Share

6. Syok

Author: pramudining
last update Last Updated: 2023-05-18 08:14:06

Happy Reading

*****

"Di mana Aryan, Pak?" tanya Dirga keras pada lelaki berumur lima puluh enam tahun. Dia sudah kehilangan akal untuk menghormati Lingga sebagai atasan karena Hanum.

"Kenapa mencari Aryan? Bukankah kamu tahu di mana dia sekarang dan kenapa kamu membawa Hanum?" Lelaki berkumis dengan kulit sedikit gelap dari Aryan itu berbalik arah dan meninggalkan kedua tamunya.

"Pak, Aryan itu sudah menyakiti Hanum. Dia tidak jujur tentang statusnya saat ini. Apakah Bapak sebagai orang tuanya akan tetap membela Aryan?" kata Dirga tampak marah.

"Kenapa kamu yang repot, Ga? Apakah kamu punya perasaan khusus pada wanita ini? Ayolah, Ga. Dari kecil kamu sudah mengenal Aryan dengan baik. Pasti wanita ini yang merayu lebih dulu." Lingga berkata seolah Hanum tidak ada di hadapannya.

Mata Dirga memerah, kemarahannya sudah mencapai puncak. Jika bukan lebih tua darinya, tentu Lingga sudah mendapat bogeman. Sayangnya, Dirga masih ingat jika lelaki itu lebih tua dan atasannya sehingga, hanya kalimat pedas yang dikeluarkan.

"Apa begini cara orang kaya memperlakukan orang yang berada di bawahnya. Usia saja yang bertambah, tapi otak tetap saja berada di bawah," cibir Dirga cukup keras.

Hanum mulai pusing mendengar perdebatan kedua lelaki di dekatnya. Dia tak pernah mengerti mengapa Dirga sampai berbuat di luar batas seperti ini. Rasanya, kepala Hanum mau pecah saja menyaksikan semua ini.

"Hei, berani kamu datang ke rumah ini dan membentak-bentak suamiku?" kata seroang perempuan yang baru saja bergabung dengan mereka.

Menyipitkan mata, Hanum mulai mencerna perkataan perempuan itu. "Apakah Mas Dirga dan Mas Aryan adalah teman dekat?" kata hati perempuan itu.

"Diam!" bentak Dirga. Dia mulai kehilangan kontrol emosi. Matanya merah menyala, tatapan tajam pada perempuan paruh baya tersebut.

"Hanya, karena perempuan tidak tahu malu ini kamu datang lagi? Begitulah? Bahkan dia tidak pantas untuk kamu bela. Perempuan baik tidak akan pernah mau dirayu oleh lelaki yang sudah berstatus istri."

Jedar....

Kalimat terakhir yang diucapkan perempuan paruh baya itu bagai samurai yang membelah jantung Hanum. Patah tak berbentuk seketika. Pandangan perempuan mulai menggelap seiring tubuhnya yang meluruh ke lantai.

Ketiga orang tersebut panik, Dirga segera membawa si model ke kamar sesuai perintah sang atasan sebagai pemilik rumah.

Entah berapa lama, berada di kamar tersebut. Hanum mulai tersadar saat aroma minyak kayu putih tercium menyengat pada inderanya. Samar-samar pertengkaran antara Dirga dengan seseorang juga terdengar. Sudah dipastikan bahwa orang tersebut adalah Pak Lingga, pemilik usaha tempatnya bekerja. Namun, mengapa perdebatan mereka belum juga selesai sejak tadi.

Menurut Hanum, Dirga hanyalah karyawan biasa di garment walau jabatannya sebagai kepala produksi. Andai pun, lelaki itu adalah sahabat Aryan, tak seharusnya berkata kasar seperti tadi. Jika sampai Pak Lingga marah dan tidak terima dengan sikap arogan sang kepala produksi, tentunya pekerjaan sebagai jabatan yang dipegang sekarang akan terancam.

Memikirkan semua hal itu membuat Hanum bangkit. Tertatih dia melangkah keluar kamar mendekati sumber suara. Kepala yang masih terasa berat dan tubuh lemah tak lagi dipedulikan. Dia takut jika Dirga akan terkena masalah hingga dipecat dari pekerjaannya.

Letak kamar yang tidak begitu jauh dari tempat kedua orang yang berdebat itu memudahkan Hanum untuk cepat sampai di hadapan mereka.

"Mas Dirga," panggil Hanum. Berpegangan pada tembok, dia berjalan lebih dekat pada Dirga dan juga atasannya yang tengah duduk di sofa. Ada juga seorang perempuan paruh baya yang perkataannya tadi sempat mengguncang tubuh Hanum. Dia adalah Septi Ningrum, istri dari Lingga dan juga ibunya Aryan.

