"A-apa maksud kamu?"
Bagas menatap bingung Aruna yang malah terlihat semakin marah.Aruna pun menatap tajam suaminya. "Bukan hanya perhatian pada calon istrimu, tapi Kamu juga sangat perhatian pada teman-temannya. Tidak perlu menyembunyikan apapun lagi dariku, Bagas. Aku hanya ingin tahu sudah berapa lama kamu menjalin hubungan dengan wanita itu?""Aruna. A-Aku-,""Berapa lama?" tegas Aruna. Tanpa menurunkan tatapan tajamnya terhadap Bagas. "Satu bulan? Dua bulan atau tiga bulan? Sudah berapa lama kamu berselingkuh?"Bagas terhenyak. Dia menatap sendu istrinya. Bagas meraih tangan Aruna, lalu menggenggamnya dengan erat."Maafkan aku, Runa. Lima bulan lalu, mamah mengenalkannya padaku. Saat itu perusahaan kami sedang kolaps. Dan hanya keluarga Carissa yang bisa membantu kami. Aku hanya menjalin hubungan pertemanan dengannya, aku sungguh tidak mengkhianatimu.""Teman selingkuhan maksudmu?" dengus Aruna seraya menghempas tangan suaminya. Dia menatap Bagas dengan nyalang. "Mana ada seorang teman saling berpelukan mesra? Bahkan menginap dalam satu atap?""Runa, jangan menuduh!""Sudah aku bilang, tidak perlu lagi menyembunyikan apapun. Aku tahu, selama tiga bulan ini kamu sering menginap di rumah mamah bersama Carissa. Kamu sudah mengkhianatiku, Bagas. Hebat sekali perbuatan mu," geram Aruna, air matanya pun menitik.Bagas kembali meraih tangan Aruna seraya berlutut disampingnya. Sadar tidak bisa lagi mengelak dari tuduhan istrinya."Maafkan aku, Runa. Aku khilaf. Tapi percayalah, aku sangat mencintai mu.""Cinta?!" pekik Aruna seraya tersenyum meremehkan. "Kalau kamu mencintaiku, kamu tidak akan menyakitiku seperti ini, Bagas. Kamu pengkhianat!"Bagas menatap sendu istrinya. "Maafkan aku, Runa. Maaf ….""Kamu sudah menyakitiku Bagas, aku sangat kecewa padamu."Aruna menatap sengit suaminya. Setelah pengkhianatan yang Bagas lakukan dengan mudahnya pria itu mengucap maaf.Tentu saja, Aruna tidak akan mudah memaafkan suaminya. Namun, keadaan memaksakan Aruna untuk menerima pengkhianatan yang Bagas lakukan."Bersyukurlah, karena keadaanku sekarang tidak berdaya. Hanya kamu yang aku miliki. Karena itu, aku tidak akan meminta berpisah. Kamu harus bertanggung jawab terhadapku."Bagas tersenyum. Senang mendengar perkataan istrinya. Kecelakaan yang menimpa Aruna ternyata membawa keberuntungan baginya. Meski saat ini Aruna lumpuh, tapi hal itu membuat Aruna tetap bertahan bersamanya. Bagas mengecup tangan Aruna seraya menatap lekat wajah wanita yang dicintainya."Tentu sayang. Aku berjanji akan selalu berada di sampingmu, bagaimanapun keadaanmu. Kita tidak akan berpisah, Aruna. Selamanya, kamu hanya milikku."Aruna mengusap air matanya. Sadar harus menerima keadaan. Meski Aruna tidak mau mengakui, tapi untuk saat ini dia memang membutuhkan Bagas.Setidaknya, Aruna bisa tenang memulihkan kesehatan. Karena selama berada di samping Bagas, dia tidak perlu memikirkan masalah uang untuk biaya pengobatan.Aruna menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum. Mencemooh dirinya sendiri.Ternyata benar kata orang, uang memang bukan segala, tapi uang mampu membuat semua orang berbuat segala hal.Karena uang, Bagas berpaling dari Aruna dan menjalin hubungan dengan wanita kaya. Dan Karena uang, Aruna harus rela berbagi suami dengan wanita lain."Ternyata … jadi orang yang tidak memiliki uang itu menyedihkan," dengus Aruna.