Happy Reading
*****Hari berlalu, gosip yang beredar tentang Hanum makin negatif saja. Beberapa karyawan bahkan dengan lancangnya menambah berita baru dengan rumor kehamilan si model yang lagi naik daun tersebut. Berhari-hari juga, Dirga tidak melihat kehadiran sang karyawan untuk bekerja di bagian produksi.Biasanya, Hanum tidak pernah absen jika memang tidak ada pemotretan. Gadis itu masih bisa bekerja dengan baik pada bagian yang dia jabat sebelumnya di bagian pengepakan. Namun, terhitung sudah lima hari ini si perempuan tidak masuk padahal jadwal pemotretan belum ada. Dirga pun mulai resah. Sempat bertanya mengenai Hanum di bagian model, tetapi lelaki itu tidak mendapat jawaban memuaskan.Setelah bertanya pada rekan Hanum lainnya di bagian pengepakan dan tidak ada yang mengetahui alasan Hanum absen. Dirga bertekad akan mendatangi kos perempuan itu setelah pulang kerja. Kejadian di kantin beberapa waktu lalu membuatnya yakin ada hal yang tidak beres.*****Di tempat kosnya, Hanum tengah resah. Kian hari, kondisi tubuhnya tidak dapat diprediksi dengan baik. Seperti sekarang, tubuhnya kembali tumbang tanpa sebab."Ya Allah. Aku ini kenapa sebenarnya? Mungkinkah aku hamil?" Prasangka itu muncul pada diri Hanum ketika dia baru saja selesai kuliah dan diperjalanan tadi sempat muntah karena bau parfum seseorang yang begitu menyengat."Bagaimana jika aku hamil, sedangkan aku tidak tahu kabar dan keberadaan Mas Aryan saat ini."Hanum melihat kalender yang ada di kamar kosnya. Mencoba mengingat kapan terakhir dia mendapat tamu bulanan. Seketika matanya membulat ketika tanggal itu telah terlewat hampir dua Minggu.Suara pintu diketuk terdengar, Hanum membuka mata setelah tadi sempat memejam karena pikiran-pikiran buruk tentang kehamilannya menyeruak."Sebentar," kata Hanum agar orang yang mengetuk tadi tidak menambah volume ketukan pada pintu.Hanum merapikan rambut dan juga pakaiannya sebelum membuka pintu. Malas, dia berjalan dan melihat siapa orang yang datang berkunjung ke kosnya padahal selama ini jarang ada seseorang bertamu kecuali Dirga. Aryan saja tidak pernah mengunjunginya, lelaki itu selalu berhenti di depan gang yang menuju kos Hanum."Mas Dirga," ucap Hanum sedikit terkejut. Pasalnya, sekarang belum jam karyawan garment pulang."Kamu kenapa? Sakit?"Hanum menggeleng dan menutup pintu kamar kosnya kembali. Dia mengajak Dirga untuk duduk di kursi teras yang sudah disediakan. Walau di Bali terkenal dengan pergaulan bebasnya, tetapi Hanum tidak pernah membawa seorang lelaki pun masuk, tak terkecuali Aryan."Aku nggak sakit, kok, Mas.""Terus, kenapa absen beberapa hari ini?""Aku sudah mengajukan resign pada HRD. Rasanya aku nggak sanggup, Mas. Merangkap kerja sekaligus kuliah. Saat ini, gaji menjadi model sudah lebih dari cukup untuk membiayai semua kebutuhanku. Kos juga kan sudah dapat bantuan dari garment, jadi nggak terlalu berat buat bayar." Hanum menatap Dirga sebentar, berharap lelaki itu percaya dengan perkataannya."Kenapa langsung ke HRD, tidak minta saran atau pendapat Mas lagi.""Mas Dirga terlalu sibuk akhir-akhir ini. Produksi dengan lebel Sunshine sangat menyita perhatian. Bukankah akhir bulan harus terkirim semua. Jadi, aku nggak mau memecah konsentrasi