Share

Bab 6

Author: Yanieswiwik
last update Last Updated: 2021-06-20 13:26:53

Bagaimana acaranya tadi Princess?" Tanyaku kepada gadis kecil yang saat ini duduk di sampingku.

"Bagus banget pi, tadi ada yang bernyanyi, menari, baca puisi, pokoknya tadi aku suka banget pi." Ceritanya kepada sosok lelaki yang saat ini berada di samping sang putri dengan senyum yang tak lepas dari kedua sudut bibirnya.

"Princess sendiri tadi dapat bagian apa, sayang?" Masih dengan tatapan yang fokus kepada gadis kecil berbando pink dengan gaun warna putih yang menambah kesan cantik di wajah sang gadis belia tersebut.

"Kelas aku menampilkan drama Pih, jadi tadi aku sama teman-temanku jadi artis. Kalau sudah besar nanti Kania mau jadi artis beneran yah pi, biar terkenal dan membanggakan buat papi. Pokoknya tadi Kania seneng banget, pi." Gadis kecil yang bernama Kania tersebut menjawab pertanyaan ayahnya yang tak lain adalah  Alfan seraya mulutnya memakan makanan, sedangkan sang ayah yang melihat bagaimana Kania bercerita ikut tersenyum. Kadang Alfan juga ingin kembali seperti sang putri, seperti anak kecil lagi, dimana dirinya tidak harus memikirkan tentang sekelumit masalah. Tapi dirinya sadar jika waktu tidak bisa di putar kembali, dan yang bisa kita lakukan hanyalah menjalani kehidupan kita dengan sebaik mungkin, agar kelak tak ada yang namanya penyesalan dalam hidup. Cukup hanya sekali saja dirinya merasa menyesal, tapi bukankah dibalik semua cobaan akan ada hikmah yang diperoleh. Bagaikan pelangi yang hanya akan terlihat setelah adanya hujan.

"Oya, aku juga senang banget tadi tante Dara datang ke sekolah aku." Kania menoleh hingga mata Kania dan Dara menatap pada satu arah pandang yang sama. Dara tersenyum seraya mengelus pipi Kania dengan sayang. Diamatinya gadis kecil yang memiliki mata bulat serta hidung mancung yang dia yakini adalah warisan dari pria yang berada di depan Kania yang sedari tadi memperhatikan interaksi antara dirinya dan sang anak, pandangan yang terkesan mengintimidasi hingga membuat dirinya seakan dibekukan oleh pandangan matanya. 

Dara berdehem sebelum menjawabnya mencoba menghalau rasa gugup yang timbul secara mendadak karena menyadari bagaimana mata Alfan yang memandang tajam kearah dirinya. Dara merasa tak nyaman atas tatapan yang diarahkan kepadanya tersebut.

"Tante juga senang bisa lihat pertunjukan kamu tadi, sayang." Kataku sambil tersenyum kearah Kania.Ya aku memang menyayangi gadis kecilku itu, gadis yang menurutku sangat menggemaskan apalagi saat dia sedang tertawa yang akan menampakkan kedua lesung pipi nya, dan ditambah dengan gigi yang ompong yang berada ditengah-tengahnya yang semakin membuatku gemas saja. Ingin rasanya kuculik saja dia, lalu kumasukkan ke dalam dompet hingga dapat kubawa kemanapun, setidaknya itu bisa menjadi penghiburku saat mood ku sedang tidak baik. Batinku tertawa dalam hati.

"Tante Dara bisa datang ke sekolah aku, kenapa papi gak bisa?" Tanyanya sambil masih tetap melahap makanan di piringnya.

"Papi kan tadi ada rapat penting sayang, jadi papi gak bisa datang. Ini setelah rapat papi juga langsung nyusulin Kania kan.Tante Dara kebetulan tadi pulang lebih awal dan tante Dara tahu kalau di sekolah Kania ada pertunjukan siswa, makanya tadi tante minta ijin papi buat nemenin Kania." Jawabnya dengan rasa kasih sayang.

"Tadi kan, Kania juga ditemani oma, sayang."

"Iya tapi kan tadi teman-teman Kania pada ditemani mama sama papanya, sedangkan Kania hanya ditemani oma sama tante Dara." Jelas terlihat raut kecewa di wajah ayunya, wajah yang berhasil membuat diriku jatuh cinta saat pertama kali berjumpa. Namun kini di sorot mata tersebut tidak terlihat berbinar seperti yang biasa aku lihat.

"Kania sayang, Kania bisa kok anggap tante Dara juga mamanya Kania". Ucapku coba menenangkannya. Tak tega rasanya jika gadis sekecil Kania harus kehilangan kasih sayang kedua orang tuanya. Walaupun aku tahu Alfan bekerja juga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya ditambah dengan sang anak.

