanya Langit heran ketika melihat ke sumber suara. Karena dia sangat hafal dengan wajah itu, wajah yang telah membuatnya masuk ke dalam penjara.Lelaki yang bernama Dion yang tidak lain adalah mantan suami Jingga itu tersenyum sinis. “Mengapa kau terkejut?”Langit terdiam, dia segera meminta Biru untuk masuk ke kelas. Dan dia akan menghadapi Dion dan pengawalnya, apapun yang terjadi karena Langit teringat akan perjanjiannya kepada Jingga kalau dia tidak boleh mengabaikan Biru.Langit baru tahu kalau mantan suami Jingga adalah orang yang pernah bermasalah dengannya. Dan Langit yakin itu adalah alasan Jingga tahu semua tentangnya dan membebaskannya dari penjara.Langit merasa kesal, karena dia baru sadar kalau telah masuk ke dalam permainan Jingga.“Perempuan itu ternyata sangat licik. Dia ingin berlindung dari mantan suaminya, dan akulah yang dijadikan umpannya.” Langit membatin dalam hatinya. Apalagi dia tahu kalau Dion akan merebut dan melakukan apa saja untuk mengambil Biru.
“Shiiiiit!” kesal Langit dan menyimpan kembali ponselnya di dalam saku celananya. Dia tidak akan memperdulikan telepon seperti itu, karena ini bukanlah kali pertama dia mendapat telepon penipuan. Seringkali dia mendapat telepon yang mengatakan anaknya di kantor polisi, padahal dia sendiri belum punya anak. “Kenapa tidak menggunakan cara yang lainnya kalau untuk menipu orang. Memangnya mereka pikir semua orang itu bodoh dan mudah dipengaruhi?” tanya Langit lagi. “Ada-ada saja yang membuat kesal!” Jika dipikirkan lagi, wajar kalau Langit merasa kesal. Sebab, di hari ini sudah ada beberapa hal yang membuatnya emosi. Seolah-olah dia harus memulai hari dengan berbagai kekacauan. Padahal ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai pengasuh Biru dan juga pengasuh mamanya Biru. Langit merasa Jingga benar-benar mempermainkannya. Dia diam-siam mencari info tentang Langit dan membebaskannya dari penjara. Ternyata tujuan Jingga adalah agar Langit menjadi pelindungnya. Strategi yang Jingga jalan
"Terus sayang."Langit mengernyitkan keningnya saat mendengar suara tersebut. Dia penasaran apa yang dilakukan oleh Jingga bersama temannya yang sama-sama perempuan.Langit tidak punya pikiran buruk, dan daripada penasaran dengan apa yang dilakukan Jingga, Langit meraih handle pintu.Ceklek!Kebetulan pintu itu tidak terkunci, namun betapa terkejutnya saat melihat apa yang sedang Jingga lakukan bersama temannya."Bangsat! Apa yang kalian lakukan?!" teriak Langit terkejut dan kembali menutup pintu kamar itu dari luar.Braaak!Langit mengelus dadanya, dia begitu syok dengan pemandangan yang sempat dia lihat. Jingga sedang bergumul bersama teman wanitanya. Dan dari raut wajah mereka tampak benar-benar menikmati. Jingga dan Lily pun tampak sangat terkejut saat Langit membuka pintu. Mungkin mereka kelupaan mengunci pintu, atau tidak menyangka kalau Langit akan masuk.Tangan Langit terkepal, entah rahasia dan kejutan apalagi yang dimiliki oleh Jingga. Yang pasti, Langit tidak menyangka kala
"Jingga, apa yang kau lakukan?" tanya Langit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Jingga."Mau membuktikan kalau aku bisa memuaskan lelaki," jawab Jingga dengan santai. Dan menarik tangan Langit dengan kasar, sehingga membuat langit terjatuh ke atas kasur dan Jingga dengan segera menindih tubuh Langit.Dada Langit berdebar begitu hebatnya. Bagaimana tidak? Jingga berada diatas tubuhnya dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun. Pastinya jiwa kelelakiannya bergejolak."Jangan gila, Jingga," ujar Langit mencoba menahan hasratnya yang sudah mencapai ubun-ubunnya."Aku tidak gila," jawab Jingga yang dengan terus memberikan rangsangan di seluruh bagian tubuh Langit. Sehingga membuat Langit tidak mampu lagi menahannya dan akhirnya memberikan sentuhan balasan untuk Jingga.Hingga akhirnya pergumulan hebat terjadi di siang itu dan Jingga benar-benar membuktikan kalau dia memang bisa berhubungan dengan lelaki maupun perempuan.Langit tidak menyangka kalau Jingga seliar itu, dan Jingga lebi