Mas Dirga dengan pengunduran diriku.""Sudahlah, lupakan itu. Wajahmu pucat sekali. Apa kamu belum makan?"Hanum menggeleng dan senyum lelaki itu seketika terbit."Ganti baju sana. Ayo makan di luar. Temani Mas Dirga," ajak sang lelaki dengan mata jernih bak malaikat."Kok, maksa?""Lho, katanya tadi belum makan, gimana, sih. Kalau berat badanmu semaki kurus, kamu tidak akan menjadi model kebanggaan garment lagi." Tangan Dirga mulai jahil dengan mencolek sedikit dagu si gadis. Niatnya, hanya supaya Hanum kembali ceria.Inilah yang tidak disukai Hanum dari Dirga. Tangannya terlalu bergerak aktif untuk menjamah sesuatu yang tidak seharusnya. Sering sekali, si gadis mendapati tangan itu mencolek bokong karyawan wanita di bagian produksi. Terkadang, malah langsung merangkul saja. Hanum pun pernah menjadi sasaran tangan aktif Dirga dan hal itu membuatnya mogok menyapa sang lelaki hingga beberapa hari."Tolong tangannya dikondisikan. Mau nggak tak ajak ngobrol lagi," ucap Hanum tegas dengan wajah marah."Sorry, Num. Kelepasan." Dirga mengatupkan dua tangannya. "Jangan marah, dong. Cepat ganti baju dan temani Mas makan."*****Di sinilah Hanum dan Dirga berada. Sebuah warung sate favorit keduanya. Mereka beberapa kali sempat makan berdua di tempat ini. Baru masuk tadi, Hanum sudah mencium bau harum dari daging yang dibakar dengan bumbu kecap. Dia bahkan sampai menelan ludahnya sendiri saking inginnya untuk segera menikmati hidangan tersebut."Laper banget kayaknya, Num?" Dirga yang baru saja memesan untuk mereka, segera duduk di depan gadis itu."Iya, Mas. Sudah lama Hanum nggak main di sini, aroma satenya menggugah selera banget.""Tunggu sebentar, ya. Mereka masih nyiapin. Warung tidak begitu ramai, jadi kita dapat layanan cepat." Dirga menatap Hanum. Ada banyak pertanyaan yang ingin dia ajukan, tetapi takut jika gadis di depannya ini marah bahkan mengatakan jika terlalu ikut campur urusan pribadi orang lain.Ditatap seperti itu membuat Hanum tidak nyaman. "Kenapa, sih, Mas. Segitunya ngelihat aku?""Gimana hubunganmu sama Pak Aryan?"Pertanyaan Dirga membuat Hanum syok. Tenggorokannya terasa kering bahkan untuk mengeluarkan satu kata saja, terasa sulit. Wajah si perempuan mulai memucat."Minum dulu." Dirga mendorong gelas yang baru disajikan oleh pegawai disusul dengan sate serta lontong pesanan mereka. "Apa dia yang menyebabkan kamu resign di bagian produksi?"Sangat cepat, Hanum menggerakkan kepalanya sebagai tanda bahwa bukan Aryan yang menyebabkan hal itu."Lalu? Apakah dia menyakitimu?" Lagi, pertanyaan Dirga dijawab dengan gelengan kepala oleh perempuan itu."Bukan Mas Aryan yang menjadi penyebabnya. Semua murni karena aku sudah nggak kuat dengan seabrek kegiatan yang ada. Aku kesulitan membagi waktu antara kuliah dan kerja. Waktu istirahatku, jadi nggak teratur." Hanum berusaha meraih piring yang berisi sate dan juga lontong. Dia sungguh tidak pandai berbohong. Berkata seperti tadi saja, suaranya sudah bergetar seperti menahan tangis."Kamu yakin Pak Aryan tidak menyakiti atau mengabaikanmu?" Dirga belum menjamah makanan di depannya demi mengetahui hal yang sesungguhnya terjadi."Tolong jangan bahas itu lagi, Mas."Kini, Dirga makin yakin jika putra pemilik garment