Share

Bab 4

Author: Little Casper
last update Last Updated: 2022-09-24 22:04:56

Daniel membanting bingkai foto itu. Rindu sebagai seorang anak tak pernah hilang dari hatinya. Namun, sepertinya, Ibunya itu sudah tak lagi peduli padanya atau bahkan pada Alvaro.

Meski lisannya mengatakan tidak pada Kakeknya, tapi hati Daniel sudah merasa tidak tenang setelah pembicaraan dengan Kakeknya.

Daniel mulai mengemasi barang-barangnya dan hendak kembali ke tanah airnya. Kejadian tabrak lari yang dilakukan Ayahnya juga sukses mengusik ketenangan hatinya.

Pergolakan batin pun terjadi. Saat ia bingung untuk menentukan pilihannya kembali ke rumah, atau tetap pada pendiriannya yang masih ingin di luar negeri. Tapi hatinya juga tidak menyangkal bahwa ia rindu untuk pulang. Juga rindu pada adiknya yang telah beberapa tahun ini tidak ditemuinya.

"Mungkin, aku memang harus segera kembali," lirih Daniel dengan senyum tipis menghiasi bibirnya.

********

Selena sedang mencari info lowongan pekerjaan di internet. Sesekali ia melihat Ibunya yang masih tertidur. Padahal ia sudah sangat bosan berada di rumah sakit.

Namun, ibunya masih belum diperbolehkan pulang oleh Dokter. Selena juga sedang mencari seorang perawat yang akan mau menjaga Ibunya selagi nanti ia bekerja jika nanti sudah mendapatkan pekerjaan.

"Doakan aku, Bu. Agar aku bisa mendapatkan pekerjaan untuk membiayai hidup kita. Andaikan masih ada Ayah, mungkin...," gumam Selena sembari menundukkan kepala.

"Mungkin, Ibu tak jadi seperti ini. Mungkin, semuanya akan baik-baik saja," ujar Selena dengan berkali-kali mengusap air matanya.

Ia masih sangat tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi pada kedua orang tanya. Hingga menyebabkan nyawa Ayahnya terenggut saat itu juga. Sedangkan Ibunya juga mengalami kelumpuhan.

"Aku berjanji, akan menjaga Ibu. Dan segera mencari pekerjaan untuk biaya hidup kita," ujar Selena menggenggam tangan Ibunya.

Untung saja kuliahnya sudah lulus. Hingga ia tak terlalu susah untuk memikirkan biaya pendidikannya.

Ia hanya perlu mencari pekerjaan hingga mendapatkan uang untuk keperluan sehari-harinya juga pengobatan Ibunya.

"Aku merindukanmu, Ayah. Sangat. Semoga kau tenang di sana. Maafkan aku, maaf," lirih Selena dengan sedikit terisak tangis dalam kesendiriannya.

******

"On behalf of The Airlines and the entire crew, I'd like to thank you for joining us on this trip. We are looking forward to seeing you on board again in the near future. Have a nice day!"

(Atas nama The Airlines dan seluruh kru, saya ingin mengucapkan terima kasih telah bergabung dengan kami dalam perjalanan ini. Kami berharap dapat melihat Anda kembali di pesawat dalam waktu dekat. Semoga harimu menyenangkan).

Annoucement dari sang pramugari menandakan bahwa pesawat akan segera mendarat.

Rasanya jantung Daniel saling bersahutan dengan deru mesin pesawat saat mendarat. Bukan karena ia takut di dalam pesawat. Melainkan, hatinya seakan masih bimbang dalam mengambil keputusan untuk segera pulang.

"Ayo, Daniel! Tenangkan hatimu! Calm down, oke?" monolog Daniel sendiri sambil mengatur nafasnya.

"Sorry, can i help you?" tanya salah seorang Pramugari cantik menghampiri Daniel.

"Oh, No. Thanks," jawab Daniel sembari tersenyum.

Daniel tidak tahu saja, jika Pramugari ini sudah memperhatikannya sedari tadi. Sehingga memberanikan diri menyapa Daniel saat pria itu seperti sedang ketakutan atau cemas.

"Okay, if you need my help, you can call me right away," ucap sang Pramugari membuat Daniel hanya membalas gelengan dan senyum ramah darinya.

