Share

Bab 5

Author: Little Casper
last update Last Updated: 2022-09-25 18:21:39

Hari mulai larut. Daniel masih memandangi langit-langit di kamarnya, dengan kepalanya yang berbantalkan kedua tangannya sendiri. Masih sulit baginya memejamkan mata di bawah atap rumah yang dulu ia tempati.

Ia pikir, mungkin ia tak akan kembali ke rumah ini lagi. Meski itu mustahil. Tapi, ia sangat tak ingin lagi berada di rumah ini yang hanya mengingatkan masa kecilnya yang bahkan tak ingin lagi ia ingat.

Daniel menghela nafas kasar. Ia kembali duduk dan bersandar di kepala ranjangnya. Melihat sekeliling kamarnya yang terlihat sama saja dengan keadaan beberapa tahun lalu.

"Haaaahh! Seharusnya aku tak tinggal di sini lagi," gumam Daniel sendiri.

Ia berusaha memejamkan mata sejenak. Ingin mengistirahatkan badannya yang mulai dari kemarin belum bisa tidur dengan nyaman.

Ting!

Sebuah pesan masuk pada ponsel Daniel. Pria itu segera membuka mata. Menatap ponselnya sejenak, sambil berpikir, siapa gerangan yang mengirim pesan?

"Pasti Alvaro," gumam Daniel. Ia meraih ponselnya di atas nakas. Namun, dahinya mengkerut saat melihat nama di layar ponselnya.

"Temui Kakek di kamar," tulis dalam sebuah pesan singkat. Daniel menghela nafas pelan.

"Apa aku terlalu gegabah dalam mengambil keputusan? Rasanya pilihanku untuk kembali pulang telah salah," ucap Daniel lirih.

Daniel melangkahkan kaki menuju kamar kakeknya. Dengan langkah tenang, ia berjalan dan berdiri di depan pintu Kakeknya.

Ia menghela nafas sebentar. Padahal biasanya ia biasa saja bila bertemu kakeknya. Namun, kali ini hatinya sedikit merasakan hal yang tak enak.

Ceklek!

Pintu pun terbuka dan hawa dingin dari pendingin ruang kamar sang Kakek menerpa kulitnya. Seolah menambah suasana mencekam bagi Daniel.

"Minggu depan Kakek mengadakan rapat umum pemegang saham. Besok kau bisa ke kantor lebih dulu dan mempelajari semua hal di sana. Yang jelas adalah, Ayahmu akan diberhentikan menjadi Direktur. Sekaligus pengangkatan Direktur baru dalam rapat minggu depan. Yaitu Kamu," ucap Sanjaya tegas.

Daniel menghela nafas lega. Rupanya apa yang menjadi ketakutannya hanya bayangannya saja.

"Dan perlu kamu tahu. Syarat menjadi Direktur adalah harus sudah menikah. Dan kakek harap kamu bisa segera menikah. Agar segera resmi mendapatkan posisi jabatan itu," ucap Sanjaya membuat Daniel sangat terkejut karenanya.

"A...Apa?!"

"Omong kosong macam apa ini, Kek?!" sanggah Daniel mendekat ke arah Kakeknya.

"Para pemegang saham akan lebih memberi kekuasaan penuh jika kamu sudah menikah, Daniel. Itu sudah aturan sedari dulu. Sebelum Ayahmu menjadi Direktur di perusahaan, dia juga sudah menikah. Dan akhirnya ia terpilih menjadi Direktur setelah Kakek pensiun. Kakek tidak mau, posisi itu harus ditempati oleh pemegang saham lainnya. Apa kata orang nantinya. Kakek adalah owner sekaligus pendiri perusahaan ini. Kakek tidak mau jabatan penting itu harus jatuh ke tangan orang lain," jelas Sanjaya panjang lebar.

Daniel menghela nafas kasar. Ia tidak habis pikir dengan apa yang disebutkan Kakeknya itu. Mana mungkin ia bisa menikah dalam waktu dekat.

"Harusnya aku tidak menuruti Kakek untuk pulang ke sini!" sinis Daniel menatap dingin Kakeknya. Ia berbalik dan hendak pergi.

"Meski kau tak ingin pulang. Kakek yang akan membuatmu pulang dengan sendirinya," ucap Sanjaya lagi. Membuat Daniel menghentikan langkahnya dan mendengus kasar.

"Aku benar-benar telah membuat kesalahan yang fatal!" geram Daniel lalu benar-benar beranjak pergi dari hadapan kakeknya.