"Saya diminta Tuan Abizar untuk menjemput Tuan dan membawa ke hadapannya," jawab Lelaki itu dan memberikan kode kepada temannya.Tidak berapa lama, dua orang datang dan meminta Langit masuk ke salah satu mobil mereka. Sementara lelaki yang tadi mencegat Langit langsung masuk ke mobil milik Langit diikuti oleh salah satu yang lainnya dengan membawa kardus besar. Entah apa isinya.Langit berusaha melawan, tapi tidak bisa. Mereka bersikeras tetap memaksa."Jangan melawan, kami tidak akan menyakiti Tuan Muda," ujar salah satunya."Anak saya di mobil itu," jawab Langit."Tenang aja, kami sudah membeli banyak mainan. Dia tidak akan rewel, teman yang disana paling ahli main sama anak kecil," jawabnya.Mobil mulai bergerak, di depannya mobil milik Langit berjalan lebih dulu dan mereka melalui jalan yang ramai. Langit tetap tenang, karena dia melihat mobil yang membawa Biru tetap berjalan santai. Di dalam pikiran Langit sangat yakin kalau itu adalah orang-orangnya Dion.Namun, sangat Langit ter
"Sudah saya katakan kalau saya tidak punya ayah," jawab Langit."Maafkan papa," ujar Abizar sambil berlutut.Langit sangat terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Abizar. Selama hidupnya belum pernah orang memperlakukan dia seperti ini. Yang ada dialah yang selalu di hina dan di rendahkan. Dan tiba-tiba seseorang yang jauh lebih tua darinya seperti Abizar malah berlutut."Apa yang bapak lakukan?" tanya Langit yang segera mengangkat tubuh Abizar untuk duduk. Dia tidak bisa membiarkan seseorang sujud kepadanya karena dia bukanlah orang yang baik."Mohon maafkan papa, Langit. Ada banyak hal yang terjadi. Papa melihat pernikahan kalian di internet dan papa sangat yakin kalau kamu adalah anakku," jawab Abizar.Langit menyugar kasar rambutnya. "Kalau memang bapak adalah papaku, kemana selama ini?"Suara Langit bergetar hebat saat menanyakan hal itu. Rasanya begitu sakit kalau mengingat bagaimana perjuangannya untuk hidup. Sedangkan saat dia sudah sebesar ini ada seseorang yang datang mengak
"Maaf, tadi Biru mau main di taman. Dan Jingga sudah mengizinkan," jawab Langit sungkan."Ck!" Nyonya Leni berdecak dan melengos masuk ke dalam rumah.Langit tidak ambil hati, dia tetap mengeluarkan semua belanjaan dan juga mainan milik Biru. Dan tidak ada yang peduli dengan kedatangan mereka, kecuali pembantu yang membantu membawakan semua belanjaan.Melihat kondisi seperti ini, Langit merasa tidak heran kalau Biru menjadi seperti itu. Sebab, tidak ada perhatian dari semua orang untuknya. Termasuk Jingga. Yang Jingga pedulikan hanyalah memenuhi kebutuhan materi Biru, tidak peduli dengan perhatian yang dibutuhkan oleh Biru."Pa, besok kita main lagi ya," ujar Biru setelah semua mainan dibawa masuk ke kamar."Iya, Biru."Suasana rumah keluarga Fargo itu sangat sepi, meskipun Nyonya Leni dan Jingga ada dirumah. Dan hari ini sepertinya Tuan Fargo sibuk di kantor, sehingga sudah pukul sembilan malam belum pulang.Bahkan di rumah yang sebesar itu tidak ada makan malam bersama, mereka seper