Home / Romansa / Bukan Sang Pewaris / 5. Cinta Yang Tersembunyi

Share

5. Cinta Yang Tersembunyi

last update Last Updated: 2025-02-22 11:42:29

Acara yang diadakan Maida Thobias tak pernah tak berhasil. Pernikahan Leon dan Aleta mendapatkan sambutan yang meriah dari para tamu undangan. Tak hanya ucapan selamat membanjiri keluarga tersebut, decak kagum akan kemewahan pernikahan serta acara resepsi sepanjang hari terus berdendang di telinga Maida, Yoanna, dan Monica. Tentu paling lebar tentu saja hanya ada di wajah Maida. Di balik senyum yang melengkung di wajah Yoanna, ada kekecewaan yang masih melekat di kedua mata wanita itu setiap kali menatap ke arah pelaminan, terutama pada Aleta.

Pujian akan kebesaran hati Leon yang mempersunting gadis cacat itu sama sekali tak menghiburnya. Malah menumpukkan rasa malu yang semakin menggunung di dalam dadanya.

Seorang Leon Ezardy, seorang pria cerdas dengan karir yang sempurna. Lengkap dengan penampilan sang putra yang begitu tampan dan gagah. Sekarang harus disandingkan dengan gadis cacat, yang tak memberikan apa pun selain mencoreng nama baik keluarga mereka.

“Kau menatapnya seolah dia adalah pembawa sial untuk Leon?” Nada sinis Monica mengalihkan perhatian Yoanna dari pelaminan. Membalas tatapan sang kakak dengan raut dingin.

Yoanna hanya mendengus. “Ya, jika Leon pembawa keberuntungan untuk anak tirimu itu, tentu saja dia adalah pembawa sial untuk kehidupan putraku yang sudah sempurna.”

Mata Monica menghujam tajam pada sang kakak. “Sempurna? Kau yakin hidupnya seperti yang kau katakan?”

Yoanna mendelik, tak kalah menusuknya dengan sang adik. “Apa maksudmu?”

“Jika hidupnya memang sesempurna itu, kenapa dia harus menyanding nama belakang suamimu?” Ujung bibir Monica menyeringai. Menyerang kakaknya dengan tembakan yang tepat. Keangkuhan di wajah sang kakak seketika berubah sepucat mayat. “Kenapa dia harus bersembunyi di balik kecacatan putriku untuk melindungi identitas dirinya sendiri?” lanjutnya dengan kepuasan yang semakin memenuhi wajahnya.

“Tutup mulutmu, Monica,” desis Yoanna, mengedarkan pandangan ke sekeliling mereka. Memastikan tak ada siapa pun yang mencuri dengar pembicaraan mereka. secara sengaja atau pun tidak. Bibirnya menipis tajam dengan tatapan mengancam dan kegugupan yang mulai merambati dadanya.

“Pastikan saja kau memperlakukan putriku dengan baik, Yoanna. Jika tidak, aku tak yakin apa yang akan kukatakan saat lidahku tergelincir.”

“Dia bahkan bukan putrimu, Monica. ”

“Dia putriku,” tandas Monica mengoreksi. “Hanya tidak lahir dari rahimku saja.”

Yoanna tak membalas. Kedongkolan tampak jelas di wajahnya sebelum berpaling dan berjalan pergi meninggalkan sang adik. Yang bahkan lebih membela putri tirinya ketimbang dirinya sebagai seorang kakak. Kakak kandung wanita itu sendiri.

*** 

Menjelang tengah malam, acara baru saja selesai. Aleta meninggalkan ruang pesta lebih dulu. Dengan bantuan sang adik, Jendra. Aleta diantar ke ruang ganti. Sudah ada penata rias dan rambut yang membantunya melepaskan semua pakaian dan segala perhiasan yang membuatnya merasa seperti boneka. Menyisakan cincin pernikahan yang melingkari jari manisnya. Yang sudah akan ia lepaskan ketika pintu ruangan kembali terbuka.

