Share

File Penting

Ardhan menghela napas panjang setelah membaca pesan singkat tersebut. Belum selesai tugas dari kini Prama ikut memberikan titah padanya. Lelaki itu ingin Ardhan untuk menyambut investor atasannya yang datang ke lokasi pembangunan proyek mereka.

Lelaki itu melangkah secepat mungkin untuk kembali bekerja, menyelesaikan tugas dari Pak Bobby. Setelah itu, Ardhan mempersiapkan diri untuk menyambut tamu mereka. Namun tamu yang ditunggu tak kunjung datang.

“Pak Prama, apakah tamu kita tidak jadi datang?” tanya Ardhan pada Prama ketika lelaki itu kembali.

“Saya sudah bertemu dengan investor kita tadi, kami makan siang bersama. Maaf karena saya lupa memberitahu Pak Ardhan,” jelas Prama.

“Oh begitu,” timpal Ardhan singkat. Entah mengapa muncul rasa kecewa dihatinya. Ia sudah mempersiapkan diri tampil sebaik mungkin. Nyatanya tamu yang ditunggu sudah bertemu dengan Prama. “Untuk apa tadi menyuruhku untuk menyambut tamu,” batinnya.

Kedua lelaki itu kembali melanjutkan pekerjaannya. Ardhan kembali duduk di depan layar monitornya. Mata coklatnya tak sengaja melihat ke arah tangan kiri Prama yang terluka. Seketika pikirannya tertuju pada sosok Kinanti. Ia menduga jika terjadi sesuatu di antara mereka.

“Kenapa Pak Ardhan?” tegur Prama.

“Ah ti-tidak apa-apa Pak,” jawab Ardhan gugup karena ketahuan memperhatikan Prama.

“Ada sesuatu yang salah dengan saya?” tanya Prama lebih lanjut. Ardhan menjawab dengan gelengan kepalanya. Cepat-cepat ia memfokuskan pandangannya ke monitor komputer jinjingnya. Namun tetap saja dirinya tak bisa menghilangkan pikirannya dari Kinanti hingga jam kerja selesai.

Prama dan Ardhan berjalan berdampingan ke area parkir sembari mengobrol ringan. Ardhan ingin bertanya mengenai luka ditangan Prama tetapi ia mengurungkannya. “Saya duluan ya Pak Ardhan,” kata Prama sembari membuka pintu mobilnya.

“Baik Pak,” sahut Ardhan, lelaki itu kemudian menghidupkan motor bututnya. Sayangnya motor tua berwarna hijau tersebut tak mau menyala sebanyak apapun Ardhan mencobanya.

“Motornya mogok Pak?” tanya Prama yang tiba-tiba muncul di samping Ardhan, tentu saja hal tersebut membuat Ardhan terkejut.

“I-iya Pak, biasa ngadat lagi,” sahut lelaki itu.

“Mau pulang bareng saya? Biar motornya dibawa ke bengkel sama anak buah saya,” tawar Prama tetapi hal itu ditolak secara halus oleh Ardhan. Ia tak mau diantar pulang oleh pria bermata jingga itu. Alhasil, lelaki itu masih di tempat itu sampai matahari tenggelam.

Untung saja ada pekerja yang bisa membantunya sehingga lelaki itu bisa kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang, Ardhan berpapasan dengan mobil putih yang mirip dengan mobil Kinanti. Ardhan tergerak untuk mengikuti kendaraan tersebut, ia mengikuti mobil Kinanti hingga kendaraan tersebut memasuki gerbang tol.

Dengan kecewa Ardhan kembali berjalan menuju rumahnya. Setelah berjibaku selama satu jam akhirnya lelaki tiba di rumahnya, seperti biasa kedua orang tuanya memberikan ceramah karena ia pulang malam lagi.

Ardhan segera masuk ke dalam kamarnya, ia berganti baju kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia masih memikirkan tentang Prama dan Kinanti dan mengaitkan perilaku koleganya itu dengan mata jingganya. Sebuah panggilan masuk menginterupsi kegiatannya.

“Hallo Pak,” ucapnya di ponsel.

“[Dhan, besok kamu langsung ke proyek saja. Tidak usah mampir kantor]” ujar Pak Bobby, ia memerintahkan anak buah kepercayaannya itu untuk mengawasi proyek kerjasama tersebut.

“Baik Pak,” kata Ardhan patuh. Meskipun dirinya lebih senang berada di kantor namun lelaki itu akan menggunakan kesempatan itu untuk mencari tahu lebih lanjut tentang pemilik bola mata unik tersebut.

