Share

Ada Yang Tidak Beres

Auteur: Catatan_Sajak
last update Dernière mise à jour: 2025-06-02 13:00:27

Aroma tumis buncis dan telur dadar memenuhi dapur. Suara dentingan piring berpadu dengan langkah pelan dari arah kamar. Aku tahu itu Mas Afnan. Dan seperti biasa, meski ada banyak hal yang bergemuruh di dada, aku tetap tersenyum menyambutnya.

“Hai, Mas.” Suaraku terdengar ringan, meski perasaanku tak seenteng itu. “Kamu sarapan dulu, ya.”

Mas Afnan mengangkat wajah. Ada semburat lelah yang masih tertinggal di matanya, tapi ia tetap membalas senyumku. Senyum yang belum sepenuhnya pulih. “Maaf, Saf,” gumamnya lirih. “Semuanya jadi buyar.”

Aku tahu apa maksudnya. Ia masih memikirkan kejadian semalam. Tentang bagaimana momen kami yang nyaris begitu indah berubah menjadi kekacauan hanya karena darah. Hanya karena trauma lama yang kembali menyeruak.

Aku menelan ludah, lalu menggeleng sambil tetap tersenyum. “Nggak perlu dipikirin, Mas. Sekarang mending Mas sarapan dulu.” Suaraku sebisa mungkin kubuat t

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan impian   Cinta Yang Utuh

    “Mas,” bisikku hampir tak terdengar karena suaraku tercekat oleh emosi.Dia hanya menatapku. Tak berkata-kata lagi seolah tak perlu. Tatapannya saja sudah cukup untuk membuatku tahu bahwa aku begitu istimewa baginya.Aku mengangkat kedua tanganku dan melingkarkannya di leher Mas Afnan. Aku memeluknya dengan pelan tapi erat. “Terima kasih,” bisikku di dekat telinganya. “Mas nggak tahu betapa besar artinya ini buat aku.”“Justru aku tahu, Saf,” sahutnya pelan sambil membalas pelukanku. “Karena itu aku lakuin.”Ketika kami perlahan saling melepaskan, dahi Mas Afnan menyentuh dahiku. Bibirnya melukis senyum kecil yang membuat dadaku terasa hangat.“Aku sayang kamu, Saf,” bisiknya.Aku tersenyum dengan mata menatap lekat padanya, lalu menjawab pelan, “Aku juga, Mas. Sangat.”Aku memeluk Mas Afnan lagi. Tanpa ragu dan tanpa jeda. Pelukan yang mungkin terliha

  • Bukan Pernikahan impian   Rooftop Romantis

    Aku tak tahu harus menebak apa lagi dari rencana Mas Afnan malam ini. Setelah kamar hotel yang nyaman, sekarang dia menggandengku keluar lagi. Menuju lantai paling atas. “Mas, kita ke mana lagi sih?” tanyaku yang masih setengah bingung, tapi langkahku terus mengikuti langkah panjangnya.Mas Afnan hanya menoleh dan tersenyum kecil. Tanpa menjawab.Sampai akhirnya kami tiba di rooftop.Begitu pintu terbuka, aku langsung terdiam di ambang. Helaan napasku tertahan di tenggorokan. Penerangan temaram dari lilin-lilin kecil yang diletakkan di sepanjang tepian rooftop berpadu manis dengan lampu gantung berwarna keemasan. Ada meja makan bundar kecil untuk dua orang, dihiasi bunga-bunga segar dan kelopak mawar merah muda yang berserakan indah di atas permukaannya. Di salah satu sudut, ada karpet bulu tebal dengan dua bantal empuk dan selimut rajut berwarna pastel.Langit malam terbentang luas di atas sana. Bintang-bintang seolah ikut berkonspirasi malam

