Share

Bab 8

Tin... Tin... Tin.

Terdengar bunyi klakson bersahutan, membuat Daniel sedikit terkejut karenanya. Gara-gara memperhatikan gadis itu, hingga Daniel tidak sadar jika lampu merah sudah berganti hijau.

Daniel bernafas lega. Ia merasa sedikit tenang hatinya hanya dengan melihat pemandangan sederhana itu. Entah kenapa, senyum gadis tadi menularkan senyum di wajahnya.

Hingga saat ia tiba di kantor. Daniel berjalan lebih ringan dari sebelumnya ia keluar dari rumah. Dan semua berkat gadis dengan senyum manis berhati malaikat yang membuat kagum padanya.

__________

Daniel memasuki ruang rapat, di mana semua orang telah menunggu kehadirannya. Dan pertama yang ia lihat adalah Ayahnya dengan senyum menyebalkan yang ia berikan tadi dari rumah.

Daniel menghela napas lalu duduk di samping sang Kakek.

"Baik, rapat hari ini kita mulai," ucap Sanjaya menatap semua orang yang hadir dalam ruangan itu.

Starlight hotel dan Resort adalah sebuah perusahaan yang didirikan bersama para Saudara dan keluarga dekat Sanjaya Abyakta.

Namun, sepertinya sekarang Sanjaya telah menyesal karena kurang kolektif dalam memilih partner kerja dalam perusahaannya. Karena sekarang semua orang sedang haus kekuasaan dalam perusahaan itu.

"Daniel masih terlalu muda. Dan lagi, dia baru saja menyelesaikan pendidikannya. Rasanya, dia kurang pengalaman dalam masalah perusahaan," ucap Benny, adik Sanjaya.

"Bukankah, semua bisa dipelajari lebih dulu. Dan lagi, Daniel mahasiswa yang pintar, jadi menurutku, dia akan cepat bisa menyesuaikan dengan kinerja perusahaan," sanggah Sanjaya membela cucunya.

"Dia masih terlalu muda serta belum memenuhi persyaratan menikah. Aku rasa kami semua belum bisa mempercayakan padanya," sahut Doddy Sepupu Sanjaya, anak dari Kakaknya yang sudah meninggal.

Saat ini Daniel bisa membaca situasi dari orang-orang yang selalu tidak setuju dengan pendapat Kakeknya. Membuatnya sedikit paham, kenapa Kakeknya sangat ingin mengangkat dirinya memimpin perusahaan ini.

"Apa yang dikatakan Kakek, benar adanya. Saya bisa cepat belajar tentang perusahaan ini. Saya sudah mempelajari sedikit demi sedikit seminggu sebelum diadakannya rapat ini. Dan untuk masalah pernikahan, kalian tunggu saja undangan pernikahan saya dalam waktu dekat. Bukan begitu, Kek?" ucap Daniel tegas dengan menatap kakeknya.

Sanjaya tersenyum, ia tahu Cucunya sangat pintar. Karena itu dia memilihnya menggantikan Ayahnya yang sudah tidak becus Memimpin perusahaan.

Keenam orang yang hadir dalam rapat tersebut mendengus kesal. Padahal mereka ingin menggulirkan Sanjaya sebagai komisaris perusahaan. Karena, bagi mereka, Sanjaya sudah terlalu tua untuk masih terjun ke dalam perusahaan Starlight Hotels and Resort.

Pok ... Pok ... Pok.

Terdengar tepuk tangan keras serta tawa dari Arkanta. Ia berdiri dan memberikan tepuk tangan pada putranya itu.

"Hahaha, good job, Boy! Kau persis sepertiku, tegas dan terlihat percaya diri. Hahahaha!" ucap Arkanta yang menurut Daniel itu hanyalah sebuah sindirian baginya. Sekuat hati, ia menahan amarah agar tidak tersulut emosi dalam ruang rapat yang masih berlangsung.

"Jaga bicaramu, Arkanta!" geram Sanjaya melihat sikap putra semata wayangnya itu.

"Kau selalu tidak salah dalam memilih, Yah! Seperti kau dulu memilihku. Dan saat kau sudah tak cocok lagi dengannya, kau akan membuangnya!" ucap Arkanta lirih namun penuh penekanan. Serta tatapan matanya tajam seakan marah pada Ayahnya itu.

Tentu saja Arkanta marah. Dia tak lagi memiliki jabatan di sana. Dan lagi, ia terancam di hapus dari ahli waris Ayahnya.

Sret!

Selena telah selesai mengikat tali sepatunya. Tali sepatu yang kencang, membuat Selena bersemangat menghadapi harinya.