***Dua hari kemudian, Aruna memutuskan untuk keluar dari rumah sakit. Dia ingin menyaksikan pernikahan suaminya yang akan dilaksanakan esok hari.Aruna penasaran, sebarapa megah pesta pernikahan yang akan diadakan orang tua Bagas dan calon besannya yang kaya raya."Nyonya … anda yakin akan melakukan rawat jalan? Kondisi Anda belum terlalu baik. Setidaknya, anda masih harus rawat inap dua atau tiga hari lagi agar kesehatan anda benar-benar pulih," ujar Dokter. Ragu melepas kepergian Aruna."Sekarang atau dua hari lagi sama saja, Dokter. Pengobatan tidak akan membuatku bisa mengandung lagi," tutur Aruna dengan nada sarkas seraya menatap dokter dengan ekspresi dingin.Dokter tidak menyanggah kata-kata Aruan. Dia pun hanya menatap iba padanya."Saya mengerti perasaan anda, Nyonya. Saya harap, anda jangan menyerah untuk kesembuhan kaki anda. Saya bisa pastikan, kaki anda akan segera bisa berjalan lagi jika melakukan terapi dengan benar."Aruna tersenyum getir. "Meski kita sesama wanita, tapi saya tidak memerlukan belas kasihan dari Anda, Dokter. Saya yakin, anda pun tidak benar-benar mengerti perasaan saya."Dokter wanita yang merawat Aruna diam. Dia paham keadaan mental pasiennya yang sedang dalam keadaan tidak stabil, karena itu Aruna membalas perhatian tulus darinya dengan sikap sinis."Apa urusan Anda dengan wanita ini sudah selesai, Dokter? Kalau sudah, saya akan membawanya pergi."Ibu mertua Aruna masuk ke dalam kamar rawat. Dia bicara pada Dokter tanpa melirik menantunya sedikitpun.Aruna kembali tersenyum getir melihat sikap ibu mertuanya. Tahu Dewi terpaksa datang menjemputnya.Dua hari ini, Bagas sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Carissa. Karena itu, Bagas tidak bisa datang untuk mengurus kepulangan Aruna. Bagas bahkan sudah dua hari tidak menjenguk istrinya."Sudah Nyonya. Tapi tolong, pastikan Nyonya Aruna datang ke rumah sakit untuk kontrol," jawab dokter."Saya tidak janji," timpal Dewi dengan nada ketus, lalu melirik Aruna dengan tajam. "Dasar wanita tidak berguna! Bisanya hanya merepotkan saja. Lastri, Ayo bawa dia!"Dewi memberi isyarat pada Lastri untuk membawa Aruna, kemudian berjalan keluar ruang rawat lebih dulu. Meninggalkan Aruna dan Lastri.Dokter wanita dan seorang perawat yang bertanggung jawab terhadap Aruna mengantar kepergian mereka hingga ke lobi."Nyonya … tolong hubungi saya jika anda–."Aruna memalingkan wajah dari dokter. Tidak mau mendengar ucapannya. Lastri yang tidak enak hati dengan sikap Aruna pun tersenyum meminta maaf."Cepat! Masih banyak hal yang harus aku urus di rumah. Jangan membuang-buang waktu," teriak Dewi. Memanggil Aruna dan Lastri yang berada dibelakangnya.Lastri berpamitan pada dokter dan perawat, lalu mendorong kursi roda yang Aruna pakai dengan setengah berlari. Begitu sampai di mobil, sopir yang Dewi bawa membantu Aruna masuk ke dalam mobil.Dewi menatap sinis menantunya yang kini duduk bersebelahan dengannya. "Dengar! Meski kami sudah setuju untuk mengakuimu sebagai menantu, tapi kamu jangan besar kepala. Bagi kami, kamu tidak lebih dari wanita licik tidak berguna yang hanya memanfaatkan kebaikan putra kami saja. Jadi, jaga sikap! Jangan sampai kamu mempermalukan keluarga