itu telah menyakiti Hanum. Lelaki itu kemudian berdiri dan menggandeng tangan si gadis, meninggalkan meja yang berisi sate serta minuman yang belum sempat dimakan."Mas, kita mau ke mana?" Hanum berusaha melepas genggaman tangan Dirga. Tak mau lagi mendengar gosip negatif tentangnya jika ada yang melihat kebersamaan dengan lelaki tersebut. Gosip miring tentang kedekatannya dengan Aryan saja belum mereda."Ikut saja. Kamu akan tahu nanti. Dia sudah janji tidak akan menyakitimu, tapi kenapa sekarang malah seperti ini?"Mau tak mau Hanum mengikuti langkah kaki Dirga, tanpa banyak bertanya. Hampir setengah jam, lelaki itu membawanya berkendara yang entah ke mana tujuannya. Tiba di sebuah bangunan besar, Dirga menghentikan laju motornya. Memencet bel pada rumah besar yang entah siapa pemiliknya."Bapak ada?" tanya Dirga pada sang penjaga."Ada Mas. Kebetulan beliau baru pulang.""Terima kasih."Langkah kaki lebar dengan tangan yang masih menggenggam erat tangan Hanum, Dirga masuk ke rumah besar itu. Sampai di depan pintu, sang lelaki memencet bel dengan brutal."Mas, jangan seperti ini. Nggak sopan namanya," keluh Hanum. Sangat takut jika sang pemilik rumah marah."Biarkan saja. Pak Aryan sudah menyakitimu. Mas tidak bisa membiarkan ini terjadi.""Jangan mengambil kesimpulan sendiri, Mas. Aku juga turut andil atas keadaan ini. Mas Dirga nggak tahu apa-apa." Suara Hanum mulai meninggi. Dia tidak menyukai sikap arogan dari Dirga saat ini.Tepat saat Dirga akan menjawab perkataan Hanum, seseorang membuka pintu."Ada apa ini? Kenapa memencet bel dengan sangat keras. Menganggu saja."Seketika, Hanum seperti dihantam petir melihat orang yang membukakan pintu.Happy Reading*****"Di mana Aryan, Pak?" tanya Dirga keras pada lelaki berumur lima puluh enam tahun. Dia sudah kehilangan akal untuk menghormati Lingga sebagai atasan karena Hanum."Kenapa mencari Aryan? Bukankah kamu tahu di mana dia sekarang dan kenapa kamu membawa Hanum?" Lelaki berkumis dengan kulit sedikit gelap dari Aryan itu berbalik arah dan meninggalkan kedua tamunya."Pak, Aryan itu sudah menyakiti Hanum. Dia tidak jujur tentang statusnya saat ini. Apakah Bapak sebagai orang tuanya akan tetap membela Aryan?" kata Dirga tampak marah. "Kenapa kamu yang repot, Ga? Apakah kamu punya perasaan khusus pada wanita ini? Ayolah, Ga. Dari kecil kamu sudah mengenal Aryan dengan baik. Pasti wanita ini yang merayu lebih dulu." Lingga berkata seolah Hanum tidak ada di hadapannya.Mata Dirga memerah, kemarahannya sudah mencapai puncak. Jika bukan lebih tua darinya, tentu Lingga sudah mendapat bogeman. Sayangnya, Dirga masih ingat jika lelaki itu lebih tua dan atasannya sehingga, hanya ka
Happy Reading*****Dirga berjalan cepat menangkap tubuh lemah perempuan itu yang sudah tak sadarkan diri. Septi dan Lingga saling pandang, arah mata mereka terus saja menatap Hanum. Seperti tengah berbicara dari dalam hati, kedua orang tua Aryan itu menganggukkan kepala, entah apa yang dipikirkan."Kenapa kamu gampang sekali pingsan. Ada apa denganmu?" Dirga masih saja heran, Hanum yang dia kenal sudah banyak berubah. Perempuan itu menjadi sangat ringkih sekarang, tidak seperti dulu selalu kuat dan optimis menghadapi masalah hidup.Lelaki itu, lalu menatap Lingga dan Septi bergantian. "Telpon anak manja kalian. Suruh dia datang dan bertanggung jawab dengan keadaan Hanum saat ini.""Kenapa harus telpon Aryan? Dia pasti sedang sibuk dengan bayi dan juga istrinya," kata Septi. Perempuan itu masih saja angkuh, tidak mau anaknya disalahkan atas kejadian yang menimpa karyawan suaminya."Telpon dia seorang atau aku akan mengobrak-abrik rumah ini. Sekalian saja hancur. Apa perlu aku panggil