Sang Pramugari merasa kecewa karena Daniel tak terlihat tertarik padanya.

Daniel mendengus kasar. Ia seakan baru tahu maksud dari Pramugari itu. Dan itu sangat memuakkan baginya.

"God damn it!" pekik Daniel lirih karena Pramugari itu selalu memandanginya.

Daniel menghirup udara segar di tanah airnya. Empat tahun lalu ia pergi meninggalkan kotanya sendiri, hanya untuk menyembuhkan luka dalam hati karena orang tuanya.

Kini ia kembali, bersama sekelibat kenangan yang mulai memenuhi pikirannya.

Ayah dan Ibunya yang seakan tak pernah memikirkan kedua putranya. Saling memikirkan egonya masing-masing, kedua orang tuanya harus berpisah tanpa melihat ada dua putra yang ikut sakit menyaksikan perpisahan itu.

Sebenarnya, Daniel pun tak heran akan hal itu. Mengingat dari awal saja, hubungan kedua orang tuanya tak begitu pantas untuk dinamakan suami istri. Lantas, kenapa mereka menikah jika tidak saling mencintai? Batin Daniel.

Ia mendengus kesal, dengan menyeret koper bawaannya. Kemudian langkahnya terhenti saat melihat sekumpulan orang yang melambaikan tangan padanya.

Daniel menghela nafas panjang.

"Bahkan aku tidak mengabari mereka, kalau aku pulang sekarang. Nyatanya mereka sudah di sini menjemputku. Haaahh!!" helaan nafas Daniel terdengar berat.

Ia melanjutkan langkahnya dengan memandang malas ke arah Kakeknya juga adiknya, Alvaro.

"Aku bisa pulang sendiri. Kenapa mesti dijemput? Siapa yang bilang kalau aku pulang hari ini?" ketus Daniel memandang ke arah Kakek dan adiknya.

"Hey! Begitukah seorang Kakak menyapa adiknya?" tanya Alvaro heran.

"Dan begitukah seorang cucu menyapa Kakeknya?" tanya Sanjaya yang mengikuti ucapan Alvaro.

Alvaro berdecak kesal menatap Kakeknya. Sedangkan Sanjaya hanya mengedikkan bahu pelan. Kemudian beralih menatap Kakaknya.

"Waah! Apakah ini sebagai barter? Kau kembali pulang, sedang aku akan pergi dari sini," ucap Alvaro setelah memeluk Kakaknya.

Daniel tersenyum menanggapi adiknya.

"Don't mention it! Kau juga akan meneruskan perusahaan ini nanti. Tapi, kau harus belajar dulu. Sepertiku," ucap Daniel menepuk bahu Alvaro.

"I see. Tapi, rasanya sungguh berat meninggalkan rumah," gumam Alvaro yang menadapat decakan dari Kakek dan Kakaknya.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Sanjaya pada Daniel. Pemuda itu memeluk Kakeknya.

"Seperti yang Kakek lihat," jawab Daniel singkat.

"Aku pikir, kakek sedang kurang sehat?" tanya Daniel memeriksa kakeknya dengan menatap dari atas hingga bawah dari kakeknya itu.

"Kau tidak senang, jika kakek sehat?" tanya Sanjaya. Membuat Alvaro menahan tawa dengan menutup mulutnya.

"Ah, bukan begitu. Hanya saja beberapa hari lalu kakek menghubungi dengan nada seperti sedang kurang sehat," ujar Daniel membuat Sanjaya mendengus kesal.

"Tidak masalah jika kamu tidak mau pulang. Aku akan memberikannya pada Alvaro kalau begitu," ucap Sanjaya membuat Alvaro mendelikkan mata kaget karenanya.

"Ke... Kenapa aku? Bukankah aku harus belajar dulu, kata kakek," ucap Alvaro sedikit terbata.

"Kau tidak mau juga? Baiklah! Kalau begitu kakek akan mencari orang yang mau diangkat menjadi anak atau cucu kakek," ucap Sanjaya sembari memutar badan dan berjalan meninggalkan kedua cucunya.

Pria tua itu berjalan sedikit tertatih dengan menggunakan tongkatnya dan dibantu dengan asistennya.