Aleta pikir, Leonlah yang melangkah masuk. Tetapi wajahnya membeku menemukan Bastianlah yang berjalan mendekatinya. Bau alkohol tercium pekat ketika pria itu berhenti di sampingnya. Menyandarkan tubuh pada meja rias, menatapnya dengan tatapan yang sulit gadis itu artikan. Hanya menatap, dalam kebisuan untuk beberapa detik yang cukup lama.

“Apa yang kau lakukan di sini, Bastian?” Aleta yang tak tahan dengan keheningan tersebut, memulai pembicaraan lebih dulu. “Kau tak seharusnya ada di sini.”

Bastian tak langsung membalas. “Kau terlihat cantik, seperti yang kubayangkan dengan gaun itu.” Pundaknya mengedik pada gaun pengantin yang sudah diletakkan di sofa panjang.

“Tak sesempurna itu. Aku tidak berjalan dengan kedua kakiku.” Kesinisan Aleta sama pekatnya dengan tatapan gadis itu.

Kesedihan melintasi kedua mata Bastian. Sikap sinis dan kebencian yang ditunjukkan Aleta, ia memang berhak mendapatkan semua itu dari Aleta. “Kupikir aku akan baik-baik saja dengan pernikahan ini, tapi …”

“Apa pun yang kau pikirkan dan kau rasakan saat ini, semua itu bukan hal yang perlu kudengar darimu, Bastian. Bahkan dengan kedua kakiku yang sempurna, aku masih tak cukup pantas untuk bersanding di sisimu. Penerus seorang Jacob Thobias. Pewaris tahta Thobias Group. Aku hanya seorang Aleta Ege. Yang tak pernah diinginkan oleh siapa pun.”

Sekali lagi kata-kata Aleta berhasil mengena di hati Bastian. “Aku masih menginginkanmu, Aleta.”

Aleta menatap kedua mata Bastian. Perasaan itu masih tersirat di manik biru pria itu, tetapi ia tak akan tertipu. Bastian dan Leon masih saling bersaing. Dan posisinya saat ini sebagai istri Leon, tentu ikut berperan dalam tatapan pria itu.

“Apakah kau masih mencintaiku?”

Aleta tak langsung menjawab, “Apakah kakiku yang patah masih belum cukup untuk dijadikan bukti?”

Bastian terdiam. Ya, kaki Aleta yang patah karena gadis itulah yang menyelamatkan dirinya dari kecelakaan. “Sekarang?”

“Masih,” jawab Aleta. Dengan kejujuran yang tak perlu ditutupi sebelum melanjutkan. “… tapi tidak sebesar dulu. Dan aku yakin akan semakin memudar seiring berjalannya waktu.”

Sekali lagi jawaban Aleta membuat Bastian sempat membeku. “Aku masih mencintaimu,” ucapnya sembari merendahkan tubuhnya. Mendekatkan wajahnya ke wajah Aleta.

Aleta memiringkan, membuat bibir Bastian mendarat di pipinya. “Keluarlah, Bastian. Berlian akan mencarimu.”

Bastian membeku, dengan bibir yang masih menempel di pipi gadis itu. Ujung bibirnya melengkung, membentuk senyum sedih yang begitu dalam. Wajah Aleta masih berpaling darinya ketika ia menegakkan punggung. “Meski tak tak pernah bisa menampilkannya di depan umum, kau tahu hanya kau wanita yang ada di dalam hatiku, Aleta. Tak pernah berubah, hingga detik ini.”

Aleta berharap itu membuat perasaannya lebih baik. Tetapi kata-kata itu hanya menunjukkan bahwa rasa malu Bastian terhadap dirinya tak lebih kecil dari perasaan cinta pria itu untuknya. Bagaimana mungkin rasa cinta yang pernah begitu membahagiakan, ternyata juga mampu memberikan siksaan yang sedalam ini. “Aku juga berharap hanya kita berdua yang tahu tentang perasaanmu yang sangat tulus itu, Bastian.” Kesengitan masih terselip di antara suaranya yang dingin. “Dan kita akan menguburnya di masa lalu.”