kami."Aruna diam. Tidak menimpali. Dia duduk seraya menatap lurus ke depan. Menatap jalanan dengan tatapan kosong."Satu lagi," ucap Dewi. Tidak mengindahkan sikap diam menantunya. Dewi terus bicara pada Aruna. "Nanti di rumah, jangan sampai ada orang yang tahu kalau kamu menantu kami. Jika ada tetangga atau tamu bertanya mengenai kamu, kami akan mengenalkan mu sebagai anak Lastri."Aruna meremas erat gaun yang dipakainya. Berusaha membekukan hati. Dia sadar harus menguatkan diri menerima sikap dan kata-kata Dewi yang merendahkannya."Aku sudah memberitahu semua orang rumah tentang hal ini. Jadi, kamu dan Lastri jangan sampai mengacau. Aku tidak segan menendang kalian keluar dari rumah, jika sampai ada orang yang tahu identitasmu. Paham kamu?"Aruna terperanjat mendengar bentakan ibu mertuanya. Dia pun mengangguk. "Paham Mah."Di rumah sakitWilliam Agnibrata yang sudah sadar sedang melakukan pemeriksaan kesehatan. Beberapa dokter pun bertanya tentang banyak hal padanya. Dokter bertanya tentang nama, keluarga, profesi dan hal terakhir tentang kecelakaan yang William alami. William mampu menjawab semua pertanyaan dokter dengan baik. Dia ingat semua hal tentang dirinya, termasuk kecelakaan yang terjadi padanya. "Syukurlah … Keadaan tuan William baik-baik saja. Kecelakaan yang dialaminya sama sekali tidak mengganggu ingatan tuan William, seperti yang kita takutkan. Tuan William hanya perlu istirahat untuk memulihkan kondisi tubuhnya," ujar salah satu dokter, setelah selesai melakukan pemeriksaan. Widia Agnibrata dan Kusuma Agnibrata pun senang mendengar kabar baik tentang keadaan putra Mereka. Orang tua William tidak menyangka, William yang beberapa Minggu lalu harus menjalani operasi karena pendarahan otak akibat kecelakaan yang dialaminya akan sadar dengan keadaan ingatan utuh. Padahal sebelumnya, Dokt
PLAK! Tangan Bagas melayang dan mendarat tepat di wajah Lastri. Membuat tubuh wanita paruh baya itu tersungkur dan menelungkup di atas lantai. Terlihat sebercak darah keluar dari ujung bibir kanan Lastri. Wanita itu pun hanya bisa menunduk sambil terduduk di atas lantai."Beraninya kamu membawa istriku pergi tanpa seizinku!" berang Bagas seraya menunjuk wajah lastri dengan penuh amarah.Bagas marah besar. Tadi, setelah selesai bicara dengan dokter, Bagas kaget mendapati Aruna yang tidak ada di depan ruang dokter. Bagas pun kalang kabut mencari keberadaan istrinya. Dia sudah bertanya pada perawat dan pengunjung yang berada di sana, tapi tidak ada satupun dari mereka yang melihat kepergian Aruna. Setelah Bagas menemukan Aruna dan Lastri yang berada di lobby rumah sakit. Dia pun mengajak mereka pulang. Dan setiba di rumah, Bagas meminta Aruna untuk istirahat di kamar. kini, Bagas pun tengah menuntut penjelasan dari pelayannya. Hanya saja, Bagas tidak bisa menahan emosi, hingga ia sa