"Memangnya tidak apa - apa? tante Dara gak marah kalau Kania anggap tante Dara mama Kania?" Kulirik papinya berharap mendapat balasan, tapi apa yang kudapat, dia hanya diam sambil menikmati minumannya. Dia bahkan hanya melirik sekilas kearah kami berdua. 

" Kenapa tante harus marah? tante kan sayang sama Kania, Kania juga sayang sama tante kan?" Gadis tersebut mengangguk-anggukan kepalanya cepat bahkan terlihat sangat bersemangat. Ya aku tentu tahu bagaimana dirinya merindukan sosok ibu di hidupnya, apalagi di usia yang terbilang sangat belia. 

" Kalau begitu Kania mau tidur di temani sama tante Dara, mau  di bacakan cerita sebelum Kania tidur, tante Dara mau kan?" Bagaimana bisa aku mewujudkan keinginannya, sementara aku juga tidak mungkin tidur serumah dengannya, kecuali....

ah tidak mungkin. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Mungkin efek dari pikiranku yang sedang berkecamuk hingga membuat pikiranku berkeliaran tak jelas.

"Gak bisa sayang, kan tante Dara tinggal di rumahnya sendiri, sedangkan Kania tinggalnya bareng papi, oma, dan opa". Aku bersyukur karena Alfan sudah menjawab pertanyaan Kania, jadi aku tidak perlu lagi menjawab pertanyaan Kania. Anak tersebut cemberut karena tak mendapat jawaban memuaskan dari sang ayah. Dalam situasi tersebut Alfan hanya bisa bersabar dalam menghadapi sikap putrinya. Dia sama sekali tak merasa tersinggung dengan keinginan Kania karena dirinya sadar jika dirinya tak bisa sempurna dalam merangkap peran sebagai papi sekaligus mami bagi putrinya. Ada kalanya Alfan merasa lelah dengan kesehariannya, tak ada lagi tempat baginya bersandar. Menangis pun dirinya tak mampu. Telah banyak air mata yang keluar secara diam-diam saat dirinya hanya seorang diri.

"Kenapa gak bisa pi? padahal oma, opa,  Kania, sama papi bisa tinggal dalam satu rumah?" Tanyanya lagi dan kali ini kuharap Alfan bisa menjawabnya lagi. Kania sungguh anak yang kritis, dirinya akan terus bertanya jika dirinya mendapat jawaban yang tidak memuaskan. 

"Karena tante Dara bukan mama sebenarnya Kania, bukan saudara kita juga. Kecuali kalau tante Dara mau jadi istri papi, maka tante Dara akan jadi maminya Kania yang benar."

Dan jawaban apa yang diucapkan olehnya itu?, bagaimana mungkin Alfan bisa menjawab dengan enteng dan tanpa canggung. 

"Jadi tante Dara gak bisa tinggal bareng kita pi?" Dia sedikit menundukkan kepalanya, terlihat ekspresi kecewa di raut wajahnya.

"Coba Kania tanya ke tante Dara, mau gak menikah sama papi, menjadi istrinya papi, dan menjadi mami yang sebenarnya buat Kania. Tanya gih sama tante." Detik itu pula, ingin rasanya aku melempar papi dari Kania dengan apapun yang ada di kafe ini.

Aku terpaku mendengar kata-katanya, apakah Alfan secara tidak langsung sedang melamarku?, batinku bertanya dalam hari. Namun tak sengaja pandanganku bersibobrok dengan pandangan seorang wanita yang duduk di pojok ruangan.  

                                   

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 30

    “A-aku.....” lidahku kelu, tenggorokan juga terasa serat hanya untuk menelan ludah. Pikiranku buntu, pandanganku berlari ke mana saja agar tak berserobok dengan pandangan tajam pria di depanku. Jantung... oh jangan tanyakan bagaimana detak jantungku yang jedag-jedug tak karuan sekarang. Yang mungkin saja bisa mengalahkan musik di clup malam. Duh hiperbola banget sih, Ra. Rutukku kepada diri sendiri.“Bagaimana kalau kita mencoba malam ini, Ra?” duh gusti, aku harus jawab apa?, kalau menolak takutnya dia kecewa dan tak akan meminta hal itu lagi, juga bukannya menolak suami tanpa alasan dosa, tapi kalau aku mengiyakan bisa saja Alfan menganggap aku wanita gampangan yang bisa di ajak berhubungan meski tanpa cinta. Cinta?, mungkin saja aku sudah cinta hanya saja aku tak yakin dengan Alfan. Pria itu terkenal dingin dan tertutup. Layaknya kutup utara. Bahkan selama menikah tak banyak cerita yang dia bagi kepadaku.“A...aku.”