Karena merasa lelah dan mengantuk lelaki penyuka warna biru langsung tidur. Satu hari yang berat sudah berhasil dilalui oleh Ardhan.Ia tertidur nyenyak hingga alarm memaksanya untuk bangun. Setelah melakukan sedikit peregangan, lelaki itu bangkit dari kasurnya, menyambar handuk lalu beralih menuju kamar mandi.

Dalam waktu kurang dari setengah jam lelaki itu sudah siap berangkat ke tempat kerjanya yang baru. Pagi ini motor hijaunya tak rewel, kendaraan jadul itu bisa menyala dalam sekali percobaan. Kini Ardhan sudah berada di jalanan raya, bergabung dengan pengendara lain.

Waktu tempuh menjadi lebih lama daripada seharusnya karena banyaknya pengendara yang berangkat kerja. Ardhan gelisah, ia takut terlambat sampai ke tempat kerjanya. Sehingga ia memacu sepeda motor kumbang itu dengan kencang menuju lokasi proyek.

“Selamat pagi Pak Ardhan,” sapa Prama ketika keluar dari mobilnya. Bukannya menjawab sapaan tersebut, Ardhan malah sibuk memperhatikan mobil Prama.

“Ini mobil Pak Prama?”

“Tentu saja,” kata Prama cepat. “Sebenarnya ini milik kekasihku, aku hanya meminjamnya sebentar,” lanjut Prama. Ardhan merespon dengan senyuman simpul. Ternyata mobil yang ia kejar kemarin adalah mobil Kinanti yang dibawa oleh Prama.

Keduanya berjalan beriringan memasuki kantor kecil mereka, begitu tiba Prama dan Ardhan segera memulai aktivitas mereka. Hari ini Ardhan cukup sibuk karena Pak Bobby meminta laporan yang lebih jelas dan lengkap, ia mencoba mengesampingkan urusan Kinanti.

Karena hal itulah, ia berkali-kali mendekati lokasi proyek dan melakukan wawancara singkat dengan pekerja dan atasan mereka. Waktu terus berjalan hingga jam makan siang tiba, Prama kembali pamit untuk makan siang diluar.

“Pak Ardhan mau ikut denganku?” tawar Prama ramah.

“Tidak usah Pak Prama, terima kasih,” tolak Ardhan. “Saya makan siang di sini saja.”

Tak ada tawaran kedua atau paksaan dari Prama, ia lantas meninggalkan Ardhan sesaat setelah mendapatkan penolakan tersebut. Lelaki yang selalu memakai jas hitam itu kemudian melangkah menuju tempat parkir.

Sedangkan Ardhan kembali berkutat dengan pekerjaannya. Pak Bobby sudah menunggu laporan darinya sehingga ia harus mengirimkannya dengan segera. Ardhan kira tugasnya sudah selesai, nyatanya sang atasan masih meminta file yang lain.

Ternyata file tersebut masih dipegang oleh Prama. Karena terdesak situasi, Ardhan memberanikan diri berjalan menuju meja Prama. Lelaki itu mulai mencari file tersebut di atas tumpukan berkas-berkas penting koleganya.

“Di mana ia menyimpan salinan file itu,” batin Ardhan yang frustasi karena tak menemukan benda yang ia cari.

Ekor matanya melirik ke laci meja tersebut, Ardhan belum sempat mencari di tempat tersebut. Tangan kurusnya menarik laci tersebut dan semua file terpampang jelas. Ia mengeluarkan tumpukan kertas tersebut, memeriksanya satu persatu. Ternyata ia menemukan sesuatu hal yang tak seharusnya diketahuinya.

Ardhan tak bisa berhenti apalagi saat ia melihat berkas kerjasama perusahaannya. Lelaki itu tak menyangka jika Prama tega berbuat seperti itu pada dirinya dan perusahaannya. Ia mengambil berkas-berkas tersebut untuk diberikan kepada atasannya. Semua berkas yang dijadikan barang bukti sudah ditangan, Ardhan segera melangkah menuju parkiran.

Karena terburu-buru Ardhan tak melihat jika ada seseorang berjalan ke arahnya. Akibatnya mereka berdua bertabrakan. “Maaf Pak, maaf, saya buru-buru,” ujar Ardhan tanpa melihat ke arah orang yang ditabraknya karena ia sibuk

“Pak Ardhan, dapat dari mana file itu?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status