Bagas dan Carissa tiba di Bandara Paris Charles de Gaulle. Begitu keluar dari terminal kedatangan, seorang guide yang merupakan orang suruhan dari ayah Carissa sudah menunggu.Bagas dan Carissa pun menyambut baik orang tersebut. Tanpa membuang waktu, mereka pergi dari Bandara. Ingin segera memulai tur bulan madu. Sepanjang perjalanan, Bagas nampak bahagia. Dia menikmati kebersamaannya dengan Carissa. Namun walau begitu, hati Bagas tetap mengingat istrinya. Bagas bisa tenang menikmati bulan madunya, karena merasa tenang Aruna berada di rumah orang tuanya. Dia yakin, Aruna tidak akan pergi meninggalkannya, apalagi dengan kondisi lumpuh yang dialaminya. "Mas ... kita pergi ke sungai seine dulu, ya. Malam ini kita menginap di kapal pesiar saja. Aku ingin menghabiskan malam di atas sungai," ucap Carissa seraya bergelayut manja di lengan suaminya. Bagas mengangguk. "Terserah kamu saja. Mas ikut maumu." Carissa tersenyum senang. Bahagia karena Bagas tidak banyak mengeluh tentang perjalan
Jakarta, Indonesia.Aruna tersadar di atas ranjang. Dia pingsan setelah melihat percumbuan Bagas dengan istri barunya. Aruna pun menatap sekitar, berharap semua yang dilihatnya hanyalah mimpi. Namun, kamar tidur asing yang saat ini Aruna tempati menyadarkannya, jika semua yang dialami sebelum pingsan adalah nyata."Biadab!" desis Aruna seraya menggigit bibir. Menahan isakkannya agar tidak keluar. Aruna berusaha menahan tangis. Tidak mau mengeluarkan air mata untuk menangisi Bagas. Tapi, rasa sakit hati yang mendera membuat Aruna tidak bisa mengontrol air matanya. Rasa hancur dan sakit hati membuat air mata Aruna mengalir deras membasahi wajah yang sudah bengkak karena tangis sebelumnya. 'Tega kamu Bagas. Aku tidak pernah menyangka akan mendapatkan penghianatan sebesar ini darimu,' batin Aruna. Mengutuk perbuatan keji Bagas yang sudah tega bercinta dengan wanita lain di hadapannya.Tangan Aruna terkepal. Menahan amarah dan rasa sakit hati. Sungguh! Aruna tidak pernah menyangka pria
Hari demi hari berlalu. Tak terasa, dua Minggu sudah Aruna tidak bertemu Bagas. Aruna pun tidak lagi berkomunikasi dengan suaminya, semenjak terakhir kali mereka melakukan video call. Ponsel Aruna rusak, karena itu Aruna tidak bisa menghubungi Bagas. Setiap hari, hanya Dewi yang selalu keluar masuk kamar untuk mengabarkan tentang putranya pada Aruna. Wanita itu masih saja memanas-manasi Aruna dengan memperlihatkan foto-foto mesra Bagas dan Carissa. Hati Aruna sampai kebal. Dia tidak lagi bersedih melihat foto-foto mesra suaminya. Aruna bahkan tidak peduli dengan apapun yang dilakukan Bagas dengan istri barunya. Aruna hanya berharap Bagas segera pulang. Dia ingin meminta Bagas agar membawanya keluar dari rumah keluarga Birendra. Aruna tidak kerasan tinggal di rumah mertuanya. Bukan hanya karena Dewi yang selalu mencari masalah dengan menghinanya, Dewi dan Dimas pun melarang Aruna keluar rumah. Kedua mertua Aruna mengurung Aruna di dalam kamar seperti tawanan. Bahkan, Dewi dan Dima
Dimas dan Dewi berdiri di depan rumah. Mereka menyambut kepulangan putra dan menantu baru mereka. Dimas dan Dewi pun memeluk Bagas dan Carissa bergantian. Carissa segera memberikan hadiah mahal untuk kedua mertuanya. Sedangkan Bagas bergegas pergi menuju kamarnya. Bagas membuka pintu kamar. Keningnya berkerut saat melihat kamarnya yang ternyata kosong. Bagas pun segera bertanya kepada ibunya. "Mah ... Aruna dimana?" Dewi terkesiap mendengar pertanyaan Bagas. Baru ingat kalau sebelum berangkat bulan madu, Bagas meminta untuk memindahkan Aruna ke kamarnya. "Aruna masih di kamar lamanya. Mamah sudah memintanya pindah, tapi Aruna menolak." Mata Bagas memicing. Tidak begitu saja mempercayai perkataan ibunya. "Mah, jika sampai gara-gara hal ini Aruna kembali marah pada Bagas. Bagas tidak akan tinggal lagi di rumah ini." "Bagas ... Mamah benar-benar sudah menawari Aruna untuk pindah. Hanya saja dia menolak. Su-sungguh!" Dewi berusaha meyakinkan putranya, tapi Bagas tidak mau mendengar