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 29

    Dara sedang duduk dengan bersandar kepala ranjang. Di tangannya terdapat gawai kesayangan. Gawai dengan lambang apel di gigit. Matanya tak lepas mengawasi gambar Kania yang ada di dalamnya. Pikirannya terus berkelana kepada wanita yang sempat dia temui beberapa kali namun tak pernah tahu siapa namanya. Siapa yang menduga jika dia akan berkenalan langsung dengan seseorang ingin dia temui itu.“Embun.” Iya Dara masih ingat betul siapa nama perempuan yang tadi siang dia temui. Perempuan dengan kulit putih dan rambut hitam panjang sebatas punggung. Entah mengapa dia merasa mengenal Embun. Mata indah dan lesung pipi jika perempuan itu tersenyum seakan sering Dara lihat. Dara tak merasa asing dengan ekspresi tersebut. Sekilas Kania seperti kemiripan dengan Embun. Tapi bagaimana mungkin?, mungkin hanya pikirannya saja.“Aku pikir kamu belum pulang.” Dara terlonjak dari lamunannya. Tanpa memandang-pun Dara jelas tahu siapa pemilik suara itu. Dar

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 28

    Butuh waktu lebih dari empat puluh menit bagi Dara untuk sampai ke tempat tujuan. Hujan yang turun tanpa aba-aba otomatis membuat perjalanannya lebih lama. Cuaca akhir-akhir ini memang seperti tidak bersahabat. Jika pagi cerah bisa saja siang hujan turun dengan derasnya. Sama seperti hari ini. Dara tadi sempat memberi kabar kepada Gladis jika dirinya akan telat nanti dan meminta sang adik memesan beberapa makanan selagi menunggu dirinya yang masih terjebak macet. Meski siang ini kendaraan tak terlalu ramai, namun air yang menggenangi jalanan membuat Dara melajukan kendaraannya di bawah rata-rata. Dara ingin mengumpat merasakan jalanan yang tergenang air, namun dia tak ingin gadis kecil yang sedang duduk manis di kursi samping kemudinya tak nyaman. Bagaimanapun Dara ingin menjadi sosok ibu yang baik untuk Kania. Bukan karena dia ingin menunjukkan ke Alfan kalau dirinya bisa menjadi sosok ibu yang baik untuk sang putri semata wayang, melainkan memang hatinya yang seperti sudah bertaut

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 27

    Harusnya saat ini aku sudah mendapat jawaban tentang sosok Reyhan, namun sepertinya tuhan sedang ingin menguji kesabaranku dan memainkan teka-teki tentang siapa Reyhan. Kania yang tiba-tiba muncul dan mengatakan ingin tidur kami menjadi tersangka utamanya. Marah?, tidak mungkin bisa. Setiap langkah kecilnya memasuki pintu seakan mengundangku untuk menariknya ke dalam pelukan. Gadis kecil yang memakai baju tidur berwarna pink tersebut tak segera naik ke ranjang kami. Dirinya masih berdiri tegak di depan ranjang di mana aku dan Dara sedang duduk dan menatapnya bingung. Aku dan Dara saling pandang penuh tanya.“Hei, kenapa masih berdiri di sana, Princess?” tanyaku segera turun dari ranjang dan menghampirinya. Kania menatap bergantian antara aku dan Dara yang membuat kami semakin bingung. Kania menunduk, menyembunyikan wajahnya dari tatapan penuh tanyaku. Jemari-jemarinya saling bertautan. Kurentangkan kedua telapak tanganku guna memeluknya. Tubuhku yang lebih tin

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 26

    Dara yang sedang duduk di meja rias seketika menoleh ke arah Pintu begitu telinganya mendengar derit pintu yang terbuka, menampilkan sang suami yang berjalan menuju tempat tidur mereka. Alfan memilih duduk dengan bersandar pada kepala ranjang dengan tangan yang sibuk dengan gawai pintarnya. Dara sesekali mencuri pandang lewat pantulan cermin.Dara melangkahkan kakinya menuju tempat tidur begitu ritual Skin care malamnya telah selesai. Dia segera duduk di tepi ranjang , mengambil ponsel yang terletak di nakas yang berada tepat di samping ranjangnya. Dirinya menata bantal sebelum ikut duduk dengan bersandar pada kepala ranjang mengikuti posisi sang suami. Beberapa menit keduanya sibuk dengan gawai masing-masing. Denting jam dinding menjadi satu-satunya bunyi yang tercipta di ruangan tersebut.“Besok sepertinya aku ijin tidak berangkat kerja dulu.” Ucap Dara begitu meletakkan ponselnya ke nakas. Alfan menautkan kedua alisnya seakan bertanya alasan apa yang m