Bastian tak membalas. Sekali lagi menatap sisi wajah Aleta yang masih tak ingin menatapnya. Sebelum kemudian berjalan ke arah pintu.

Di balik pintu yang sedikit terbuka, Leon bersandar di pinggiran pintu dengan kedua tangan bersilang dada. Seringai jahat tersungging di ujung bibirnya ketika Bastian melangkah keluar. Mata biru gelapnya menyiratkan kelicikan ketika menatap punggung Bastian yang semakin menjauh.

Seorang Bastian Thobias yang ia tahu begitu angkuh, ternyata masih memiliki hati. Yang bahkan mampu mencintai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Sang Pewaris   Bonus 3 (Bukan Keluarga Sempurna)

    Suara tawa Julia memenuhi ruang makan. Sementara Leon terkekeh, menahan tawa ketika Aleta tertunduk malu dengan cerita pria itu di meja makan. “Ya, aku tak akan meny alahkanmu, Aleta. Ada banyak orang yang salah paham dengan hubungan kami. Selain kau, memang hanya aku satu-satunya teman dekat yang dimiliki oleh Leon. Terutama karena aku wanita, dan aku menjadi satu-satunya wanita yang tak mungkin jatuh cinta pada manusia tak punya hati seperti Leon.”Leon mendengus tipis. “Tak mungkin, ya?” ejeknya. “Dan aku memiliki hati. Hanya bukan untukmu saja,” koreksinya menambahkan.Julia mengangguk tanpa keraguan sedikit pun. “Aku tak akan memandangmu sebagai seorang teman yang layak dikasihi jika kemungkinan itu ada, Leon. Aku cukup tahu diri akan kesabaranku menghadapi karakter keras kepala sepertimu. Egoku tak sekuat itu untuk menerima pasangan egois, tak berperasaan, dan bodoh sepertimu. Kau sangat beruntung akhirnya menemukan wanita yang tepat untukmu. Dan ka

  • Bukan Sang Pewaris   Bonus 2 (Bukan Istri Pertama)

    Kening Aleta berkerut melihat keseriusan di wajah Leon ketika membaca pesan singkat yang baru saja masuk ke dalam ponsel pria itu  Leon duduk tepat di sampingnya, dan tubuh keduanya masih dalam keadaan telanjang. Dan keringat masih membasahi tubuh keduanya, setelah aktiitas panas mereka.Dan sejujurnya sangat mudah bagi Aleta untuk melirik siapa pengirim pesan yang berhasil mendapatkan perhatian Leon. Tapi entah kenapa, ada sedikit kesungkanan yang membuatnya hanya terdiam. Menunggu pria itu mengatakan sesuatu.“Aku harus pergi,” ucap Leon. Menoleh ke samping dan mendaratkan satu kecupan di kening Aleta sembari salah satu tangan meletakkan ponselnya ke nakas dengan posisi terbalik.Aleta hanya memberikan satu anggukan singkat. Dengan pandangan mengikuti Leon yang bergerak turun dari ranjang. Mengenakan celana karet dan langsung menuju pintu kamar mandi untuk membersihkan diri.‘Juliakah? Seseorang yang menghubungin Leon baru saja?’

  • Bukan Sang Pewaris   Bonus 1 (Bukan Sang Pewaris)

    “Kita pulang?” Leon menatap ke arah Aleta, dengan tatapan penuh arti. Keduanya berdiri di depan teras rumah sakit. Dengan baby Lucien yang berada dalam gendongan Aleta dan lengannya yang melingkar posesif di pinggang sang istri.Aleta memberikan satu anggukan tipis. Dengan seulas senyum dan binar di kedua mata coklatnya. Ya, ia akan pulang. Ke mana pun Leon membawanya karena sekarang, pria itu adalah rumahnya.Nirel dan Monica yang baru saja keluar dari pintu putar rumah sakit sengaja melambatkan langkahnya. Membiarkan Aleta dan Leon berada di depan, sekaligus sengaja menciptakan jarak yang terkesan seadanya. Agar keduanya tak merasa terganggu oleh kebe radaannya.Kedua pasangan paruh baya tersebut saling pandang. Saling melemparkan senyum dalam pandangan tersebut. “Sepertinya kali ini aku percaya dengan pilihanmu. Yang terbaik untuk Aleta,” gumam Monica lirih. Memastikan Aleta dan Leon tak mendengarnya. “Apakah sejak awal kau tahu mereka ak