Aruna tersenyum getir. Kata-kata Carissa seolah mempertegas posisinya. Walau Aruna istri pertama, tapi statusnya merupakan istri siri."Aku tahu," ucap Aruna singkat. Carissa tersenyum puas. Karena berhasil membuat wajah Aruna berubah pucat. Dia yakin, Aruna sadar betul dengan posisinya yang lebih unggul. "Maaf sudah mengganggu kalian. Aku akan pergi." Carissa berbalik. Dia mendekati Bagas, lalu tanpa malu melumat bibir suaminya. "Carissa akan bersiap memakai lingerie ini. Mas jangan lama-lama disini," ucapnya dengan nada manja. Aruna memejamkan mata. Tanganny terkepal kuat. Hati Aruna pedih. Bukan karena cemburu, tapi karena Aruna kesal tidak mampu berbuat apapun saat Bagas dan Carissa mempertontonkan kemesraan dihadapannya. "Pergilah!" usir Bagas seraya mendorong tubuh Carissa. Carissa pun tidak menentang. Dia pergi dari kamar Aruna dengan senyum penuh kemenangan. Bagas memegang tangan Aruna. "Maafkan Carissa. Orang tuanya terlalu memanjakan dia. Jadi, Carissa agak sedikit ma
Matahari berada di ketinggian langit, kanopi biru cemerlang membentang dari ujung cakrawala satu ke ujung cakrawala lainnya. Dari kejauhan, terlihat hamparan langit tanpa awan membentang seakan tidak ada ujungnya.Aruna tersenyum memperhatikan langit cerah yang dilihatnya. Dia senang, karena setelah sekian lama terkurung dalam kamar, akhirnya bisa menghirup udara segar. Hari ini, Bagas menepati janjinya membawa Aruna terapi ke rumah sakit. Setelah satu Minggu menunggu, akhirnya Aruna akan melakukan terapi untuk kedua kakinya yang lumpuh. "Anda pasti gugup nyonya," ujar Lastri. Mengalihkan perhatian Aruna dari langit yang diperhatikannya. Aruna menoleh pada Lastri yang berdiri di sampingnya. Senyum Aruna pun merekah mendapati ekspresi wajah Lastri yang terlihat tegang. "Aku baik-baik saja. Aku justru tidak sabar ingin segera bertemu dokter," ucap Aruna. Lastri menarik nafas seraya tersenyum kaku. Sadar sikapnya sudah berlebihan, bukan Aruna. "Saya benar-benar gugup, Nyonya. Semog
Aruna dan Bagas dalam perjalanan menuju rumah sakit. Nampak, keduanya sama-sama terdiam, Bagas tenggelam dalam pikirannya dan Aruna pun tenggelam dalam pikirannya sendiri. Di kursi belakang, Lastri memperhatikan kedua majikannya. Dia sempat khawatir pada Aruna yang mungkin akan hilang kendali setelah mengetahui kenyataan yang disembunyikan oleh suaminya, tapi dia lega karena ternyata Aruna mampu mengendalikan emosinya dengan baik. "Bagas," panggil Aruna. Memecah keheningan di dalam mobil. Bagas yang sedang menyetir pun menoleh. Dia tersenyum pada Aruna yang ternyata sedang menatapnya. "Kenapa?" Aruna kembali meluruskan pandangan. Menatap jalanan. "Berkendara seperti ini mengingatkanku pada kecelakaan yang aku alami tempo hari." Deg! Bagas dan Lastri sama-sama kaget mendengar Aruna yang tiba-tiba mengungkit kecelakaan yang dialaminya. "Hal itu sudah berlalu, sayang. Seharusnya, kamu tidak perlu lagi mengingat hal buruk itu. Aku tidak mau kamu bersedih," ujar Bagas. Menimpali pe
Di dalam ruang pemeriksaan, udara terasa hening dan tenang. Matahari masuk melalui jendela-jendela besar, menyinari ruangan dengan cahaya terang. Pada ranjang pemeriksaan, terlihat Aruna sedang berbaring. Nampak, seorang dokter tengah memeriksa keadaan kakinya. Sedang di sebelah dokter tersebut, terlihat Bagas memperhatikan proses pemeriksaan istrinya. "Sayang sekali, kenapa anda tidak memberikan perawatan intensif terhadap luka istri anda. Jika hal itu dilakukan, mungkin kaki nyonya Aruna tidak akan menjadi kaku seperti ini," tutur dokter seraya merangsang gerakan pada kaki Aruna dengan memukul daerah lututnya. Bagas melirik Aruna. Nampak, wajah Aruna yang terlihat tegang tidak jauh berbeda dengan dirinya. Bagas dan Aruna sama-sama khawatir, karena belum mendapatkan penjelasan pasti tentang cedera kaki yang Aruna alami."Banyak hal yang terjadi setelah kecelakaan. Aruna membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, karena itu kami tidak buru-buru mengambil tindakan pengobatan untuk ka