Share

Bab 5. Kejutan dalam Kenangan

Sebelumnya rumah yang sangat luas itu dipenuhi tawa Vanella dan para sahabatnya. Namun, malamnya setelah ketiga sahabat Vanella itu pulang, rumah kembali sepi. Vanella pun kembali ke mode diam dan murung. 

Bingung akan melakukan apa sambil menunggu sang suami pulang, Vanella akhirnya memutuskan untuk melihat-lihat isi rumahnya. Dia belum tahu persis setiap ruangan di rumah itu, terutama di lantai tiga. 

Ternyata yang ada di lantai tiga bukanlah kamar seperti yang Vanella pikirkan sebelumnya, melainkan lapangan olahraga. Saat memasuki ruangan pertama, Vanella melihat ada net dan beberapa raket yang tergantung di sana. Jelas itu adalah lapangan bulutangkis.

Begitu memasukinya, Vanella bisa melihat dengan jelas isi dalamnya. Dia tercengang karena isi ruangan itu mirip seperti lapangan bulutangkis dalam ruangan yang digunakan untuk ekskul di SMA-nya dulu di mana dia, Malvin, Ranti, dan Alby biasanya bermain bulutangkis bersama.

Saat mendekati beberapa raket yang digantung di dinding, mata Vanella berkaca-kaca. Dua di antara sepuluh raket tersebut adalah raket yang dulu selalu digunakan Malvin saat ekskul. Air mata Vanella jatuh mengenai pegangan raket yang diusapnya itu.

"Sebegitunya kamu mencintai aku sampai kamu berusaha menghidupkan lagi kenangan kita waktu SMA dulu di rumah ini. Lapangan ini, raket ini, semuanya mengingatkan kebersamaan kita waktu ekskul dulu, Vin. Biasanya kita akan main bulutangkis bareng, ketawa bareng, bercanda, sampai sering dimarahi pembina ekskul karena asyik makan dan bukannya latihan. Andai kamu masih hidup, kamu pasti akan ngasih aku kejutan ini sambil nunjukin ekspresi konyol kamu itu, kan? Kita akan mengenang kenangan semasa SMA itu sambil ketawa, tapi nyatanya hari ini aku harus mengenang itu sambil menangis. Kenapa aku harus melihat sendiri ruangan ini? Kenapa bukan kamu yang tunjukin ke aku?"

Sambil memeluk raket itu, Vanella menangis sesenggukan. Suara tawa Malvin ketika dulu bermain bulutangkis seakan berdengung di telinganya. Bayang-bayang Malvin yang duduk bercanda bersamanya seakan memenuhi ruangan itu. Vanella menutup telinganya. Lalu dia mengusap air matanya dan kembali menggantungkan raket ke dinding seperti semula.

"Aku udah bilang aku nggak akan mengenang kamu dengan kesedihan. Aku harus tepatin itu. Kamu datang dalam hidup aku membawa kebahagiaan. Pasti kamu pun pergi dengan harapan bahwa aku akan tetap bahagia, kan? Maaf, Vin. Maaf aku udah nangis lagi."

Tak ingin berlarut dalam kesedihannya, Vanella keluar dan memasuki ruangan di sebelahnya. Kali ini Vanella menemukan meja tenis. Vanella berjalan perlahan sambil mengusap meja tenis itu.

"Lagi-lagi benda kenangan kita. Aku inget dulu waktu kamu dateng pertama kali ke rumahku untuk minta maaf atas kejailan yang sering kamu lakuin, kamu ngajak aku main tenis meja dan berharap aku mau temenan sama kamu. Waktu itu aku nolak, tapi setelah tanpa sengaja kita semakin deket dan jadi sahabat baik, malah akhirnya aku yang ngajak kamu duluan untuk main tenis meja. Dulu pasti kamu yang selalu menang dan ngasih hukuman aneh-aneh ke aku yang selalu kalah." Vanella mengenang sambil tersenyum.

Setelah puas mengingat kenangannya bersama Malvin di ruangan itu, Vanella keluar. Dia bersandar di pintu sesaat sambil menghela napas. Dia merasa sesak karena hari ini dia menemukan berbagai kejutan Malvin yang disiapkan untuknya, tetapi tidak ada Malvin bersamanya.

Dalam kesedihan itu, tiba-tiba mata Vanella beralih memandang ke sebuah ruangan yang terlihat cukup kecil, tidak seluas ruangan lainnya. Dari luar saja Vanella sudah bisa menduga bahwa di dalam ruangan itu pasti bukan lapangan olahraga. Dia pun memutuskan untuk memeriksanya.

