Siang beranjak malam, Aruna termenung seraya mencengkram ponsel.
Baru saja, Aruna mendapat pesan dari Bagas bahwa pria itu tidak bisa kembali ke rumah sakit. Bagas beralasan harus menghadiri pesta bujang yang diadakan oleh teman-teman calon istrinya.Aruna pun tersenyum getir. Belum apa-apa, Bagas sudah melupakan janjinya. Padahal sebelumnya, Bagas berjanji akan langsung pulang ke rumah sakit setelah acara fitting baju pengantinnya selesai.'Rupanya ... pesta lajang itu lebih penting bagimu dari pada aku, Bagas. Sungguh terlalu, kamu lebih memilih pergi berpesta dari pada menemaniku yang sedang terbaring sakit,' batin Aruna. Merasa kecewa pada suaminya."Nyonya … sudah larut malam. Sebaiknya, anda istirahat."Aruna melirik Lastri yang dari tadi duduk disampingnya. Terlihat wanita itu menatap sendu padanya. Meski Aruna belum terlalu mengenal Lastri, tapi Aruna bisa menilai Lastri adalah wanita baik.Dari semenjak Lastri bersamanya, wanita itu tidak banyak bicara. Dia diam menemani Aruna seraya melayaninya. Lastri memberikan Aruna tisu saat menangis, wanita itu juga dengan sigap menawari Aruna duduk saat Aruna terlihat tidak nyaman dengan posisi berbaring. Lastri bahkan memijat kaki Aruna tanpa diminta."Aku belum mengantuk," ucap Aruna.Lastri menghentikan pijatannya pada kaki Aruna. "Anda harus istirahat agar cepat pulih, tadi ibu perawat berpesan begitu.""Untuk apa aku pulih dengan cepat? Aku sudah tidak memiliki apapun lagi sekarang," balas Aruna.Lastri diam. Tidak menimpali. Wanita itu kembali memijat kaki Aruna dengan pelan.Sejenak, keadaan kamar berubah hening. Hanya terdengar suara mesin kulkas dan dispenser yang beroperasi."Bi … siapa nama bibi?" tanya Aruna. Sadar dirinya belum tahu nama pelayan yang kini merawatnya."Nama saya Lastri, nyonya," jawab Lastri dengan tersenyum tipis diwajahnya."Bi Lastri, apa bibi tahu nama calon istri Bagas?"Lastri tidak menjawab. Wanita itu menunduk.Aruna tersenyum getir. Menyadari Lastri yang tidak berniat menjawab pertanyaannya. Aruna pun mengalihkan tatapannya ke arah lain. Dia termenung mengingat kejadian buruk yang dialaminya."Malam kemarin, saya melihat suami saya bermesraan dengan wanita itu di rumah orang tuanya. Saya yakin, itu bukan pertama kali mereka bertemu. Benarkan Bi?" tanya Aruna seraya kembali melirik Lastri.Nampak, Lastri masih menundukkan kepala. Tidak berani betatapan langsung dengan Aruna."Mamah dan papah memang tidak pernah merestui pernikahan saya dan Bagas. Tapi saya tidak menyangka, Bagas akan tega mengkhianati saya seperti ini. Sebentar lagi, Dia bahkan akan menikahi wanita itu," ucap Aruna seraya terisak.Lastri pun dengan sigap memberikan tisu, tanpa berucap sepatah katapun."Bi … saya hanya ingin tahu identitas calon madu saya. Saya harap, bibi berkenan untuk memberitahu."Lastri tertegun. Dia nampak bingung. Namun tak lama, wanita itu menjawab."Cepat atau lambat, nyonya akan mengetahui calon madu nyonya. Karena itu, lebih baik sekarang nyonya fokus pada kesehatan saja."Aruna kembalikan kata-kata Lastri. "Bibi benar, cepat atau lambat saya memang akan mengetahui calon madu saya. Jadi, apa salahnya jika saya mengetahui itu sekarang?""Nyonya …." Lastri menatap Aruna dengan sendu. Merasa iba padanya."Saya mohon, Bi. Beritahu saya tentang wanita itu. Saya juga ingin tahu, sudah berapa lama Bagas menjalin hubungan dengannya?""Baik kalau itu yang anda inginkan, nyonya. Saya harap, Anda tidak terlalu bersedih," jawab Lastri. Dia pun menceritakan hal yang diketahuinya tentang hubungan Bagas dan Carissa.Carissa Agnibrata, umur 27 tahun. Carissa adalah seorang desainer. Dia merupakan anak tertua dari Widia dan Kusuma Agnibrata, seorang pengusahaan sukses yang dinobatkan sebagai salah satu konglomerat di Indonesia.Carissa dan Bagas sempat dijodohkan sebelum Aruna dan Bagas menikah, tapi