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 25

    “Di mana sih mereka?” monolog Dara pada dirinya sendiri. Matanya mengedar sekeliling kantin perusahaan yang memang selalu ramai seperti biasa. Dara telat sepuluh menit karena harus mengerjakan tugas yang tanggung untuk tinggalkan jadilah seperti sekarang. Sebenarnya Dara tidak begitu lapar, hanya saja sejak tadi Nita terus menghubunginya yang mengatakan ingin makan siang bersama dan dirinya tidak menerima penolakan. Dara mengambil ponselnya berniat menghubungi Nita namun tiba-tiba tangannya terlebih dahulu di tarik seseorang. Dara berniat melawan namun kembali dia urungkan begitu pandangannya menangkap sosok yang menarik tangannya adalah pria yang sangat di kenalnya.“Mereka duduk di meja ujung. Kalau kamu lihatnya dari sini ya tidak akan terlihat.” Alfan menarik tangan Dara, keduanya berjalan menuju meja ujung. Di sana sudah ada Nita, Arga, dan Dion. Dara duduk di antara Alfan dan Dion, sementara di depan mereka ada Nita dan Arga yang di dep

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 24

    Cuaca pagi hari ini terasa hangat karena matahari telah menyapa bumi dengan sempurna, namun berbanding terbalik dengan situasi di dalam sebuah mobil yang sedang di kemudikan oleh Alfan. Dua makhluk yang mengisi di dalamnya masih belum ada yang mencoba mencairkan suasana beku yang tercipta. Dara merasakan jika akhir-akhir jantungnya tak normal karena setiap berdekatan dengan Alfan jantungnya seakan berdetak lebih cepat di banding biasanya. Dara duduk di kursi penumpang dengan gelisah, beberapa kali Dara mengalihkan pandangan ke arah luar jendela lalu kembali sibuk dengan gawai pintarnya. Alfan tahu jika beberapa kali Dara mencuri pandang ke arah dirinya lewat kaca spion yang ada di dalam mobil namun dia memilih pura-pura tidak tahu dan fokus dengan stir bundarnya. Bukan karena Alfan tak ingin mencairkan suasana namun dirinya juga merasa bingung harus memulai pembicaraan tentang apa. Mereka tak ubahnya dua orang asing yang tinggal bersama hingga untuk memulai pembicaraan saja terasa s

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 23

    Pagi telah tiba, cahaya matahari yang masuk melewati celah gorden kamar mengusik tidur Dara. Dara menggeliat sebelum kemudian menyembunyikan wajah di dada bidang sang suami, hingga dapat di rasakan jelas hembusan nafas hangatnya oleh Dara. Dara merasakan bagian perutnya terasa berat, dirinya mengerjapkan matanya berulang, masih mencoba membiasakan dengan cahaya yang sedikit menyilaukan matanya. Pandangannya turun ke bawah hingga menampakkan tangan kekar yang melingkar erat di bagian perutnya. Meski dirasa berat, toh nyatanya Dara tak ingin menyingkirkan tangan sang pria yang sekarang mulai mengisi hatinya itu. Posisi tidur yang saling berhadapan memudahkan Dara memandangi wajah teduh sang suami. Dara merapikan bagian depan rambut Alfan yang terlihat acak-acakan tersebut dengan tangannya. Perlahan tangannya turun meraba wajah tegas namun penuh kasih sayang dan turun ke rahang kokohnya. Dara mengecup sekilas kening sang suami, sebelum sebelah tangannya menurunkan tangan po

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 22

    Tuhan apakah aku sudah jatuh cinta kepada Alfan dengan begitu mudahnya. Seseorang yang tak pernah aku bayangkan akan menjadi salah satu sosok yang mengambil alih duniaku. Meskipun begitu, aku masih terlalu meragu untuk mengatakan jika perasaan yang kumiliki saat ini adalah bentuk cinta dan bukan rasa kagum semata. Tuhan semoga saja aku tak salah melabuhkan hati pada pelabuhan yang semestinya.Tuhan apakah aku sudah salah karena selama ini mempermainkan ikatan yang begitu sakral?, meskipun pernikahanku yang kita jalani bukan pernikahan atas dasar saling mencintai, tapi bukankah tidak ada yang tidak mungkin menurut sang kuasa?, lalu bagaimana jika aku dan Alfan di takdirkan berjodoh?. Bukankah seharusnya aku berusaha membuat Alfan mencintaiku? Dan juga sebaliknya.Jika dulu aku pernah berdoa kepadamu agar kelak di jodohkan dengan Reyhan, maka mulai sekarang aku akan mengubahku doaku, memintamu agar melunakkan hatiku, agar lebih ikhlas menerima pria lain sebagai imamku.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status