Belum sempat masuk kamar mandi ponsel Bianca berdering. Wanita itu melihat terlebih dahulu siapa yang menelponnya sepagi ini."Nomor asing?" Gumam Bianca melihat sederet angka menghiasi layar ponselnya.Bianca mengabaikannya, ia menaruh kembali ponselnya di atas ranjang. Belum mulai melangkah ponselnya kembali berdering dengan nomor yang sama.Dengan sedikit kesal, Bianca menggeser tombol berwarna hijau. Bianca akan mengomel, namun, suara di seberang lebih dulu mendominasi."Assalamualaikum Bianca, ini Mama. Maaf ya mengganggu pagi-pagi."Bianca meneguk ludah, bersyukur tidak jadi mengomel, jika tidak, hancur sudah reputasinya sebagai menantu."Waalaikumsalam Ma, tidak mengganggu kok, ada apa Ma?" "Hari ini kamu ada di apartemen, kan?""Hari ini Bian mau ke restoran, Ma." Jawab Bianca sambil menyiapkan pakaian yang akan dipakainya."Iya sudah, nanti Mama mampir kesana saja. Assalamualaikum.""
[ Lima menit lagi Mama sampai. ]Bianca meletakkan ponselnya setelah membalas pesan dari mertuanya. Bianca bergegas turun untuk menyambut kedatangan mertuanya.Di lantai bawah tidak banyak tamu yang datang, karena belum waktunya makan siang, hanya ada beberapa meja yang terisi.Dari tempatnya berdiri, Bianca bisa melihat ada mobil yang baru saja parkir. Benar saja ibu mertuanya itu keluar dari pintu penumpang.Bianca keluar untuk menyambut kedatangan mertuanya."Assalamualaikum Ma." Bianca mencium tangan Maria dengan takzim."Waalaikumsalam anak Mama yang cantik." Jika dibandingkan dengan Tari, ibu dari Langit, Maria jauh lebih terlihat ramah dan baik hati. Bukan maksud Bianca mengatakan Tari tidak baik, hanya saja tatapan wanita itu tidak terlihat setulus Maria."Apa kabar, Mama yang cantik?" Ganti Bianca yang memuji Maria. Bianca juga mempersilahkan Maria masuk ke dalam ruangannya yang berada di lantai dua."Alhamdulillah Mama baik, kamu sendiri gimana sama Dewa?""Alhamdulillah kam
Jam makan siang tinggal beberapa menit lagi, karena ini pertama kali Bianca datang ke kantor Dewa, Bianca berjalan menuju meja resepsionis terlebih dahulu."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Sapa petugas resepsionis lebih dulu."Selamat siang, Saya ingin bertemu dengan Pak Dewangga." Jawab Bianca.Wanita yang ada di depannya menatap Bianca dengan tatapan menilai, "Apa sebelumnya sudah membuat janji?"Bianca tak suka dengan cara wanita itu menatap dirinya. "Saya Bianca, istrinya, apa perlu saya membuat janji untuk bertemu dengan suami saya?" Bianca bukan wanita lemah yang akan terintimidasi dengan tatapan menilai dari wanita bernama Nora ini."Istrinya? Anda jangan bercanda!" Wanita itu tidak percaya, wanita yang ia lihat di televisi sangat cantik bak bidadari. Tapi, wanita yang sedang mengaku-mengaku ini tidak mirip dengan yang dia lihat di berita."Apa kamu tidak memiliki televisi untuk melihat acara pernikahan kami?setidaknya kamu memiliki bukan? Atau kamu mau saya belikan?"