perjodohan mereka batal karena Bagas lebih memilih menikahi Aruna. Kebetulan, Carissa pun saat itu masih berada di luar negeri untuk meneruskan studinya. Jadi, mereka belum pernah bertemu. Dan beberapa bulan lalu, Carissa kembali ke Indonesia. Dia pun diperkenalkan dengan Bagas."Saya kurang tahu, berapa lama Tuan Bagas dan nona Carissa menjalin hubungan. Hanya saja, saya sering melihat Nona Carissa menginap di rumah sejak tiga bulan lalu."Hancur. Hati Aruna kembali terluka. Aruna pun mencengkeram piyama pasien yang dipakainya.Tiga bulan lalu adalah awal mula orang tua Bagas meminta Bagas menginap di rumah mereka. Berati, hubungan Bagas dan Carissa sudan berjalan lama dan itu terjalin atas dukung mereka."Pantas saja aku sering menemukan hal asing di pakaianmu, Bagas. Ternyata kamu memang sudah menjalin hubungan intim dengan wanita itu," ucap Aruna seraya tersenyum getir. Nampak, Air mata mengalir di wajahnya.Meski Aruna sudah mempersiapkan diri untuk mendengar cerita tentang perselingkuhan Bagas, tapi Aruna tetap merasakan sakit.Aruna merasa dipermainkan. Cinta tulusnya pada Bagas dikhianati. Apalagi, sebentar lagi Bagas akan menikahi wanita selingkuhannya dengan resmi, tidak seperti dirinya yang hanya dinikah siri.Aruna merasa sangat bodoh. Andai dulu dirinya tetap bersikeras untuk tidak menerima lamaran Bagas, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.Sekarang, menyesal pun sudah terlambat. Aruna sadar tidak bisa bercerai dari Bagas dalam keadaan tidak berdaya seperti saat ini. Dia butuh Bagas sebagai satu-satunya keluarganya."Kenapa semua terasa begitu menyakitkan?" lirih Aruna sambil meremas dada. Menangis meratapi nasib.***Keesokan harinya, waktu beranjak siang. Aruna termenung seraya menatap kosong jam bulat yang terpajang di dinding kamar rawat.Terlihat jam menunjukkan pukul 11.00. Aruna sedang menunggu kedatangan suaminya untuk mengkonfirmasi semua informasi yang di dapatnya dari Lastri semalam.Ceklek!Pintu kamar rawat terbuka. Bagas datang dengan wajah sumringah. Dia pun memberi isyarat pada Lastri untuk keluar kamar. Bagas rindu ingin berduaan dengan Aruna."Aruna? Bagaimana keadaanmu, sayang?" panggil Bagas seraya menghampiri tempat tidur istrinya.Aruna menoleh. Dadanya sesak melihat wajah segar Bagas dengan rambut yang terlihat basah.Pikiran Aruna pun berkelana. Menebak-nebak hal yang terjadi setelah pesta lajang yang semalam dihadiri suaminya. Aruna yakin, Bagas menghabiskan malam dengan Carissa.Mengingat cerita Lastri tentang Bagas dan Carissa yang sudah sering bermalam bersama, tidak menutup kemungkinan tadi malam pun mereka menghabiskan waktu bersama-sama."Sayang … semalam kamu pasti menungguku kan? Aku benar-benar minta maaf karena tidak bisa menemanimu. Pesta selesai tengah malam."Bagas membungkuk hendak mengecup kening istrinya. Namun, Aruna segera memalingkan wajah.Aruna tidak bisa menahan diri saat mencium bau parfum yang selama ini sering dihirupnya dari kemeja Bagas. Karena itu, dia menghindari kecupan suaminya. Tidak mau disentuh olehnya.Aruna pun mengepalkan tangan. Meredam rasa marah, kesal, cemburu, sakit, dan pedih yang bergulung menyelimuti hatinya.Bagas mengernyit mendapati Aruna yang menolak kecupannya. Dia sadar istrinya marah, namun Bagas mengira Aruna marah karena semalam ia tidak menemaninya."Runa … semalam aku sungguh tidak bisa menolak permintaan teman-teman Carissa. Aku–.""Sudah berapa lama kalian saling mengenal, hingga kamu mengenal baik teman-teman wanita itu?""A-apa maksud kamu?" Bagas menatap bingung Aruna yang malah terlihat semakin marah. Aruna pun menatap tajam suaminya. "Bukan hanya perhatian pada calon istrimu, tapi Kamu juga sangat perhatian pada teman-temannya. Tidak perlu menyembunyikan apapun lagi dariku, Bagas. Aku hanya ingin tahu sudah berapa lama kamu menjalin hubungan dengan