Share

Bukan Pernikahan Kontrak Biasa
Bukan Pernikahan Kontrak Biasa
Penulis: Layli Dinata

Bab. 1 Bukan Keny

"Hah ... Hah ...." Kinara terus berlari tanpa henti.

Sesekali, Kinara menoleh ke belakang--memastikan bahwa dirinya tidak berhasil terkejar.

 

Meski kakinya sudah penuh luka, Kinara tidak peduli. Yang paling penting, Kinara harus pergi sejauh mungkin dari mereka semua. Dia tidak mau menikahi pria tua yang nyaris seusia papanya.

 

"Jika bukan karena wanita itu," lirih Kinara dengan tangan mengepal.

Ya, mama tirinyalah awal dari semua lukanya.

 

Wanita paruh baya itu selalu mencari cara untuk menyiksanya. Tidak cukup dengan kekerasan yang dilakukan selama ini, Mega mengancam akan membunuh Keny--kekasih Kinara yang hanya pegawai biasa--hingga Kinara terpaksa memutuskan pria itu dengan kejam.

 

Menikahi pria paruh baya mesum demi melunasi hutang keluarga mereka? Itu juga ide Mega! Bahkan, wanita itu membiarkan ketika Kinara nyaris dilecehkan. Namun, yang paling menyakitkan dari itu semua adalah keterdiaman dari Papa Kinara. Pria itu sudah dipengaruhi oleh segala ucapan Mega, hingga bahkan tak mau mempercayai segala ucapan Kinara. 

 

Seandainya saja Kinara dapat membenci papanya, sayang dia tidak bisa....

Kinara terus berlari, hingga luka di kaki Kinara semakin dalam. 

 

Perempuan itu juga mulai kehabisan energi. Kepalanya pusing dan kakinya terasa tidak berpijak di tanah. Entah di mana Kinara sekarang.

 

TIN!!! Suara mobil dari belakang tiba-tiba memekakan telinga.

 

Kinara terkejut setengah mati. Tubuhnya terasa melayang. Yang pasti, ingatan terakhirnya adalah seberkas cahaya yang menyilaukan mata.

 

"Ma...." lirih Kinara sebelum kesadaran menghilang sepenuhnya.

 

******  

“Ah ... saya di mana?” ucap Kinara seraya memegangi kepalanya yang terasa berat.

 

Seingatnya, dia baru saja berlari di tengah jalan untuk kabur dari mama tirinya yang memaksa untuk menikahi duda seusia papanya. Namun, kini dia berada di sebuah kamar mewah–entah milik siapa.

 

“Kamu berada di mansion saya.” Tiba-tiba, seorang pria mendekat dengan bersedekap dada.

 

Mata sipit Kinara mengerjap setelah melihat pria bertubuh jakung dan kekar yang berada di hadapannya. Wajahnya sangat mirip dengan mantan kekasihnya!

 

“Keny?” tanya Kinara bingung. Perempuan itu bahkan nyaris menangis melihatnya.

 

“Saya Kenzo. Bukan Keny. Sepertinya Anda salah orang,” ucap Kenzo datar.

 

“Ta-tapi, Anda persis dengan Keny. Mantan pacar saya.”

 

Kenzo menyeringai lalu menggeleng. “Saya bukan Keny. Oh, ya. Siapa namamu? Lalu kenapa kamu bisa berada di jalanan padahal sudah tengah malam?”

 

“Saya Kinara. Saya—” gantung perempuan itu, hingga Kenzo menaikkan sebelah alisnya.

 

“--kabur dari rumah.” Wanita berambut coklat itu mencoba duduk dan menyenderkan punggungnya di kepala ranjang. Ia juga memegangi kepalanya yang terasa berat.

 

“Kabur? Kenapa begitu?”  

 

Kinara terlihat ragu. Haruskah dia memberi tahu pria yang tampak mirip dengan mantannya ini. Tapi, akhirya, dia tertunduk lesu–memilih jujur pada penyelamat nyawanya.

 

“Papa saya memaksa untuk menikahi rekan bisnisnya. Tetapi, saya menolaknya lantaran pria itu sangat kurang ajar.”

 

“Lalu?”

 

Kinara menatap mata Kenzo. Pria yang sepertinya menolong dirinya ini, seakan meminta penjelasan lebih.

 

“Karena menolak, Papa memukulku, sementara mama tiriku juga ikut menghakimiku.”

 

Kenzo terlihat mengangguk. Meski demikian, ada banyak pertanyaan dalam diri pria tersebut. Terlebih, tadi kata dokter pribadi untuk keluarganya, Kinara tampak mengalami kekerasan sejak lama.

 

Entah takdir apa yang membawa keduanya sampai-sampai mobil Kenzo tadi menyerempet wanita ini.

 

“Baiklah. Kamu boleh tinggal di sini untuk sementara waktu. Sepertinya, saya harus kembali ke kamar.”

 

Sontak, Kinara terkejut. Ditambah lagi, mendengar ucapan Kenzo selanjutnya.