"Pcckkk. Sudah tua, masih aja pemarah," gerutu Daniel berdecak kesal karenanya. Alvaro membuka mata lebar, karena kakaknya selalu saja membuat kakeknya marah padanya.

"Kau mengatai kakek?" tanya Sanjaya menghentikan langkah. Sedang Daniel hanya berdecak kesal.

"Ah tidak, Kek. Dia hanya berucap kata tidak penting," ucap Alvaro membela kakaknya. Daniel terlihat tak peduli. Sedangkan Sanjaya hanya mendengus kasar. Cucu pertamanya itu masih saja keras kepala.

"Kau benar-benar cari mati!" gerutu Alvaro kesal. Daniel mengedikkan bahu tidak peduli. Ia berjalan mengikuti kakeknya bersama Alvaro.

*********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 98. Epilog 2 (TAMAT)

    Apa?!" Begitulah jika Selena ada maunya. Ia akan memanggil Daniel dengan sebutan 'Sayang', karena tahu suaminya itu tidak akan menolak. "Ya, baiklah. Besok aku akan mengurus semuanya," jawab Daniel meski dalam otaknya sudah pusing memikirkan segalanya. Bahkan, pagi-pagi sekali Daniel menghubungi dokter kandungan yang biasa menangani Selena. Sebenarnya, saat check up sejak sebulan yang lalu, dokter sudah bisa memprediksi jenis kelamin bayi Selena dan Daniel. Namun, Selena mengatakan agar tidak mengatakannya. Ia bilang, agar menjadi surprise saat bayinya lahir. Namun, siapa yang menyangka, jika keinginan istri Daniel mendadak berubah?Dokter sudah menuliskan jenis kelamin anak Selena dan Daniel dalam sebuah kertas yang digulung pada sebuah tabung plastik. Lalu memasukkannya ke dalam sebuah balon besar. Karena acaranya begitu mendadak, jadi Daniel tak bisa berpikir untuk melakukan ide rencana yang lebih baik. Untuk itu, ia hanya mengadakan acara seperti pada umumnya. Jika saja Dani

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 97. Epilog 1

    Waktu terus berlalu. Bahkan musim telah berganti. Segala masalah yang mereka lewati pun telah menjadi hal yang hanya bisa diingat. Kita tak akan pernah tahu dengan apa yang akan terjadi. Bahkan kesulitan yang kita alami juga datangnya dari Yang Maha Kuasa, semata hanya untuk memberi kemudahan setelah kita bisa melewatinya. Meninggalnya kedua orang tua Selena, pernikahan kontrak yang dilakukan Daniel dan Selena, bahkan harus rela berpisah dengan Alvaro yang notabene adalah kekasihnya. Kemudian meninggalnya sang kakek, kejadian Alvaro di luar negeri dengan Nick, atau kembalinya sang Mama yang membuat Alvaro dan Daniel menangis haru. Serta cinta yang perlahan tumbuh di hati Selena untuk Daniel ataupun sikap rela menerima Alvaro yang mau bertanggung jawab atas Jessica, semua sudah tak luput dari campur tangan Tuhan. Lalu, kini keluarga yang sedang berbahagia itu, sedang riuh menanti kelahiran seorang bayi yang sudah ditunggu sejak sembilan bulan lamanya. Alvaro menangis haru, saat per

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 96. Usai

    Setelah drama sesenggukan Jessica di kamar rias, kini sepasang mempelai pengantin itu sedang berjalan menuju altar. Tentu saja Jessica sudah diperbaiki make upnya. Karena air matanya tentu membuat riasan Jessica sedikit rusak. Daniel mengundang semua rekan kerjanya, serta para karyawan di seluruh cabang Jaya Group. Membuat pesta pernikahan Alvaro terasa sangat meriah. "Kenapa kau memandangnya seperti itu?" tanya Daniel ketika Selena menyaksikan Alvaro dan Jessica sebagai raja dan ratu hari ini. Selena hanya memutar bola mata malas. Ia tahu, suaminya itu pasti dalam mode cemburu. "Sayang, aku punya mata. Dan kau sangat tahu apa gunanya mata, kan? Untuk apa punya mata, jika tak digunakan dengan baik?" jawab Selena sehalus mungkin. "Tapi, memandang seperti itu, apakah itu cara yang baik?" protes Daniel kembali membuat Selena menarik napas panjang. Apa salahnya melihat pasangan yang menikah itu sedang berbahagia? "Apa aku tak boleh melihatnya? Apa aku harus ke kamar saja?" kesal Sel