Happy Reading*****Masih menatap benda yang dicelupkan pada urine miliknya, Hanum menatap dengan linangan air mata. Tubuhnya bergetar hebat kalau melihat garis dua warna merah yang masih samar. Segala ketakutan membayang. Kemarahan ibunya yang menaruh harapan begitu besar. Impian untuk menjadi sarjana demi kesejahteraan ekonomi keluarga. Semua impian dan harapan itu akan kandas jika hamil tanpa suami saat ini."Ya Allah. Mungkinkah ini benar adanya? Mengapa ... mengapa harus berakhir begini? Masih banyak impianku yang belum tercapai. Bagaimana jika Ibu tahu aku hamil?" Semua pertanyaan-pertanyaan itu, Hanum gunakan sendirian di dalam kamar mandi kosnya.Tubuh Hanum meluruh di lantai kamar mandi. Memegang kepala serta meremas rambut, menyalurkan semua kekecewaan. Sungguh, penyesalan itu kini terjadi. Mengapa dia harus terlena dengan segala bujuk rayu dan menuruti nafsu yang menguasai sesaat. Tidakkah yang dirugikan adalah dirinya jika sudah seperti ini?Tangan Hanum memukul kuat tembo
Happy Reading*****Tidak ada harapan bagi Hanum bahwa alat yang dilihatnya kemarin hanyalah mimpi. Benda bulat lonjong yang dibelinya, semua menunjukkan dua garis walau tidak pekat. Hari ini, si perempuan berencana untuk mengecek langsung pada dokter. Sebelum berangkat menuju klinik, Hanum menyempatkan diri melihat saldo tabungannya. "Jika aku berhenti bekerja, sepertinya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sampai satu tahun ke depan. Ya Allah, aku harus bagaimana," keluh Hanum sendirian ketika dia menunggu ojek online datang menjemput.Dua menit kemudian, ojek yang ditunggu datang. Niat semula akan ke dokter untuk pemeriksaan kepastian tentang keadaannya, kini malah berubah arah. Perempuan itu mendapat panggilan dari bagian event dan promosi bahwa hari ini dia ada pemotretan produk baru untuk tamu Australia.Sangat terpaksa Hanum mengubah arah tujuannya setelah meminta maaf pada sopir ojek online. Jika saja tahu dari awal akan ke garment tentunya Hanum tidak perlu memesan oje
Happy Reading*****Hampir sebulan, Dirga tidak mendengar kabar tentang Hanum. Gadis itu menghilang bak ditelan bumi. Tempat tinggalnya sudah pindah entah ke mana demikian juga dengan nomer ponsel. Dirga benar-benar kehilangan jejak di gadis. Seseorang yang sempat membantunya untuk mengawasi Hanum juga kehilangan jejak bahkan gadis itu belum pulang ke kampung halamannya.Dua bulan pasca kejadian menghilangnya Hanum, Aryan kembali ke pulau Dewata. Berkumpul dengan sang istri dan juga keluarganya. Saat ini, lelaki itu mendatangi Dirga di ruangannya."Apa kabar Pak Kepala Produksi?" sapa Aryan. Dirga yang tengah mengecek berkas-berkas produksi mendongakkan kepala. Lelaki itu berdiri dan mencengkeram kerah leher Aryan dengan kuat. "Berani kamu menampakkan wajah setelah merusak seluruh hidup Hanum?" ucapnya keras penuh kemarahan. Wajahnya memerah menahan amarah sejak lama."Heh," sindir Aryan, sangat meremehkan lawannya. "Gadis seperti itu yang kamu cintai dan bela. Gadis yang dengan suka