  • Bukan Sang Pewaris   80. Ternyata Saling Merindukan (Ending)

    ‘Cukup untuk kita bertiga.’Bagaimana mungkin Leon tak terpengaruh dengan jawaban yang diberikan oleh Aleta tersebut. Mempertanyakan kembali seberapa serius keinginan Aleta akan dirinya dan pernikahan mereka, hanya akan memperjelas bahwa dirinyalah yang begitu tolol telah melepaskan sang istri demi perusahaan.‘Bagaimana mungkin kau melakukan semua ini demi kebahagiaan semua orang. Jika kau sendiri tak bisa membahagiakan dirimu sendiri, Leon.’Kata-kata Julia pun kembali terngiang di benaknya.‘Jika kau tak becus mempertahankan kebahagiaanmu sendiri, aku tak akan terkejut jika apa yang kau lakukan saat ini untuk bertahan. Semua itu pada akhirnya tak bisa kau pertahankan. Karena kau sendirilah yang menghancurkan dirimu sendiri, Leon. Bukan kakek Aleta maupun Bastian. Juga bukan semua orang yang saat ini sedang menyusun rencana untuk menggulingkanmu.’“Jika keinginanmu terhadapku dan putra kita tidak cukup untukmu, akulah yang aka

  • Bukan Sang Pewaris   79. Cukup Untuk Kita Bertiga

    “Aku tidak menandatanganinya tanpa keinginanku, Aleta. Apalagi yang kau butuhkan dan tunggu untuk menerima gugatan ini? Semua yang kau inginkan ada di dalam sini.”Aleta mengerjap dengan jawaban dingin yang diberikan Leon. Menelan kekecewaan yang sengaja di berikan Leon padanya. Tentu saja ia bisa menangkap kesengajaan pria itu untuk membuatnya kecewa. Dengan cepat, Aleta memasang ekspresi datarnya seapik mungkin. Kedua matanya menatap lurus tatapan intens Leon yang berusaha melucuti perasaannya. “Kakekku akan tetap mengusirmu dari perusahaan meski kita bercerai.”Leon membeku, keterkejutan menampar wajah pria itu dan butuh beberapa detik lebih lama baginya untuk mencerna keterkejutan dan menguasai raut wajahnya. Demi menyimpan kemarahan yang nyaris tak bisa disembunyikan dengan baik.Meski ini adalah informasi penting yang sudah ia perkirakan dan kartu lain untuk membuat Phyllian Mamora tak berkutik berada di tangannya. Ia hanya tak menyangka Ph

  • Bukan Sang Pewaris   78. Keputusan Leon

    Phyllian Mamora dan Bastian tentu saja tak menyukai keberadaan Leon di ruang perawatan anak tersebut. Dan sama sekali tak menutupi kebencian keduanya di depan Leon. Aleta yang merasa terjebak dengan kecanggungan tersebut pun tak bisa melakukan apa pun. Terutama dengan sang kakek yang jelas-jelas ingin menyeret Leon keluar dari ruangan tersebut tapi tak mungkin membuat keributan di ruang perawatan baby Lucien yang kini sudah berbaring di ranjang pasien.“Kakek ingin bicara sebentar,” ucap Phyllian. Melirik ke arah Leon yang masih duduk di kursi. Tak melepaskan pandangan dari baby Lucien sedikit pun. Aleta mengangguk pelan, mengikuti sang kakek menuju pintu.“Awasi dia untukku,” pintah Phyllian pada Bastian sebelum mencapai pintu.Aleta tentu saja merasa tak nyaman dengan pintah tersebut. “K-kakek …”“Kakek tidak mempercayainya, Aleta. Siapa yang tahu kalau dia akan membawa lari cicitku.” Jawaban Phyllian yang tidak lirih se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status