 

“Sebentar lagi asisten rumah tangga saya ke sini, membawakan obat dan juga makanan. Saya permisi dulu.”  

 

“Tunggu!”

 

Kenzo membalikkan badannya. “Ada apa?”

 

“Terima kasih, Pak Kenzo. Maaf merepotkan. Saya akan segera pergi jika sudah pulih.”

 

Kenzo hanya mengangguk, lalu pergi ke kamar pribadinya--meninggalkan Kinara yang masih termenung menatap kepergian Kenzo.

*****

Setelah Kenzo hilang di balik pintu, Kinara masih terdiam, hingga akhirnya rasa sakit kembali mendera kepalanya.

 

Nyeri yang sepertinya diakibatkan oleh hantaman kencang Mega. Dan, mungkin juga karena tabrakan tadi. Seketika Kinara memijit pelipisnya.

 

Ingatan akan kejadian beberapa jam lalu membuatnya sangat terluka. Dipaksa menerima pinangan Abas--si tua keladi--hingga nyaris dilecehkan.

 

Belum lagi, kehadiran pria yang baru saja menolong Kinara dan sangat mirip mantannya. Dunia seakan mempermainkan Kinara begitu hebatnya. Sayang, dia tak punya tenaga atau kuasa untuk melawan.

 

“Permisi, Nona.” Dua wanita berseragam tiba-tiba datang membawa nampan berisikan makanan dan juga kompresan–sesuai dengan ucapan Kenzo.

 

“Silakan, Mbak.” Kinara berusaha bangkit.

 

“Maaf, Nona. Perkenalkan nama saya Ana dan ini teman saya Zana. Kami adalah asisten rumah tangga Tuan Kenzo. Kami diperintahkan untuk memberikan makanan dan juga mengompres luka lebam Nona.”

 

Kinara mengangguk–mempersilakan Ana untuk mengompresnya. Sementara Zana yang sudah menaruh makanannya di meja, pamit undur diri untuk menyelesaikan pekerjaannya.

 

“Maaf, Mbak Ana. Apa saya boleh tanya sesuatu?” tanya Kinara seraya meringis karena nyeri di sudut bibirnya.

 

“Boleh, Nona. Mau tanya apa?” Ana masih sibuk mengelap sisa darah yang mengering di sudut bibir Kinara.

 

“Apa tuanmu itu benar bernama Kenzo?”

 

Wanita yang sepertinya seusia dengan Kinara itu tersenyum. “Tentu saja, Nona. Sudah 6 tahun saya bekerja bersama Tuan Kenzo. Beliau tidak pernah mengganti namanya.”

 

Kinara tampak berpikir sejenak. ‘Kenapa wajahnya sama persis dengan Keny?’

 

“Kenapa memangnya, Nona?” Ana yang sudah selesai mengompres wajah Kinara menaruh mangkuk dan handuknya di nakas, lalu menyodorkan piring makanan kepada Kinara.

 

“Ah, tidak. Hanya mirip dengan seseorang. Eungh, apa Pak Kenzo punya saudara kembar?”

 

“Kembar? Setahu saya, Pak Kenzo itu anak tunggal dari keluarga almarhum Pak Wirawan dan juga Bu Alexa.”

 

Kinara menerima piring yang Ana tiba-tiba berikan. Namun, dari raut wajahnya terlihat jelas wanita berambut sebahu itu terkejut. Pasalnya, Kenzo benar-benar sangat persis dengan Keny meski penampilan keduanya sangat berbeda.

 

“Mungkin hanya mirip saja,” gumam Kinara pada akhirnya.

 

“Ada lagi yang Nona butuhkan? Sepertinya, saya harus segera membersihkan dapur.”

 

Kinara menggeleng. “Tidak, Mbak. Sudah cukup. Terima kasih.”

 

Ana lalu pergi dari kamar Kinara dan menutup pintunya. Tinggalah Kinara seorang diri di dalam kamar tengah menyantap makan malamnya.

 

Namun, sesekali pikirannya terbayang pada wajah Kenzo yang mirip dengan Keny–mantannya.

 

 ***** 

“Mbak,” panggil Kenzo lirih saat Ana sedang mengelap meja dapur.

 

“Eh, Pak Kenzo! Mengagetkan saja. Bisa saya bantu, Pak?” Ana mendongak karena tingginya hanya sebatas dada Kenzo, seraya mengurut dadanya karena masih terkejut.

 

“Apa yang wanita itu katakan sama kamu tadi?”

 

“Tidak ada, Pak. Wanita itu hanya tanya apakah Bapak memiliki saudara kembar atau tidak. Saya menjawab jika Bapak anak tunggal. Bukankah memang Bapak anak tunggal?” tanya Ana balik.

 

Pria berwajah datar itu mengangguk. “Ada lagi?”

 

Ana menggeleng. “Hanya itu.”

 

Mendengar jawaban dari Ana, Kenzo bergegas untuk pergi.

 

“Eh, tapi ... Nona Kinara sempat tanya ke saya, apakah bapak itu Keny atau bukan.”

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status