"Saya tidak bisa!" Tolak Dewa, ia tidak melanjutkan memakan makanannya."Pasti bisa." Kekeuh Bianca."Saya tidak bisa!""Kalau Mas Dewa nggak bisa, artinya Mas Dewa….." Bianca tidak melanjutkan ucapannya, ia justru bergidik ngeri membayangkan kata yang hampir terucap dari bibirnya."Apa?" Tanya Dewa galak."Hmm … itu loh yang lagi trend di luar negeri."Dewa yang mulai paham menatap tajam Bianca, wanita itu tidak takut justru semakin menantang Dewa."Mas Dewa bisa, kan?" "Kapan?"Dalam hati Bianca bersorak senang, rencananya berhasil. Ada untungnya juga banyak mengobrol dengan mertuanya."Mas Dewa tenang saja, karena aku masih datang bulan, kita pergi minggu depan." Bianca tersenyum manis."Berapa lama?""Aku pengennya sih satu bul—"Kamu pikir saya pengangguran!" Sahut Dewa sebelum Bianca men
"MAS DEWA TOLONG!!!!"Mendengar jeritan dari Bianca, Dewa bergegas menyusul memasuki ruang pribadinya. Ia lalu mengetuk pintu kamar mandi yang ada didalam ruangan itu."Bi… ada apa?" Teriak Dewa dari luar."Mas tolong…" Bianca juga ikut berteriak."Katakan ada apa?" Dewa bingung apa yang harus dilakukannya. Jika mendengar dari teriaknya, Bianca tidak merasa kesakitan.Bianca membuka pintu lalu menghambur ke pelukan Dewa. Dewa yang bingung bertambah bingung. Tubuh Bianca begitu erat memeluk tubuhnya, bahkan tangan wanita itu melingkari tubuhnya.Dewa merasa pakaiannya basah, Dewa mencoba melepas tubuh Bianca dari tubuhnya, namun, Bianca semakin mempereratnya. "Jangan dilepas, aku malu.""Ada apa sebenarnya?" Tanya Dewa penasaran, apalagi saat ini pakaiannya yang basah menembus hingga ke tubuhnya."Jangan marah, ya! Berjanjilah terlebih dahulu." Cicit Bianca di dekapan Dewa.
BrakkBianca tertawa dalam hati, sepertinya dia harus sering-sering datang kesini. Kalau perlu Bianca akan kesini setiap hari untuk menyingkirkan kerikil kecil yang akan mengganggu rumah tangganya. Berkat kedatangan mama mertuanya Bianca juga mengetahui jika Dewa belum mempunyai seorang kekasih, wanita tadi murni sekretaris suaminya saja. Menurut informasi dari Maria, Dewa tidak pernah merespon perbuatan Viola diluar pekerjaan, Namun, Viola yang selalu mencari perhatian Dewa."Viola, jangan harap kamu bisa dekat-dekat Mas Dewa lagi." Batin Bianca.Bianca perlahan menjauh dari Dewa, wanita itu tidak merasa bersalah atau apa, Padahal tindakannya tadi cukup berani dengan menempelkan area sensitifnya ke kepala Dewa. Dewa sendiri juga diam, ia cukup kaget dengan tindakan Bianca. Dewa bahkan dengan jelas bisa merasakan sesuatu yang kenyal menempel di bagian kepalanya. Sesuatu yang seharusnya memiliki penutup yang
Bianca tidak kembali ke restoran, wanita itu mengunjungi Cantika setelah mendapatkan izin dari suaminya.Jika Bianca mempunyai restoran, Cantika mempunyai bengkel. Wanita itu sangat suka memodifikasi motor atau mobil miliknya sehingga mendirikan bengkel sendiri.Saat datang Bianca bisa melihat jika sahabatnya itu sedang sibuk membetulkan mobil milik pelanggannya.Bianca berjalan mendekati Cantika dengan sesekali membalas sapaan dari pegawai disana. Bengkel ini tidak terlalu besar, namun, Cantika mempunyai pegawai lebih dari 5 orang dan satu partner yang mendirikan bengkel ini.Semua yang bekerja disini mengenal Bianca tanpa terkecuali karena mereka memang sering menghabiskan waktu bersama. Kadang Cantika yang akan mampir ke restoran Bianca untuk sekedar bertemu, begitu pula sebaliknya."Tika." Panggil Bianca saat sudah dekat dengan posisi sahabatnya. Cantika saat ini sedang berada di bawah mobil, entah apa yang sedang dikerjakannya.
"Dia? Dia yang itu." Bianca mengangguk lalu meneguk minuman yang diberikan Cantika."Terus Dewa tahu lo ketemu sama dia?""Kayaknya sih nggak." Jawab Bianca tak yakin. Saat keluar dari minimarket Dewa sudah ada di depan. Bisa jadi saat Bianca sedang berbicara dengan pria itu Dewa melihatnya, tapi, kalau Dewa tahu, kenapa pria itu hanya diam saja."Kok nggak yakin gitu? Dia nggak macem-macem kan sama lo?" Cantika khawatir karena pria yang dimaksud oleh Bianca adalah pria yang sangat terobsesi pada sahabatnya itu.Bianca menggeleng, "Untungnya sih nggak! Walaupun dia macem-macem tinggal gue teriak aja." Bianca masih merasa bisa mengatasi pria yang sedikit gila itu. Baginya, dia bisa jauh lebih gila jika ada yang mengganggu kehidupannya."Mending lo cerita soal ini ke Mas Dewa." Usul Cantika.Bianca tampak berpikir sejenak dengan usulan Cantika, menimbang-nimbang apakah itu perlu dilakukan olehnya atau