Saat pintu dibuka dan lampu dinyalakan, terlihat sebuah ruangan kecil yang di dalamnya hanya ada sofa, meja, dan satu rak buku. Vanella mengernyit saat mendekati rak buku yang kecil itu, di mana isinya bukan novel atau jenis buku cetak lainnya, melainkan buku tulis. Saat melihat isinya, barulah Vanella mengerti. Itu adalah kumpulan buku tulis Malvin semasa SMA di mana di dalamnya dipenuhi tulisan tangan Vanella. Dulu Malvin memang paling malas menulis. Apalagi ketika diminta guru untuk mencatat banyak. Selalu Vanella yang mencatatkan untuknya.

Vanella tersenyum sembari membuka setiap lembar buku yang dipegangnya. Lalu dia meletakkan kembali buku itu dan duduk di sofa. 

"Bahkan buku-buku yang berisi tulisan tangan aku pun dia taroh di ruangan khusus kaya gini. Aku baru tau kalau ternyata Malvin sangat menghargai setiap kenangan dia sama aku. Aku juga baru tau kalau ternyata cinta yang dia miliki jauh lebih besar dari yang aku rasakan. Aku nggak banyak tau tentang Malvin, tapi Malvin justru sangat mengenal aku. Dia bahkan tau kalau aku lagi sedih, aku suka menyendiri di ruangan kecil seperti ini untuk menenangkan diri. Dia sampai nyiapin ruangan ini. Makasih, Vin. Aku janji akan sering dateng ke sini setiap kali aku sedih atau aku kangen kamu."

Saat menoleh ke kiri, Vanella terkejut. Dia baru menyadari bahwa di dinding sebelah kiri tergantung beberapa fotonya bersama Malvin. Dia pun melangkah mendekati foto-foto itu. Kini dia hanya bisa meraba wajah Malvin di foto. 

"Sekali lagi makasih untuk cinta kamu yang sebesar ini," ujar Vanella sambil tersenyum dengan mata berkaca-kaca memandang Malvin yang tersenyum lebar di foto.

***

Jarum jam telah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Vino belum juga pulang. Vanella sampai beberapa kali melihat melalui jendela. Belum ada tanda-tanda kepulangan Vino. Padahal Vanella berniat membuatkan minuman saat Vino sampai di rumah nanti.

"Bi, kalau Tuan Vino pulang tolong bikinin minuman, ya. Tolong bikinin makanan juga kalau laper. Soalnya saya ngantuk banget, jadi mau tidur duluan," pesan Vanella pada Bi Dara.

"Baik, Nyonya. Sekarang Nyonya istirahat aja."

"Iya, Bi."

Vanella menaiki tangga dan masuk ke kamarnya. Karena sudah menguap beberapa kali, akhirnya Vanella memutuskan untuk tidur.

Tak lama setelah Vanella tidur, Vino pulang. Dia tampak begitu lelah.

"Tuan, akhirnya pulang. Mau saya buatkan minuman? Tadi Nyonya Vanella pesen untuk nyiapin makan dan minum untuk Tuan. Nyonya ngantuk jadi tidur duluan," ujar Bi Dara.

"Nggak usah, Bi. Saya mau langsung tidur. Ngantuk," jawab Vino sambil menguap.

"Ya sudah Tuan istirahat aja. Oh ya, Tuan, tadi Nyonya kayanya khawatir karena Tuan nggak pulang-pulang. Nungguin terus di depan jendela."

Vino mengernyit karena dia tahu Vanella tidak mencintainya. Jadi untuk apa kekhawatiran itu.

"Ya wajar dong, Bi. Suaminya pulang malem, istri pasti khawatir. Tadi banyak kerjaan yang harus saya urus karena ini kan hari pertama saya. Ya udah saya masuk dulu, Bi."

"Iya, Tuan."

Setelah masuk ke kamar, tanpa melepas sepatunya terlebih dahulu, Vino langsung merebahkan diri di tempat tidur dalam posisi tengkurap usai melemparkan tas ke lantai. Dia pun tertidur.

Vanella yang merasakan getaran di kasurnya terbangun. Dengan mata yang mengantuk, Vanella menoleh ke belakang. Dilihatnya sang suami yang sudah tidur.

Melihat suaminya masih memakai sepatu, Vanella turun dari tempat tidur. Dia memindahkan tas Vino ke lemari, lalu melepaskan sepatu Vino. Saat hendak membetulkan posisi tidur Vino, tanpa sengaja mata Vanella menatap wajah Vino yang selama ini enggan ditatapnya. Wajah yang semakin membuatnya sakit karena persis seperti wajah lelaki yang sangat dicintainya.