"Tolong hentikan semua perdebatan ini. Nggak baik, Mas Dirga menyalahkan Pak Lingga yang nggak tahu masalahku dengan Mas Aryan."

Perempuan di sebelah Lingga, melirik Hanum sinis. Terlihat sekali jika dia tidak menyukai gadis yang memanggil Dirga tadi.

"Kamu sumber masalah. Harusnya kamu tidak mendekati anak saya hingga membuat Dirga marah pada suami saya. Apa kamu tidak tahu jika Aryan itu sudah memiliki istri? Kenapa masih nekat mendekatinya," kata Septi sinis. Kedua bola matanya berputar-putar tanda tidak menyukai Hanum.

"Ibu," kata Lingga keras disertai tatapan tajam.

"Harusnya Ibu memperingati anak manja itu. Bukannya menyelesaikan masalah dengan istrinya, malah nambah masalah kalau begini," tambah Dirga. Dia mengepalkan kedua tangan menahan amarah. "Bagaimana keadaanmu, Num?"

"Baik. Mas," kata Hanum, memperingati Dirga. Kepalanya juga menggeleng agar lelaki itu diam dan tidak melanjutkan perkataan buruknya. Lalu, dia menatap Lingga dan istrinya yang bernama Septi Ningrum.

"Maaf, saya nggak tahu jika Mas Aryan sudah menikah. Benar kata Ibu, saya terlalu rendahan. Didekati dan diperlakukan manis oleh Mas Aryan sebentar saja sudah baper dan kegeeran. Andai saya mencari tahu status Mas Aryan mungkin kabar negatif yang mengatakan bahwa saya kegatalan nggak akan berembus. Maaf juga jika hari ini, saya dan Mas Dirga menganggu ketenangan Anda berdua."

Hanum beralih menatap Dirga. "Ayo, Mas. Kita pulang sekarang. Sudah nggak ada lagi yang perlu dibicarakan. Kedekatanku dengan Mas Aryan, hanyalah sebuah kesalahan. Sekarang aku ngerti kenapa dia pergi tanpa kabar."

Jantung Hanum begitu sesak mendapati bahwa lelaki yang bertahta di hatinya sudah memiliki istri. Namun, untuk meminta pertanggung jawaban sang kekasih jelas tidak mungkin. Ada hati yang lebih berhak, dia hanyalah orang ketiga di antara Aryan dan istrinya. Cinta itu kini bernama penyesalan apalagi Hanum sudah kehilangan kehormatannya. Entah bagaimana kelanjutan hidup si wanita setelah ini.

Sebelum kedua tamunya melangkah pergi, Lingga berkata, "Kamu karyawan yang menurut saya cukup sempurna dengan segala attitude baik, tapi mengapa harus terlena dengan harta. Jika Aryan bukan putra kami, tentu kamu tidak akan mudah dekat dengannya. Benar begitu? Bapak harap, kalian belum melangkah terlalu jauh. Melakukan hal terlarang yang tak seharusnya dilakukan." Lingga menyorot tajam Hanum. Seolah lelaki paruh baya itu tengah menelanjangi perbuatan asusila yang dilakukan putra dan karyawannya.

"Jangan sembarangan kalau ngomong, Pak. Hanum itu wanita baik-baik. Dia tidak akan mudah menyerahkan kehormatannya pada lelaki sebelum menikah. Anak kalian yang kurang ajar. Memang benar, buah jatuh itu tak akan jauh dari pohonnya," kata Dirga dengan suara lantang, entah menyindir siapa. Lelaki itu tidak terima dengan penghinaan Lingga pada Hanum padahal perempuan itu tidak mengatakan apa pun untuk menjawab. Hanum, hanya bisa menunduk lesu.

"Dirga!" teriak Septi seolah tak ingin ada orang yang membela perempuan di depannya. "Jaga batasanmu dengan kami."

Mereka bertiga terus saja berdebat membuat kepala Hanum kembali berputar dan kini kakinya melemah. Setelah itu, si perempuan tidak lagi bisa mendengar apa pun karena semua menjadi gelap sekarang. Hanum kembali pingsan kedua kalinya.

"Hanum!" teriak Dirga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Perawan Kegatalan   120. Indah Kebersamaan

    Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun

  • Bukan Perawan Kegatalan   119. Panik Lagi

    Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum

  • Bukan Perawan Kegatalan   118. Bahagi Sesungguhnya

    Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so

  • Bukan Perawan Kegatalan   117. Panik

    Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa

  • Bukan Perawan Kegatalan   116. Panik

    Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada

  • Bukan Perawan Kegatalan   115. Rendah Diri

    Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status