"Kakek beri waktu kamu dalam sebulan ini. Segera bawa calon istrimu ke hadapan kakek. Atau kakek yang akan mencarikannya sendiri untukmu!" ucap Sanjaya sembari memejamkan mata di atas ranjangnya.

Daniel kembali menghentikan langkah sembari menatap tajam ke arah Kakeknya. Lalu ia segera keluar dari sana dengan sedikit membanting pintu.

***********

Suasana pagi ini terasa tidak nyaman. Hanya denting sendok di atas piring yang terdengar di pendengaran tiga manusia di atas meja makan itu.

Alvaro menatap kedua pria beda generasi di depannya itu. Seperti telah terjadi sesuatu yang membuat perang dingin diantara keduanya.

"Eheemm!!" Alvaro berusaha mencairkan suasana. Namun, hal itu tak cukup membuat Kakek dan Kakaknya itu teralihkan. Keduanya hanya fokus pada makanan di depannya.

"Emmm, Kek. Bolehkah, aku berangkat keluar negerinya bulan depan saja. Aku masih...."

"Asisten Kakek sudah menjadwalkan penerbangan minggu depan. Semuanya sudah diurus. Segera kemasi barangmu dan bersiaplah!" titah Kakek yang masih fokus pada sarapannya.

Praangg!!

Alvaro sedikit terkejut dengan kakaknya yang tiba-tiba meletakkan sendok dengan kasar diatas meja. Namun tidak dengan kakeknya.

"Wah!!! Kakek penuh kejutan sekali rupanya! Kakek selalu saja berbuat semau kakek sendiri. Tanpa peduli dengan pendapat kami!" ucap Daniel geram lalu ia pergi meninggalkan meja makan.

Sanjaya hanya memejamkan mata sembari mendengus kasar. Sedang Alvaro bingung dengan situasi ini. Bahkan ia sendiri juga merasa sedikit kesal dengan keputusan kakeknya yang akan mengirimkannya ke luar negeri minggu depan. Tapi, melihat Kakaknya semarah itu, rasanya kekesalannya sudah terbalaskan olehnya.

"Aku mohon,Kek. Beri aku waktu bulan depan, Kek?" mohon Alvaro lagi.

"Habiskan makanmu!" ucap Sanjaya tak menggubris ucapan Alvaro yang juga pergi meninggalkan meja makan.

Alvaro hanya menatap kesal kemudian ia

segera menghabiskan makannya karena akan segera menemui Selena.

********

Selena sedang menyuapi Ibunya makan. Rasanya ia sudah sangat lama berada di rumah sakit ini. Ia sangat ingin segera kembali ke rumah dan tak lagi berada di tempat yang membuatnya sesak itu.

"Awas... Awas!!!!" teriak Ibu Selena seperti ketakutan. Sepertinya Ibu Selena masih mengingat kejadian kecelakaan yang menimpanya bersama sang suami.

"Awas ... Awas ada mobil!!"

"Ibu, Ibu?! Ini Selena, Bu? I am here," ucap Selena berusaha menenangkan Ibunya.

"Selena? Ayahmu, Ayahmu!!!" teriak Ibu Selena dengan terus berteriak.

Dokter dan para perawat datang karena mendengar teriakan Ibu Selena lagi. Selena sedih melihat keadaan Ibunya yang jauh dari kata baik.

Belum lagi kesedihan yang masih ada dalam hatinya karena ditinggal sang Ayah. Kini, ia harus menghadapi Ibunya yang benar-benar sangat membutuhkan perawatan.

Dokter memberi obat penenang. Kedua perawat masih memegangi Ibu Selena hingga ia sedikit tenang dan lemas. Dan tak lama kemudian ia tertidur.

Selena menarik nafas panjang. Tangisnya kembali luruh melihat keadaan Ibunya.

"Biarkan Ibu anda istirahat dulu," ucap Dokter yang diangguki Selena. Ia keluar bersama Dokter dan duduk di ruang tunggu. Selena memejamkan mata masih menikmati tangisnya.

"Selena?" sapa Alvaro datang dengan sedikit berlari melihat Selena sedih.

"Kamu kenapa?" tanya Alvaro saat Selena menatapnya dengan bercucuran air mata. Tangisnya makin menjadi saat Alvaro datang.

Dengan segera Alvaro duduk di samping Selena dan memeluknya. Gadis itu menumpahkan segala kesedihan yang ia rasakan.