Tidak jadi memindahkan posisi tidur Vino, Vanella justru tidur di samping Vino dan memandang wajah lelaki itu.

"Biasanya aku nggak mau natap kamu. Untuk sekali ini aja aku mau mandang kamu untuk mengobati kerinduanku. Aku kangen kamu, Malvin. Kenapa takdirku seburuk ini? Di saat aku harus lupain kamu, aku malah dihadapkan dengan wajah kamu setiap hari. Gimana bisa aku lupain kamu, Vin? Yang ada aku semakin sakit. Kenapa kamu tega ngasih amanah ini?"

FLASHBACK ON

Vanella meletakkan penanya usia mencatat begitu banyak. Dia meregangkan tangannya sesaat.

"Vin, udah selesai nih," ujar Vanella sambil menoleh ke belakang, ke tempat duduk Malvin yang berada di deretan duduk sebelah kirinya.

Saat itu Malvin sedang tidur. Lelaki itu memang suka tertidur di kelas. Vanella pun menarik kursinya dan memindahkan di samping Malvin. Dia ikut meletakkan kepalanya di meja dan menatap wajah lucu Malvin yang tidur sambil menganga.

"Vin, bangun," ucap Vanella sambil menggoyangkan tangan Malvin.

Dengan mata yang seperti direkatkan oleh lem, Malvin memaksakan diri untuk bangun.

"Apa sih, Van? Masih ngantuk nih."

Saat menyadari wajah Vanella berada dekat sekali dengan wajahnya, pipi Malvin memerah. Dia pun mengangkat kepalanya.

"Ngapain lo?"

Vanella ikut menegakkan kembali badannya. "Abisnya gue udah capek-capek nyatetin di buku lo eh lo malah tidur. Bukannya ngasih upah."

"Gue kasih upah cium mau?"

"Masih mesum lo? Ogah lah gue temenan sama lo."

"Eh jangan jangan. Canda doang. Terus mau apa?"

"Nyanyi di sini sambil joget terus nanti gue beliin keripik singkong pedes kesukaan lo, lo harus makan. Gue kan seneng lihat wajah lucu lo kalo makan kepedesan."

"Ada-ada aja nih cewek."

"Kalau nggak mau gue sobek nih buku lo."

"Iya deh iya."

"Cepetan bangun," Vanella merengek sambil menarik tangan Malvin.

"Eh guys, perhatiin sini! Gue mau nyanyi!" teriak Malvin hingga seisi kelas menoleh ke arahnya.

"Ngelindur lo, Vin? Bangun-bangun langsung mau nyanyi," sahut Alby.

"Ini nih demi permintaan tuan putri." Malvin melirik ke arah Vanella.

"Alah demi demi. Toh dia tetep nggak mau kan nerima cinta lo?" ledek Alby yang langsung diikuti tawa seluruh teman-teman sekelasnya.

Malvin mengabaikan itu. Dia menyalakan musik dan mengikuti nyanyian dangdut di musik itu sambil berjoget di atas meja. Vanella merekam momen lucu itu dengan ponselnya sambil tertawa bersama Ranti dan Tara. 

Tiba-tiba Malvin loncat dan mengajak Vanella berdansa. Ranti pun merebut ponsel Vanella dan merekam mereka berdua.

"Malvin, stop! Lo ada-ada aja sih," ujar Vanella sambil tertawa dan berusaha melepaskan tangannya.

"Salah sendiri lo mintanya aneh-aneh. Lo mau bikin gue malu di depan anak-anak kelas, kan? Lo juga harus ikutan malu." Malvin menjulurkan lidahnya meledek Vanella.

"Duh serasi banget pasangan ini. Udah terima aja cintanya Malvin, Van. Udah dua tahun lho dia ngejar-ngejar lo," teriak Tara.

"Kan sekarang udah enggak. Gue sama Malvin kan sahabatan sekarang," sahut Vanella.

"Masih kok. Sampai kapan pun gue akan selalu suka sama cewek galak ini. Ya walaupun sebenarnya gue takut karena galaknya ngalahin mama gue."

Para siswa di kelas pun tertawa. Vanella langsung memukuli lengan Malvin.

"Tuh kan keluar galaknya," ledek Malvin lagi.

Vanella langsung menjewer kuat telinga Malvin. Mereka saling beradu mulut sambil sesekali saling menginjak dan menjewer. Momen itu pun juga diabadikan oleh Ranti dan Tara sambil mereka berdua tertawa.

FLASHBACK OFF

Vanella mengusap air matanya, lalu berbalik menghadap ke kiri memunggungi Vino. Saat itu Vino membuka matanya dan terdiam mendengar isak tangis istrinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status