wanita itu?" "Aruna. A-Aku-," "Berapa lama?" tegas Aruna. Tanpa menurunkan tatapan tajamnya terhadap Bagas. "Satu bulan? Dua bulan atau tiga bulan? Sudah berapa lama kamu berselingkuh?" Bagas terhenyak. Dia menatap sendu istrinya. Bagas meraih tangan Aruna, lalu menggenggamnya dengan erat. "Maafkan aku, Runa. Lima bulan lalu, mamah mengenalkannya padaku. Saat itu perusahaan kami sedang kolaps. Dan hanya keluarga Carissa yang bisa membantu kami. Aku hanya menjalin hubungan pertemanan dengannya, aku sungguh tidak mengkhianatimu." "Teman selingkuhan maksudmu?" dengus Aruna seraya menghempas tangan suaminya. Dia menatap Bagas dengan nyalang. "Mana ada
Mobil yang Aruna dan ibu mertuanya tumpangi sampai di pekarangan rumah keluarga Birendra. Aruna turun dari mobil dengan dibantu oleh Lastri. Dia pun bergeming melihat rumah besar milik mertuanya. Aruna merasa takjub dengan kemegahan rumah tersebut. Aruna pun kini sadar, alasan orang tua Bagas tidak mau menerimanya sebagai menantu. Dia tersenyum getir menyadari perbedaan antara dirinya dan Bagas. 'Ternyata kita memang beda kasta, Bagas. Kehidupan kita jauh berbeda, bagai langit dan bumi. Namun walau begitu, aku tidak mau menjadi bumi yang bisa kamu injak-injak," batin Aruna. Dewi tertawa melihat Aruna yang melongo. Dia pun mencibir menantunya. "Dasar udik! Pasti kamu baru pertama kali berkunjung ke rumah sebagus ini kan? Lihat, air liurmu sampai menetes. Ck!Ck!Ck! Dasar orang miskin!" Aruna terperanjat mendengar cibiran Ibu mertuanya. Baru sadar Dewi memperhatikannya. Aruna pun hanya bisa diam. Tidak menimpali. Aruna sadar memang baru pertama kali berkunjung ke rumah mewah dan me
Aruna turun dari taksi dengan di dibantu oleh Lastri.Sejenak, dia berdiri di depan hotel. Memperhatikan banner pernikahan yang memuat foto Bagas dan Carissa. Dalam foto tersebut, nampak Bagas dan Carissa saling beradu kening seraya tersenyum. Mereka nampak bahagia.Aruna menarik nafas dalam-dalam. Meringankan rasa sakit yang menyesakkan dada. Hatinya pedih melihat Bagas bermesraan dengan wanita lain. Aruna pun bertanya-tanya, kapan suaminya mengambil foto pernikahan? Apakah saat dirinya dirawat di rumah sakit ataukah dari jauh-jauh hari sebelumnya?"Ternyata, kamu tidak terpaksa menikahi wanita itu Bagas," lirih Aruna sambil masih menatap foto suaminya. "Kamu memang menginginkan pernikahan ini."Senyum bahagia di wajah Bagas menjelaskan isi hati pria itu pada Aruna. Bertahun-tahun menjalin hubungan dengan Bagas membuat Aruna sangat mengenal suaminya. Hingga dengan sekali lihat saja Aruna mengetahui, senyum bahagia Bagas pada foto pernikahannya tidak palsu. "Nyonya, Apa tidak sebai
"Aruna?"Tepat ketika Aruna dan Lastri keluar meninggalkan ruang resepsi, Bagas tanpa sengaja melihat ke arah istrinya. Bagas pun kaget mengetahui keberadaan Aruna di pesta pernikahannya. Seketika, senyum di wajah Bagas pun menghilang. 'Bukankah mamah bilang Aruna tidak akan datang? Kenapa dia ada disini?' batin Bagas. Mengingat perkataan ibunya yang mengatakan bahwa Aruna tidak jadi datang ke pesta pernikahan, karena ingin istirahat di rumah. Tadi setelah mengetahui Aruna tidak jadi datang ke pesta pernikahan, Bagas yang sebelumnya sempat khawatir pun merasa lega. Karena itu, sekarang Bagas leluasa melakukan peranannya sebagai mempelai pria dengan mengesampingkan rasa bersalahnya terhadap Aruna. 'Aruna pasti tidak baik-baik saja. Dia pasti sedih melihatku bersama Carissa,' batin Bagas. Menyentak pikirannya yang tercenung karena rasa kaget melihat keberadaan istrinya. 'Aku harus mengejar Aruna.'Bagas melangkah hendak menyusul Aruna. Namun, Carissa dengan cepat merangkul lengan