Happy Reading*****Dirga tak kan pernah menyerah untuk menemukan sang pujaan. Meski sempat mendapat SP 3 dari pihak garment. Namun, lelaki itu tidak putus asa bahkan meski jabatannya menjadi taruhan. Dia sudah tak peduli. Dirga mulai muak dengan sikap Aryan yang seenaknya saja ketika bekerja bahkan sikap playboy tak juga hilang dalam dirinya.Sang lelaki yang digadang-gadang akan menjadi pengganti Lingga itu masih terus menggoda para karyawan wanita terutama para model. Dirga cuma bisa menggelengkan kepala saja melihat tingkahnya tersebut.Pergi ke kampus dan meminta data lengkap Hanum, juga sudah dilakukan lelaki itu. Enam bulan lalu, si perempuan sudah menyelesaikan kuliah. Walau begitu, Dirga tidak pernah bertemu dengannya sekalipun. Mengunjungi rumah yang berada di kampung pun sudah dilakukan. Ibunya Hanum, mengatakan jika putrinya sudah lama tidak pulang. Terakhir kali datang ketika mengatakan bahwa setahun ke depan, perempuan itu tidak bisa mudik karena banyak pekerjaan yang
Happy Reading*****"Kenapa, Num?" tanya Lathif. Tangan kanan Hanum tanpa sengaja meremas tangan lelaki paruh baya itu. Jelas, ada yang tidak beres pada anak angkatnya sekarang, tetapi Lathif tidak tahu sebabnya.Hanum diam saja, dia bahkan menyerahkan sang buah hati pada lelaki tersebut. "Pa, aku mau ke toilet sebentar. Pembicaraan selanjutnya, tolong Papa yang handle saja, ya.""Oh, jadi kamu kebelet. Ya, sudah sana. Biar Papa yang bereskan semua." Setengah berlari, Hanum menuju toilet. Berharap bahwa Aryan tidak melihatnya tadi. Sungguh, perempuan itu belum sanggup bertemu dengan lelaki yang sudah menjungkirbalikkan kehidupannya. Namun, semua angan itu hanyalah semu ketika Hanum mendapati sosok perempuan yang menemani Aryan tadi. "Hai, boleh kenalan?" tanya Meilia. Sorot matanya meneliti tampilan Hanum dari atas sampai ke bawah. Dalam hati bertanya-tanya, apa menariknya perempuan itu."Maaf, saya nggak punya banyak waktu. Permisi." Hanum nyelonong pergi meninggalkan Meilia, ma
Happy Reading*****Dirga diam menunggu si lelaki menjauh dari sosok perempuan yang diikutinya tadi. Sampai pada keyakinan hati bahwa siluet perempuan yang dilihatnya adalah Hanum, Dirga tersenyum."Mataku masih cukup baik untuk mengenali dirimu, Num. Sekalipun, hanya punggung yang aku lihat tadi," gumam Dirga. Lelaki itupun menunggu di sebuah meja dalam restoran. Sesekali mengamati ke mana Hanum bergerak.Sementara itu perempuan yang diamati sama sekali tidak terganggu. Dia tetap saja beraktifitas memberi perintah pada para karyawannya. Dirga gemas sendiri jadinya. Bagaimana perempuan itu bertransformasi sedemikian rupa sekarang. Makin cekatan dan sangat pandai mengatur banyak orang."Apa posisimu di tempat ini, Num?" Gumam Dirga sendirian sambil menikmati minuman yang sempat diambilnya tadi sebelum duduk mengamati.Sebuah tepukan terasa di bahu Dirga, lelaki itu menoleh dan terperanjat melihat sosok di depannya."Datang sama siapa, Ga?" sapa seorang perempuan paruh baya seumuran den