Padahal Alvaro datang untuk memberitahukan, bahwa minggu depan mungkin ia tak akan berada di sini lagi. Bahkan tak bisa menemaninya lagi.

Ia merasa tidak tega jika mengatakan hal itu. Gadis yang dicintainya sedang terpuruk sedih sejak kecelakaan yang menimpa orang tuanya.

Lalu apa yang harus ia katakan pada Selena?

"Ibumu sedang tidur kan sekarang?" tanya Alvaro dan Selena mengangguk dalam pelukannya.

"Bagaimana kalau kita ke kantin dulu? Kau belum makan?" tanya Alvaro. Selena melepas pelukannya lalu mengusap air matanya sejenak. Kemudian mengangguk pelan menatap kekasihnya.

Alvaro tersenyum dan mengusap kepalanya. Ia sangat suka dengan gadis itu.

"Oke. Lets go!" ajak Alvaro yang membuat senyum indah di wajah Selena.

"Selena, berjanjilah padaku setelah ini. Jangan pernah bersedih lagi," ucap Alvaro membuat Selena tertegun karenanya. Hidangan yang dipesan sudah siap di depan mata. Namun, ia urung menyantapnya karena mendengar pertanyaan Alvaro baru saja.

"Kenapa?" tanya Selena meletakkan kembali sendoknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 98. Epilog 2 (TAMAT)

    Apa?!" Begitulah jika Selena ada maunya. Ia akan memanggil Daniel dengan sebutan 'Sayang', karena tahu suaminya itu tidak akan menolak. "Ya, baiklah. Besok aku akan mengurus semuanya," jawab Daniel meski dalam otaknya sudah pusing memikirkan segalanya. Bahkan, pagi-pagi sekali Daniel menghubungi dokter kandungan yang biasa menangani Selena. Sebenarnya, saat check up sejak sebulan yang lalu, dokter sudah bisa memprediksi jenis kelamin bayi Selena dan Daniel. Namun, Selena mengatakan agar tidak mengatakannya. Ia bilang, agar menjadi surprise saat bayinya lahir. Namun, siapa yang menyangka, jika keinginan istri Daniel mendadak berubah?Dokter sudah menuliskan jenis kelamin anak Selena dan Daniel dalam sebuah kertas yang digulung pada sebuah tabung plastik. Lalu memasukkannya ke dalam sebuah balon besar. Karena acaranya begitu mendadak, jadi Daniel tak bisa berpikir untuk melakukan ide rencana yang lebih baik. Untuk itu, ia hanya mengadakan acara seperti pada umumnya. Jika saja Dani

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 97. Epilog 1

    Waktu terus berlalu. Bahkan musim telah berganti. Segala masalah yang mereka lewati pun telah menjadi hal yang hanya bisa diingat. Kita tak akan pernah tahu dengan apa yang akan terjadi. Bahkan kesulitan yang kita alami juga datangnya dari Yang Maha Kuasa, semata hanya untuk memberi kemudahan setelah kita bisa melewatinya. Meninggalnya kedua orang tua Selena, pernikahan kontrak yang dilakukan Daniel dan Selena, bahkan harus rela berpisah dengan Alvaro yang notabene adalah kekasihnya. Kemudian meninggalnya sang kakek, kejadian Alvaro di luar negeri dengan Nick, atau kembalinya sang Mama yang membuat Alvaro dan Daniel menangis haru. Serta cinta yang perlahan tumbuh di hati Selena untuk Daniel ataupun sikap rela menerima Alvaro yang mau bertanggung jawab atas Jessica, semua sudah tak luput dari campur tangan Tuhan. Lalu, kini keluarga yang sedang berbahagia itu, sedang riuh menanti kelahiran seorang bayi yang sudah ditunggu sejak sembilan bulan lamanya. Alvaro menangis haru, saat per

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 96. Usai

    Setelah drama sesenggukan Jessica di kamar rias, kini sepasang mempelai pengantin itu sedang berjalan menuju altar. Tentu saja Jessica sudah diperbaiki make upnya. Karena air matanya tentu membuat riasan Jessica sedikit rusak. Daniel mengundang semua rekan kerjanya, serta para karyawan di seluruh cabang Jaya Group. Membuat pesta pernikahan Alvaro terasa sangat meriah. "Kenapa kau memandangnya seperti itu?" tanya Daniel ketika Selena menyaksikan Alvaro dan Jessica sebagai raja dan ratu hari ini. Selena hanya memutar bola mata malas. Ia tahu, suaminya itu pasti dalam mode cemburu. "Sayang, aku punya mata. Dan kau sangat tahu apa gunanya mata, kan? Untuk apa punya mata, jika tak digunakan dengan baik?" jawab Selena sehalus mungkin. "Tapi, memandang seperti itu, apakah itu cara yang baik?" protes Daniel kembali membuat Selena menarik napas panjang. Apa salahnya melihat pasangan yang menikah itu sedang berbahagia? "Apa aku tak boleh melihatnya? Apa aku harus ke kamar saja?" kesal Sel