Aruna dan Lastri berada di atap bangunan rumah sakit. Terlihat Aruna yang menangis. Meluapkan rasa sedih dan kecewanya karena pengkhianatan Bagas. Aruna meraung seraya memukuli dada. Meratapi kesengsaraan yang dialaminya setelah kecelakaan yang menimpanya.Lastri pun tidak mampu berbuat banyak. Wanita itu hanya diam. Dia berdiri di belakang Aruna seraya menatap iba padanya. "Bi … apa bibi sudah menemukan pria itu?" tanya Aruna. Melirik Lastri dengan berurai air mata. Aruna teringat pada William Agnibrata, pria yang sudah menabrak mobilnya.Lastri pun mengangguk. "Saya sudah menemukan tempat pria itu dirawat, Nyonya. Tapi, saya tidak bisa memastikan langsung keadaannya. Penjagaan di sana sangat ketat. Saya tidak diizinkan untuk mendekat." Aruna mengepalkan tangan. Merasa kesal pada keadaannya. Di saat Aruna harus berjuang mati-matian bertahan di samping Bagas hanya untuk bisa menjalani pengobatan demi mendapatkan kembali kemampuannya dalam berjalan, orang yang sudah membuat Aruna
Beberapa jam berlalu sejak Aruna menjalani pemeriksaan. Dia melakukan rontgen dan CT scan untuk mencari tahu penyebab kelumpuhan yang dialaminya.Aruna juga menjalani elektromiografi (EMG), guna memeriksa kontraksi otot-otot anggota gerak bagian bawahnya.Meski saat ini Aruna sama sekali belum dapat menggerakkan bagian bawah tubuhnya, tapi dari hasil pemeriksaan, dokter semakin yakin jika kelumpuhan yang Aruna alami hanya bersifat sementara. "Mari kita lakukan pengobatan dengan obat dan terapi. Saya akan meresepkan obat yang harus nyonya Aruna konsumsi untuk mengurangi peradangan yang terjadi. Dan untuk terapi, kita akan melakukan fisioterapi dan terapi okupasi. Jadwal terapi bisa kalian diskusikan dengan perawat yang bertugas," ujar dokter, setelah memberikan penjelasan tentang hasil pemeriksaan. Aruna dan Bagas pun mengangguk. Setuju dengan opsi pengobatan yang dokter berikan. Terlihat rasa lega dalam wajah Aruna. Dia merasa senang, karena dokter menjamin dirinya bisa kembali semb
Di dalam ruang pemeriksaan, udara terasa hening dan tenang. Matahari masuk melalui jendela-jendela besar, menyinari ruangan dengan cahaya terang. Pada ranjang pemeriksaan, terlihat Aruna sedang berbaring. Nampak, seorang dokter tengah memeriksa keadaan kakinya. Sedang di sebelah dokter tersebut, terlihat Bagas memperhatikan proses pemeriksaan istrinya. "Sayang sekali, kenapa anda tidak memberikan perawatan intensif terhadap luka istri anda. Jika hal itu dilakukan, mungkin kaki nyonya Aruna tidak akan menjadi kaku seperti ini," tutur dokter seraya merangsang gerakan pada kaki Aruna dengan memukul daerah lututnya. Bagas melirik Aruna. Nampak, wajah Aruna yang terlihat tegang tidak jauh berbeda dengan dirinya. Bagas dan Aruna sama-sama khawatir, karena belum mendapatkan penjelasan pasti tentang cedera kaki yang Aruna alami."Banyak hal yang terjadi setelah kecelakaan. Aruna membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, karena itu kami tidak buru-buru mengambil tindakan pengobatan untuk ka
Aruna dan Bagas dalam perjalanan menuju rumah sakit. Nampak, keduanya sama-sama terdiam, Bagas tenggelam dalam pikirannya dan Aruna pun tenggelam dalam pikirannya sendiri. Di kursi belakang, Lastri memperhatikan kedua majikannya. Dia sempat khawatir pada Aruna yang mungkin akan hilang kendali setelah mengetahui kenyataan yang disembunyikan oleh suaminya, tapi dia lega karena ternyata Aruna mampu mengendalikan emosinya dengan baik. "Bagas," panggil Aruna. Memecah keheningan di dalam mobil. Bagas yang sedang menyetir pun menoleh. Dia tersenyum pada Aruna yang ternyata sedang menatapnya. "Kenapa?" Aruna kembali meluruskan pandangan. Menatap jalanan. "Berkendara seperti ini mengingatkanku pada kecelakaan yang aku alami tempo hari." Deg! Bagas dan Lastri sama-sama kaget mendengar Aruna yang tiba-tiba mengungkit kecelakaan yang dialaminya. "Hal itu sudah berlalu, sayang. Seharusnya, kamu tidak perlu lagi mengingat hal buruk itu. Aku tidak mau kamu bersedih," ujar Bagas. Menimpali pe
