Share

8. Satu Syarat

"Syarat, Kak?"

"Iya, dengan syarat, kamu nggak boleh keluar sama sekali dari apartemen ini. Aku nggak mau ada laporan yang sampai ke telinga ibuku kalau ada seorang gadis di dalam tempat ini. Ngerti?"

Carissa tidak percaya, Tuhan masih sangat berbaik hati kepadanya dengan mengirimkan bantuan seperti ini. Gadis itu mengangguk cepat seraya menggumamkan terimakasih berkali-kali. Tak ada keberatan apapun dengan syarat yang Gara ajukan. Justru bagus, ia tidak perlu berurusan dengan dunia luar sementara. Masalah di mana ia akan tinggal nanti, itu biar dipikirkannya sendiri sembari memulihkan tubuh. Yang penting sekarang ia tidak terlantar di jalanan dengan kondisi babak belur seperti ini.

"Pakai kamar tamu sebelah sana, jangan diam di sofa. Kalau ada tamu datang, kamu nggak boleh keluar kamar sampai tamunya pulang." Gara merasa dirinya agak berlebihan dengan berkata begitu, tapi ya masa bodohlah. Tempat ini kan miliknya, jadi ia yang memegang kendali penuh.

"Baik, baik Kak ... "

"Sagara."

"B-baik Kak Gara. Terimakasih banyak."

Gara mendengus kecil. Lelaki itu lantas meraih kunci mobilnya di atas meja bar dapur. Bermaksud keluar untuk menenangkan pikiran. Seluruh kejadian ini membuat kepalanya seperti mau pecah. Mungkin ia memerlukan beberapa teguk alkohol untuk membuat pikirannya rileks sedikit. Sementara itu, Carissa yang akhirnya ditinggal sendirian, tertatih melangkah dan menyeret kopernya masuk ke kamar tamu. Gadis itu mendudukkan diri di atas ranjang yang dingin karena sepertinya kamar ini tidak pernah ditempati, lalu diam di sana selama beberapa saat.

"Apa Tuhan nggak mau aku kembali kepada-Nya dengan cara begitu?" ujarnya serak. Air mata mulai lagi menggenangi kedua obsidiannya yang layu. "Tuhan masih ingin aku berada di dunia yang jahat ini. Tapi buat apa, Ya Tuhan? Buat apa ... "

Isaknya sesekali memecah keheningan ruangan itu. Carissa mengusap pipinya yang basah dengan kasar. Perlahan gadis itu keluarkan dompet kecil dari kopernya, menemukan selembar foto yang terselip manis. Foto dirinya yang tersenyum bersama Abian. Rasanya sudah seabad yang lalu sejak foto itu diambil.

"Abian, apa kamu tau aku sehancur ini gara-gara kamu?" bisiknya perih. "Aku nggak punya siapa-siapa, dan sekarang ngemis-ngemis sama orang asing supaya aku diijinin numpang di rumahnya. Apa kamu bisa bayangin itu?"

Carissa menahan isak, membuatnya merasa sesak sekali. Ia menekan dadanya kuat-kuat sembari berbisik lirih. "Abian, denger! Sekarang aku akan baik-baik aja. Kalau Tuhan nggak mau aku mati, aku nggak akan mati. Aku akan tetep hidup untuk membalas semua perbuatan kamu."

Carissa melemparkan dompetnya ke atas nakas. Tanpa ia sadari, selembar foto sialan itu lepas dari tempatnya, kemudian jatuh ke lantai. Gadis itu tidak akan pernah tahu, hidupnya bisa saja berbalik haluan dalam beberapa saat ke depan, gara-gara selembar foto.

***

Seperti kebiasaannya, Gara terjaga dari tidurnya pada jam enam pagi. Lelaki itu terdiam dan berpikir, apa yang kiranya berbeda pada pagi ini dari pagi-paginya yang biasa. Hingga disadarinya perbedaan itu ; ada aroma lain yang menembus celah ventilasi kamarnya dari luar. Aroma manis dan hangat yang tidak pernah tercium selama ia bangun pagi di apartemen miliknya ini. Gara yang dilanda penasaran, kemudian beranjak dari ranjang dan membuka pintu kamarnya.

Hal pertama yang berhasil ditangkap oleh indera penglihatannya adalah, ada yang sedang menggunakan dapurnya.

"Kamu ngapain?" tanyanya refleks.

Di balik kompor, Carissa terlonjak kecil karena kaget. "Ah! Eh ... selamat pagi, Kak ... "

"Kamu ngapain?" Gara mengulangi, membuat Carissa gentar. Seulas senyum yang tadi menghiasi bibirnya, kini lenyap.

"A-aku ... aku bikinin Kak Gara sarapan."

"Siapa yang suruh?"

Astaga, kaki Rissa mendadak gemetaran. Sungguh ia lupa, Gara mengijinkannya tinggal, bukan berarti lelaki itu juga menerimanya di tempat itu. Maka dengan raut penuh sesal, Rissa menunduk mengucap maaf berkali-kali.

"Nanti aku beresin, Kak," cicit Rissa ketakutan. Sebelah tangannya mencengkeram gagang spatula erat-erat sementara kedua alisnya menukik turun. Pemandangan yang membuat Gara menghela napas dengan jengah.

Pemuda tampan itu menarik kursi meja makan yang hanya ada tiga buah saja. Duduk di sana, lalu menyapukan pandangan kepada beberapa piring yang sudah tertata rapi di atas meja. Ada beberapa porsi kecil makanan berbeda. Pancake, roti panggang, dan telur mata sapi.

"Ka-Kakak mau yang lain?" tanya Carissa pelan.

"Kopi," jawab Gara pendek. Lelaki itu menghela napas, sebenarnya ini juga tidak sepenuhnya salah, justru menguntungkan, daripada Gara repot-repot cari sarapan di luar.

"Kakak mau makan apa? Pancake atau roti?" tawar Carissa lagi.

"Pancake."

Kemudian untuk pertama kalinya sejak kemarin, Gara melihat senyum kecil tersemat di bibir si gadis. Pandangan Gara lalu terpancang kepada tangan mungil yang cekatan menyiapkan ini dan itu, seperti sudah biasa ia lakukan setiap hari. Sebuah pertanyaan tentang siapa sebenarnya gadis ini, kembali memenuhi benak Gara. Namun, waktu yang sempit tidak memberinya kesempatan untuk bertanya-tanya. Ia harus segera bersiap ke kantor.

"Aku nggak akan pulang ke sini malam ini," tutur Gara setelah selesai bersiap. Lelaki itu memandang Carissa yang masih berkutat membereskan sisa sarapan. "Kamu nggak bisa keluar sama sekali. Aku nggak akan repot-repot kasih tau kamu password kunci apartemenku."

"Iya, Kak. Nggak apa-apa." Carissa mengangguk. Tidak masalah jika ia harus terkunci di dalam sini. Ia tidak memerlukan apapun lagi. Tidak perlu takut mati kelaparan pun, isi lemari es Gara cukup bahkan untuk dua minggu ke depan. Nah, tidak termasuk tindak kejahatan kan, kalau Carissa memakainya?

Lelaki tampan itu sudah setengah jalan menuju pintu keluar sebelum sesuatu menarik perhatiannya. Sesuatu yang tergeletak di dekat pintu kamar tamu. Gara mendekat dan memungutnya dari atas lantai. Perlahan tapi pasti, raut wajahnya berubah menjadi kaku kala melihat benda apa itu. Kedua manik hitamnya terpaku tak berkedip pada selembar foto kecil yang kini ia pegang.

"Carissa?" panggilnya tanpa sadar. "Apa foto ini milikmu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status