Share

Bab 6

"Mas, kamu ngapain?" Suara Rani terdengar dari belakang tubuh Dika.

Mahardika menoleh sambil tersenyum lalu meletakan ponsel Rani. "Pinjam ponselmu ya, aku perlu menghubungi seseorang masalah pekerjaan," kata Dika yang tentu saja hanya beralasan. 

Tiba-tiba saja, Rani memasang wajah sedihnya, Dika terheran kenapa istrinya cepat sekali berubah-ubah ekspresi. "Kenapa kamu?" tanya Dika bingung. 

"Saya kasihan sama Mas, ponsel saja tidak punya. Nanti setelah gaji Mas saya bayar, Mas beli ponsel baru ya," ucap Rani yang membuat Dika membulatkan matanya.

Rasanya ingin sekali tertawa, Rani seperti sedang berbicara pada anak kecil. "Kok Mas malah ketawa sih, aku ini kasihan loh sama, Mas," tutur Rani lalu memajukan. 

Tawa Dika pun lepas. “Ha ha … maaf maaf, kamu ini ….” Tangan Dika terulur mencubit hidung mancung Rani. 

"Aku hari ini harus pergi, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," kata Dika, lalu berdiri dan merapikan penampilannya. Meskipun hanya menggunakan kaos tipis dan celana kemarin. 

“Memangnya, Mas Dika kerja apa?” tanya Rani penasaran. 

"Aku kerja di sebuah perusahaan, nanti kamu juga akan tahu kok." 

"Aku juga sepertinya harus ke kantor, sudah terlalu banyak aku cuti gara-gara patah hati," ujar gadis seolah banyak sekali beban dalam hidupnya.

"Mas Dika, pergi naik apa?" tanya Rani. 

"Naik taksi mungkin," jawab Dika asal. 

"Ada uang tidak? Taksi itu mahal, mending naik angkutan umum sama aku," kata Rani memberi saran. 

Dika belum pernah naik angkutan umum, tentu saja laki-laki itu berpikir dulu sebelum mengiyakan saran dari Maharani. “Bagaimana, Mas?” tanya Rani kepada Dika. 

"A A …."

"Aku anggap iya!" kata Rani spontan sebelum Dika menyelesaikan ucapannya. 

Laki-laki itu berkacak pinggang. "Hei, apa kamu selalu seperti ini? Membuat keputusan secara sepihak dan spontan. Aku tidak tahu kenapa ada gadis sepertimu." Dika memprotes keputusan Rani. 

"Sudahlah, tunggu aku sebentar. Kita berangkat bersama," ujar Rani yang langsung bersiap-siap dengan memole make up tipis di wajahnya. 

******

Sedangkan di kamar lain, sepasang pengantin juga melewati malam pertamanya saling berdiam diri. Ops, bukan malam pertama, karena mereka pernah melakukannya sebelumnya. Dia adalah Kevin dan Ariella.

"Vin, pokoknya aku gak setuju kamu ikut bayar pesta kemarin!" kata Ariella saat membantu suaminya bersiap karena akan masuk kerja. 

"Aku juga tidak mau membayarnya. Biarkan saja semua Rani yang membayar, lagian dia sudah membuat kita malu kemarin," balas Kevin.

“Iya, biar Kak Rani saja. Lagi pula dia adalah seorang Kakak, sudah seharusnya kan berbagi dengan adiknya,” tutur Ariella yang semakin tidak tahu diri. 

Ariella mengelus lembut dada Kevin setelah selesai memasangkan dasi. "Omong-omong, sejak kapan Kak Rani kenal sama siapa suaminya?" tanya Ariella. 

"Mahardika," jawab Kevin. 

"Nah iya, Dika. Aku curiga kalau Kak Rani sebelumnya pernah main di belakangmu, buktinya dalam 1 minggu dia bisa bawa laki-laki lain untuk dinikahinya, benar bukan?" kata Ariella memanas-manasi Kevin agar semakin membenci Maharani. 

"Benar juga, dasar perempuan bermuka dua." Kevin mengumpati Rani. Sebenarnya laki-laki itu tidak rela jika ada pria lain yang menikahi gadis itu.  

"Kevin…." Suara Ariella terdengar manja dan mendayu.

"Daripada uangnya buat bayar pesta kemarin, nggak boleh kalau aku pakai saja," ucap Ariella merayu. 

"Untuk apa, Sayang?" Kevin, dia sangat suka jika Ariella bermanja-manjaan seperti itu, berbeda dengan Rani yang cuek dan banyak bicara. Hal itu yang membuat Kevin patah hati.

"Temanku menawarkan tas, lihat nih," kata Ariella sambil menunjukkan foto tas mahal di ponselnya, "bagus kan?" imbuh Ariella lagi. 

"Kamu mau?" tanya Kevin yang langsung di anggukan oleh Ariella. 

Kevin mengeluarkan kartu ajaib dari dalam dompetnya, mata Ariella berbinar. "Beli jika kamu suka. Uangku juga uangmu," kata Kevin dan membuat hati Ariella senang. 

"Terima kasih, Kevin Sayang," ucap Ariella lalu memeluk suaminya. Tidak lupa sebuah kecupan dia berikan untuk Kevin. 

Kevin melihat selai yang melingkari pergelangan tangannya. "Sudah jam 7, aku harus kerja," kata Kevin berpamitan. 

"Aku antar, ya."

Ariella mengantarkan Kevin hingga ke parkiran, Kevin merasa senang memiliki istri seperti Ariella, yang dianggapnya begitu peduli dan mengerti apa yang dia inginkan. Tiba-tiba saja, ketika Ariella dan Kevin tiba di parkiran, di saat yang sama Rani dan Dika berjalan beringan. Kevin menatap Rani dan suaminya dengan kesal. 

"Eh, Kak Rani, Mas Dika," sapa Arella dengan mengapit tangan Kevin. 

"Mau kemana berdua?" tanya Ariella basa-basi.

Rani hanya tersenyum miring melihat kelakuan adiknya bersama mantannya yang bermesraan di parkiran umum. Ariella memasang senyum manisnya seolah sangat bahagia. Berbeda dengan Rani dan Dika yang berjalan saja harus memiliki jarak. 

"Hai Real, Vin," ucap Rani yang juga menyapa keduanya. 

"Duluan ya, kita mau kerja." Rani menarik tangan Dika untuk segera menjauh dari mereka. 

"Kak Rani!" panggil Ariella yang membuat langkah Rani dan Dika terhenti.

"Pengantin baru seharusnya jangan pikirin pekerjaan dulu. Seperti Kevin nih, dia memintaku untuk bersenang-senang." Ariella memamerkan kartu ajaibnya sambil bergelayut memanjakan di lengan Kevin. 

Rani menarik bagian ujung tepi. "Oh ya? Bagus dong kalau begitu. Jangan lupa ya, satu bulan lagi bayar hutang," kata Rani mengingatkan Ariella dan Kevin tentang cicilan pesta pernikahan mereka. 

Wajah Ariella langsung berubah masam. Rani menyunggingkan senyumnya, dia tidak cemburu dengan kemesraan Ariella dan Kevin. Hanya saja merasa geli dengan tingkah mereka. Tak mau kalah, Rani pun mengapit tangan Dika secara tiba-tiba, membuat laki-laki di sampingnya membulatkan mata. 

Rani melambaikan tangannya dan berjalan dengan menggandeng tangan Dika. Sedangkan Ariella menghentakkan kakinya karena kesal. Niatnya ingin membuat Rani cemburu, justru dirinya yang terbakar amarah. 

****

"Mas, ngapain di sini?"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status