Aruna dan Lastri tiba di rumah. Mereka kaget melihat para pelayan di kediaman keluarga Birendra sedang berkumpul di ruang tengah menyaksikan berita tentang pernikahan Bagas dan Carissa bersama-sama. "Lihat, Den Bagas dan Nona Carissa serasi sekali! Den Bagas tampan dan nona Carissa cantik. Mereka pasangan yang sempurna." "Iya betul. Den Bagas memang cocok bersanding dengan Nona Carissa." Aruna mengepalkan tangan. Kesal mendengar celetukan yang diungkapkan para pelayan. Hatinya pun kembali sakit mendapati banyak orang yang mendukung pernikahan Bagas dan Carissa. Padahal Aruna sudah cukup sakit hati mendengar para tamu undangan memuji-muji Bagas dan istri barunya. Dia tidak menyangka, masih harus mendengar pujian tersebut di rumah. "Nyonya … sebaiknya, kita segera pergi ke kamar. Anda harus minum obat," ujar Lastri. Tidak tega melihat Aruna yang kembali sedih karena melihat berita tentang Bagas dan istri barunya.Aruna diam. Tidak menimpali. Ia takut air matanya kembali luruh saat m
Aruna duduk di depan meja rias. Dia mengoleskan bedak ke wajahnya dengan gerakan lambat. Tidak bersemangat untuk berhias. Aruna yakin, wanita manapun akan enggan berdandan jika berada dalam posisinya sekarang.Dulu, Aruna memang selalu ingin tampil cantik dihadapan Bagas. Meski dalam keadaan sakit atau pun malas, Aruna selalu memaksakan diri untuk berdandan, walau hanya memakai lipstik dan bedak.Namun sekarang, keinginan itu sudah sirna. Aruna tidak lagi peduli dengan penampilannya. Dia sudah terlanjur kecewa pada Bagas yang sudah mengkhianatinya. "Sayang … tersenyumlah! Wajahmu semakin cantik saat tersenyum," pinta Bagas. Melihat ekspresi wajah Aruna yang datar.Aruna mendengus. Bagaimana bisa ia tersenyum saat hatinya menangis. Namun rupanya, Bagas sama sekali tidak menangkap kesedihan yang Aruna rasakan. Pria itu malah mengecupi bahu Aruna seraya bergelayut manja padanya."Aku sangat merindukanmu, sayang."Aruna bergeming. Tidak menjawab. Hatinya terlalu sakit hingga tidak mengi
Lima hari berlalu, waktu terasa berjalan lambat bagi Aruna. Setiap hari, Aruna menanti kepulangan Bagas. Dia ingin segera melakukan terapi untuk kesembuhan kakinya. Setelah hampir dua Minggu menjalani kelumpuhan, Aruna sadar sangat membutuhkan kedua kakinya. Dia ingin melakukan segala aktivitas dengan kakinya sendiri, seperti yang biasanya dilakukan. Aruna merasa tidak enak hati pada Lastri yang selalu mengurusi segala keperluannya. Wanita itu melayani semua kebutuhan Aruna, termasuk membantunya membersihkan diri. Hal pribadi yang bahkan tidak bisa Aruna lakukan sendiri. Hari ini, hari yang dinanti Aruna pun tiba. Bagas dan Carissa akan pulang. Aruna ingat, Bagas mengatakan akan bulan madu lima hari. Artinya, penantian Aruna sudah berakhir. "Nyonya, makan dulu." Lastri masuk ke dalam kamar Aruna dengan membawa nampan di tangannya. Dia pun menyimpan nampan di atas meja, lalu melirik Aruna yang termenung di dekat jendela. Tidak sedikit pun terganggu oleh kehadirannya."Anda harus mi
Bagas dan Carissa tiba di Bandara Paris Charles de Gaulle. Begitu keluar dari terminal kedatangan, seorang guide yang merupakan orang suruhan dari ayah Carissa sudah menunggu.Bagas dan Carissa pun menyambut baik orang tersebut. Tanpa membuang waktu, mereka pergi dari Bandara. Ingin segera memulai tur bulan madu. Sepanjang perjalanan, Bagas nampak bahagia. Dia menikmati kebersamaannya dengan Carissa. Namun walau begitu, hati Bagas tetap mengingat istrinya. Bagas bisa tenang menikmati bulan madunya, karena merasa tenang Aruna berada di rumah orang tuanya. Dia yakin, Aruna tidak akan pergi meninggalkannya, apalagi dengan kondisi lumpuh yang dialaminya. "Mas ... kita pergi ke sungai seine dulu, ya. Malam ini kita menginap di kapal pesiar saja. Aku ingin menghabiskan malam di atas sungai," ucap Carissa seraya bergelayut manja di lengan suaminya. Bagas mengangguk. "Terserah kamu saja. Mas ikut maumu." Carissa tersenyum senang. Bahagia karena Bagas tidak banyak mengeluh tentang perjalan