Matahari berada di ketinggian langit, kanopi biru cemerlang membentang dari ujung cakrawala satu ke ujung cakrawala lainnya. Dari kejauhan, terlihat hamparan langit tanpa awan membentang seakan tidak ada ujungnya.Aruna tersenyum memperhatikan langit cerah yang dilihatnya. Dia senang, karena setelah sekian lama terkurung dalam kamar, akhirnya bisa menghirup udara segar. Hari ini, Bagas menepati janjinya membawa Aruna terapi ke rumah sakit. Setelah satu Minggu menunggu, akhirnya Aruna akan melakukan terapi untuk kedua kakinya yang lumpuh. "Anda pasti gugup nyonya," ujar Lastri. Mengalihkan perhatian Aruna dari langit yang diperhatikannya. Aruna menoleh pada Lastri yang berdiri di sampingnya. Senyum Aruna pun merekah mendapati ekspresi wajah Lastri yang terlihat tegang. "Aku baik-baik saja. Aku justru tidak sabar ingin segera bertemu dokter," ucap Aruna. Lastri menarik nafas seraya tersenyum kaku. Sadar sikapnya sudah berlebihan, bukan Aruna. "Saya benar-benar gugup, Nyonya. Semog
Aruna tersenyum getir. Kata-kata Carissa seolah mempertegas posisinya. Walau Aruna istri pertama, tapi statusnya merupakan istri siri."Aku tahu," ucap Aruna singkat. Carissa tersenyum puas. Karena berhasil membuat wajah Aruna berubah pucat. Dia yakin, Aruna sadar betul dengan posisinya yang lebih unggul. "Maaf sudah mengganggu kalian. Aku akan pergi." Carissa berbalik. Dia mendekati Bagas, lalu tanpa malu melumat bibir suaminya. "Carissa akan bersiap memakai lingerie ini. Mas jangan lama-lama disini," ucapnya dengan nada manja. Aruna memejamkan mata. Tanganny terkepal kuat. Hati Aruna pedih. Bukan karena cemburu, tapi karena Aruna kesal tidak mampu berbuat apapun saat Bagas dan Carissa mempertontonkan kemesraan dihadapannya. "Pergilah!" usir Bagas seraya mendorong tubuh Carissa. Carissa pun tidak menentang. Dia pergi dari kamar Aruna dengan senyum penuh kemenangan. Bagas memegang tangan Aruna. "Maafkan Carissa. Orang tuanya terlalu memanjakan dia. Jadi, Carissa agak sedikit ma
Dimas dan Dewi berdiri di depan rumah. Mereka menyambut kepulangan putra dan menantu baru mereka. Dimas dan Dewi pun memeluk Bagas dan Carissa bergantian. Carissa segera memberikan hadiah mahal untuk kedua mertuanya. Sedangkan Bagas bergegas pergi menuju kamarnya. Bagas membuka pintu kamar. Keningnya berkerut saat melihat kamarnya yang ternyata kosong. Bagas pun segera bertanya kepada ibunya. "Mah ... Aruna dimana?" Dewi terkesiap mendengar pertanyaan Bagas. Baru ingat kalau sebelum berangkat bulan madu, Bagas meminta untuk memindahkan Aruna ke kamarnya. "Aruna masih di kamar lamanya. Mamah sudah memintanya pindah, tapi Aruna menolak." Mata Bagas memicing. Tidak begitu saja mempercayai perkataan ibunya. "Mah, jika sampai gara-gara hal ini Aruna kembali marah pada Bagas. Bagas tidak akan tinggal lagi di rumah ini." "Bagas ... Mamah benar-benar sudah menawari Aruna untuk pindah. Hanya saja dia menolak. Su-sungguh!" Dewi berusaha meyakinkan putranya, tapi Bagas tidak mau mendengar