Ia menatap pantulan dirinya dari cermin. Memasang seulas senyum tipis pada wajahnya. Seperti pesan Alvaro padanya, jika kekasihnya itu tak mau melihat Selena bersedih.

Selena menghela nafas. Lalu keluar untuk sarapan bersama Ibunya serta perawat yang menjaga Ibunya.

"Rani, hari ini aku mulai bekerja. Aku titip Ibu, ya?" ucap Selena sembari bertekuk lutut di depan Ibunya yang duduk di kursi roda dan sedang di suapi makan oleh perawatnya.

Selena merasa sangat bersyukur. Entah keajaiban darimana, hingga ia menemukan seorang perawat yang mau menjaga Ibunya saat ia diterima bekerja. Apalagi dengan bayaran yang terbilang sangat murah.

Selena tidak tahu saja, jika perawat itu adalah seseorang yang disuruh Alvaro untuk merawat Ibu Selena. Hanya saja, Alvaro tidak ingin mengatakan pada Selena karena takut di tolak pertolongannya.

"Ibu, Selena berangkat kerja dulu, ya? Selena janji akan cari uang yang banyak untuk kesembuhan Ibu. Agar Ibu bisa berjalan lagi. Oke?" ucap Selena menggenggam jemari Ibunya.

Ibunya hanya menggenang air mata. Dalam sadarnya, ia merasa kasihan pada putri satu-satunya yang harus merawat dirinya dan bekerja seorang diri. Namun, alam bawah sadar Ibu Selena, ia masih bersedih dan berduka atas kepergian suaminya, Ayah Selena.

"Rani, aku pergi dulu," ucap Selena yang kemudian ia benar-benar pergi setelahnya.

"I love you too, Al. Aku menunggumu. Kau cepatlah kembali," gumam Selena setelah menatap ponselnya, melihat pesan terakhir dari Alvaro.

Sudah dua hari kekasihnya itu pergi. Dan pesan terakhir itu yang selalu ia pandangi. Berharap Alvaro menghubunginya lagi. Namun, belum juga ada kabar darinya.

Selena berlari masuk ke dalam hotel yang sudah menjadi tempat kerjanya. Kemarin ia sudah melakukan wawancara dan sekarang saatnya masuk kerja karena semalam ia mendapat notifikasi bahwa dirinya diterima bekerja. Ya, meskipun hanya sebagai housekeeper di hotel yang megah ini.

Tapi, mendengar nominal gajinya, Selena tak akan menyiakan kesempatan baik yang ada di depannya.

Bruk!

"Arrghhh!"

"Aw!" pekik Selena sambil mengusap bokongnya yang perih karena terhempas setelah bertabrakan dengan seseorang.

"Hey! Kamu?!!" ucap Daniel terhenti saat melihat wanita di depannya. Rasa marah karena bertabrakan dengan seseorang tiba-tiba hilang saat menatap seorang wanita yang ada di depannya.

"Maaf, Pak! Saya buru-buru. Maafkan saya!" ucap Selena menundukkan kepala pada Daniel tanpa menatap dengan benar dengan orang yang ada di hadapannya.

Selena kembali berlari karena ia takut telat di hari pertamanya bekerja.

"Hey!" panggil Daniel lagi. Namun, Selena sudah berlari dan menghilang dari pandangan Daniel.

"Padahal aku mau tanya namanya," lirih Daniel merasa kecewa karena wanita yang menularkan senyum beberapa hari lalu ternyata bertemu dengannya hari ini.

"Maaf, Pak. Apa anda mengatakan sesuatu?" tanya Sandy, teman sekaligus asisten pribadinya.

"Aaa. Itu, ... Tidak ada apa-apa," jawab Daniel terbata dan kembali berjalan yang kemudian diikuti oleh Sandy.

Selena mengatur nafas sebelum memasuki ruangan bertuliskan "Room Division," di sana.

"Selamat pagi, Bu. Maaf saya terlambat!" ucap Selena tegas dan keras sambil memejamkan mata.

Terdengar suara tawa dan cekikikan dalam ruangan itu, membuat Selena segera membuka matanya.

Ia membuka mata lebar, saat menyadari ternyata di sana sudah banyak orang dan menertawakan dirinya sekarang.

"Kau pegawai baru itu kan?" tanya kepala bagian Room Division, dingin.

"Benar, Bu!" jawab Selena.

"Bagaimana bisa seorang karyawan baru datang terlambat?! Apa kau lupa pemberitahuan yang kau terima semalam? Bukankah tertulis dengan sangat jelas, untuk datang tepat waktu?!" ucap Monica, sebagai atasan Selena sekarang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status