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 95. Before Wedding

    Selena mengeratkan pegangannya pada gelas. Ia sudah menduga bahwa Daniel akan berpikir demikian. Salahnya sendiri, kenapa ia menampilkan sikap yang aneh. "Daniel... Aku tidak...""Aku tidak apa-apa, Selena. Aku sangat tahu hatimu. Wajar saja jika kau...""Aku tidak cemburu, Daniel. Aku hanya heran saja, mereka,... Alvaro sangat cepat dekat dengan Jessica. Juga, Jessica..."Selena menggantungkan ucapannya. Ia menyadari jika maksud dari ucapannya juga masih mengandung maksud yang dikatakan Daniel. Daniel segera menangkap kegelisahan istrinya itu. Ia menghampiri Selena, dan meletakkan gelas yang dibawa olehnya. "Tak perlu kau menjelaskan, aku sudah paham. Aku tahu. Sangat tahu. Memang tidak mudah melupakan seseorang yang pernah mengisi hati kita. Namun, harus selalu kau ingat, bahwa ada aku, di sisimu," ujar Daniel meletakkan sebelah tangan Selena di dadanya. Selena tersenyum lega. Sebelumnya ia takut, jika Daniel akan salah sangka padanya. Namun, siapa yang menyangka jika suaminya s

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 94. Apa kau cemburu?

    "Daniel?! Kau?! Bagaimana kau bisa ada di sini?" pekik Alvaro yang segera beranjak dan berhadapan dengan Daniel. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Al?!""Kau pun tak menghiraukan pertanyaanku, Niel!" kesal Alvaro kemudian. Keduanya mendengkus kesal bersamaan. Membuat Daniel tersenyum geli melihatnya. Ia sadar, dirinya dan adiknya adalah dua orang yang hampir sama memiliki sifat. Yaitu tidak sabaran, dan mungkin mau menang sendiri. "Oke, fine! Tadi aku mengikutimu dari belakang karena...""Dasar penguntit!" kesal Alvaro dan Daniel tercengang mendengarnya. "Dengarkan aku dulu, Adik laknat!" maki Daniel yang terpancing kesal. Alvaro hanya mendengus kasar dan membuang muka. Ia enggan bertatap muka dengan kakaknya itu. "Aku hanya menghawatirkanmu. Jadi aku mengikutimu. Apa aku salah?" "Salah! Karena kau plin plan dengan ucapanmu!" ketus Alvaro beranjak keluar dari kamarnya. Ia tak ingin istirahat Jessica terganggu. "Plin plan? Apa maksudmu?" tanya Daniel heran. Ia mengikuti langkah a

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 93. Jessica muntah-muntah

    Sejak kepergian Alvaro saat mereka berpisah di Bandara, sejak itu pula Jessica merasakan kegelisahan. Gelisah karena sepertinya perutnya mulai mengalami rasa tidak nyaman seperti beberapa terakhir yang ia alami. Namun, kembali Jessica mengingat apa yang diucapkan Alvaro tadi, ia memejamkan mata dan mengingat pelukan Alvaro serta mengingat aroma tubuh calon Ayah dari anaknya itu. Sungguh, dia bukan wanita mesum selama ini. Namun, entah kenapa pikirannya tentang Alvaro sedikit membantu mengusir rasa tidak nyaman seperti mual yang ia alami. "Huufftt. Bagus, seperti itu Jessica. Kau pasti bisa," gumam Jessica terus menerus mensugesti dirinya sendiri agar tak menuruti rasa mualnya. Setibanya di apartemen Alvaro, Jessica menemukan kamar Alvaro dengan khas aroma laki-laki itu. Membuatnya merasa senang karena sepertinya ia bisa merasakan kehadiran Alvaro di sini. "Aku akan tidur di kamar ini, Anna. Bolehkah?" tanya Jessica sedikit takut. "Tentu saja, Nona. Tuan Alvaro memberiku pesan unt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status