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 95. Before Wedding

    Selena mengeratkan pegangannya pada gelas. Ia sudah menduga bahwa Daniel akan berpikir demikian. Salahnya sendiri, kenapa ia menampilkan sikap yang aneh. "Daniel... Aku tidak...""Aku tidak apa-apa, Selena. Aku sangat tahu hatimu. Wajar saja jika kau...""Aku tidak cemburu, Daniel. Aku hanya heran saja, mereka,... Alvaro sangat cepat dekat dengan Jessica. Juga, Jessica..."Selena menggantungkan ucapannya. Ia menyadari jika maksud dari ucapannya juga masih mengandung maksud yang dikatakan Daniel. Daniel segera menangkap kegelisahan istrinya itu. Ia menghampiri Selena, dan meletakkan gelas yang dibawa olehnya. "Tak perlu kau menjelaskan, aku sudah paham. Aku tahu. Sangat tahu. Memang tidak mudah melupakan seseorang yang pernah mengisi hati kita. Namun, harus selalu kau ingat, bahwa ada aku, di sisimu," ujar Daniel meletakkan sebelah tangan Selena di dadanya. Selena tersenyum lega. Sebelumnya ia takut, jika Daniel akan salah sangka padanya. Namun, siapa yang menyangka jika suaminya s

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 94. Apa kau cemburu?

    "Daniel?! Kau?! Bagaimana kau bisa ada di sini?" pekik Alvaro yang segera beranjak dan berhadapan dengan Daniel. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Al?!""Kau pun tak menghiraukan pertanyaanku, Niel!" kesal Alvaro kemudian. Keduanya mendengkus kesal bersamaan. Membuat Daniel tersenyum geli melihatnya. Ia sadar, dirinya dan adiknya adalah dua orang yang hampir sama memiliki sifat. Yaitu tidak sabaran, dan mungkin mau menang sendiri. "Oke, fine! Tadi aku mengikutimu dari belakang karena...""Dasar penguntit!" kesal Alvaro dan Daniel tercengang mendengarnya. "Dengarkan aku dulu, Adik laknat!" maki Daniel yang terpancing kesal. Alvaro hanya mendengus kasar dan membuang muka. Ia enggan bertatap muka dengan kakaknya itu. "Aku hanya menghawatirkanmu. Jadi aku mengikutimu. Apa aku salah?" "Salah! Karena kau plin plan dengan ucapanmu!" ketus Alvaro beranjak keluar dari kamarnya. Ia tak ingin istirahat Jessica terganggu. "Plin plan? Apa maksudmu?" tanya Daniel heran. Ia mengikuti langkah a

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 93. Jessica muntah-muntah

    Sejak kepergian Alvaro saat mereka berpisah di Bandara, sejak itu pula Jessica merasakan kegelisahan. Gelisah karena sepertinya perutnya mulai mengalami rasa tidak nyaman seperti beberapa terakhir yang ia alami. Namun, kembali Jessica mengingat apa yang diucapkan Alvaro tadi, ia memejamkan mata dan mengingat pelukan Alvaro serta mengingat aroma tubuh calon Ayah dari anaknya itu. Sungguh, dia bukan wanita mesum selama ini. Namun, entah kenapa pikirannya tentang Alvaro sedikit membantu mengusir rasa tidak nyaman seperti mual yang ia alami. "Huufftt. Bagus, seperti itu Jessica. Kau pasti bisa," gumam Jessica terus menerus mensugesti dirinya sendiri agar tak menuruti rasa mualnya. Setibanya di apartemen Alvaro, Jessica menemukan kamar Alvaro dengan khas aroma laki-laki itu. Membuatnya merasa senang karena sepertinya ia bisa merasakan kehadiran Alvaro di sini. "Aku akan tidur di kamar ini, Anna. Bolehkah?" tanya Jessica sedikit takut. "Tentu saja, Nona. Tuan Alvaro memberiku pesan unt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status