  • Bukan Pernikahan impian   Kejutan Dari Afnan

    Siang mulai condong. Sinar mentari tak secerah tadi pagi, tapi cukup hangat menyentuh kulit. Anak-anak sudah pulang sejak sepuluh menit lalu, tapi aku masih duduk di pojok ruangan, hanya memandangi papan tulis kosong dan sisa-sisa coretan yang belum sempat aku hapus.Bukan karena lelah. Bukan pula karena malas pulang ke rumah. Tapi lebih kepada perasaan ganjil yang terus mengusik. Sejak beberapa hari terakhir, rumah yang biasa kuanggap tempat paling nyaman, terasa begitu asing. Terlalu banyak sandiwara. Terlalu banyak batas yang seolah dikaburkan dengan alasan baik-baik saja.Aku menghela napas pelan dan melirik jam di tangan. Sudah cukup. Tak mungkin aku berlama-lama di sini hanya untuk lari dari kenyataan. Aku bangkit, memungut tas, dan melangkah menuju pintu depan.Tapi begitu keluar pagar TPA, langkahku terhenti. Jantungku seperti ikut menahan gerak saat mataku menangkap sosok yang sama sekali tak kuharapkan muncul siang ini.Mas Afnan.Dia ber

  • Bukan Pernikahan impian   Selalu Gagal Bicara

    Sudah beberapa hari berlalu sejak malam itu. Sejak aku berniat menyampaikan semuanya pada Mas Afnan—tentang Sarah, tentang batas yang mulai dilanggar, tentang perasaanku yang perlahan mulai sesak. Tapi sampai hari ini, aku belum juga mendapat kesempatan untuk benar-benar bicara.Karena selalu saja ada Sarah di sela kami. Di antara ruang kami. Di tengah-tengah hal-hal kecil yang seharusnya hanya milik kami berdua.Pagi tadi contohnya. Saat Mas Afnan baru saja hendak berangkat ke kantor dan aku ingin berbicara sejenak sebelum ia pergi, Sarah tiba-tiba keluar dari kamarnya dengan tergesa.“Kak Afnan, nanti bisa antar aku nggak ke posko? Aku buru-buru banget, tapi belum sempet pesan ojek,” ucapnya sambil mengangkat tas selempangnya.Mas Afnan menatapku sekilas, lalu ke arah Sarah. “Sarah, kamu ‘kan biasanya naik ojek. Biar aku pesanin aja, ya?”“Jangan, Kak!” Sarah memotong dengan cepat. “Aku nggak

  • Bukan Pernikahan impian   Ada Yang Tidak Beres

    Aroma tumis buncis dan telur dadar memenuhi dapur. Suara dentingan piring berpadu dengan langkah pelan dari arah kamar. Aku tahu itu Mas Afnan. Dan seperti biasa, meski ada banyak hal yang bergemuruh di dada, aku tetap tersenyum menyambutnya.“Hai, Mas.” Suaraku terdengar ringan, meski perasaanku tak seenteng itu. “Kamu sarapan dulu, ya.”Mas Afnan mengangkat wajah. Ada semburat lelah yang masih tertinggal di matanya, tapi ia tetap membalas senyumku. Senyum yang belum sepenuhnya pulih. “Maaf, Saf,” gumamnya lirih. “Semuanya jadi buyar.”Aku tahu apa maksudnya. Ia masih memikirkan kejadian semalam. Tentang bagaimana momen kami yang nyaris begitu indah berubah menjadi kekacauan hanya karena darah. Hanya karena trauma lama yang kembali menyeruak.Aku menelan ludah, lalu menggeleng sambil tetap tersenyum. “Nggak perlu dipikirin, Mas. Sekarang mending Mas sarapan dulu.” Suaraku sebisa mungkin kubuat t

  • Bukan Pernikahan impian   Phobia Afnan

    Aku masih duduk di tepi ranjang dan mencoba merapikan diri dan mengatur nafas yang belum sepenuhnya stabil. Jemariku sibuk membenahi kerah piyama yang sempat terbuka saat suara melengking dari arah dapur kembali membuatku terlonjak.“Kak Afnan! Astaga!”Jantungku langsung terjun ke perut. Tanpa pikir panjang, aku berlari ke luar kamar, menyusuri lorong rumah yang sunyi tapi mencekam. Dan ketika sampai di ujung dapur, pandanganku terpaku. Nafasku tercekat.“Mas, astagfirullah, Mas!” seruku spontan.Mas Afnan terduduk di lantai dengan wajah pucat dan keringat dingin yang mengucur deras. Dadanya naik-turun. Seperti baru saja lari jauh tanpa sempat bernafas. Tatapannya kosong, nyaris tanpa fokus.Aku segera berlutut di sampingnya. Tanganku gemetar menyentuh pundaknya. “Mas, kenapa? Sarah, ada apa ini?” tanyaku panik.Sarah berdiri canggung di sisi lemari kecil dengan tangan yang memegang pergelangan kakinya. R

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status