Duduk berdua di dapur selayaknya pengantin baru yang menghabiskan waktu hanya berdua saja. Dika membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya. Rani menunduk lesu, wanita itu merasa bersalah pada Dika yang tidak pernah diperlakukan baik di rumahnya. Meskipun laki-laki itu hanyalah menjadi suami sesaatnya, tetapi Rani paham harus bagaimana melayani Dika seperti istri pada umumnya. "Kamu kenapa Ran?" tanya Dika begitu lembut. Rani mengangkat wajahnya, menatap manik coklat milik Dika yang terlihat indah. Jika dipikir-pikir Dika adalah tipe laki-laki yang sangat tampan. Tubuh atletis yang sempurna, mata yang berpijar indah, bibir tebal berwarna merah alami, kulit putih bersih dan rambut lurus hitam sempurna."Mas, maafin aku ya," ucap Rani lirih. "Maaf kenapa?" tanya Dika bingung. "Selama Mas tinggal disini belum pernah merasakan kenyamanan. Keluargaku ya seperti ini, tidak pernah ada kehangatan. Dan aku, si anak tiri yang seperti bawang putih," ujar Rani. Dika tersenyum memandang wajah
"Bicara omong kosong, aku tidak akan bercerai dari Mas Dika," ujar Rani dengan berani. "Rani Rani, aku tahu kamu masih mencintaiku. Aku juga tahu kalau kalian hanya bersandiwara saja, kamu membayar Dika untuk menjadi suamimu kan?" kata Kevin menebak. "Sandiwara atau tidak itu bukan urusan kamu. Kita sudah selesai, jadi jangan ganggu aku lagi!" Rani memperingati Kevin. Hatinya teramat benci pada laki-laki yang kini menjadi mantannya itu. Rani kembali melangkah pergi sebelum ada yang melihatnya bersama Kevin. Jika tidak, akan ada masalah baru yang membuatnya cepat emosi. Sementara Kevin menatap kepergian Rani. Sampai detik ini Kevin masih mengagumi kecantikan Rani. Kevin masih berharap bisa memiliki Rani dan Ariella bersamaan. Sungguh laki-laki yang serakah. "Aku pastikan kamu akan kembali padaku Maharani," ucap Kevin sambil menyeringai. *******Rani menggeliatkan tubuhnya, merubah posisinya dari terlentang menjadi miring menghadap jendela. Rani langsung membuka matanya lebar-leba
Seorang wanita bergaun pengantin putih berjalan dengan anggun memasuki gedung berbintang lima. Hari ini, seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya, karena bisa menikah dengan laki-laki yang menjadi kekasihnya selama lima tahun terakhir. Dia bernama Maharani Ayunda, atau sering disapa Rani. Saat wanita itu memasuki gedung tersebut, kedatangannya menjadi sorotan semua tamu dan keluarganya. Di depan sana, tepatnya dari tempat dia berdiri saat ini, seorang pria yang seharusnya menjadi calon suami tengah siap memikirkan ijab qobul dengan penawaran tangan penghulu. Rani mengembangkan senyumnya, membuat mereka semua menghentikan acara dan menatap tajam. "Rani," ucap Kevin menyanyikan lagu mempelai pria. Semua keluarga besar Kevin dan Maharani berdiri. Mereka tidak percaya pada wanita yang menyulap acara pernikahan Kevin dengan Ariella, adik tiri Maharani. Retta, ibu tiri maharani menghampiri wanita itu. Dia mencacinya, mencibirnya serta menghinanya. Abraham, ayah Maharani j
Pria berjas putih itu masuk dan langsung mengapit tangan Rani. Semua mata menatapnya takjub karena pesona yang dia pancarkan. Akan tetapi, rasa takjub itu berubah menjadi rasa terkejut setelah Maharani mengumumkan siapa pria itu. "Dia adalah Mahardika Sakti, calon suamiku," ucap Maharani dengan lantang. Rani menyunggingkan senyumnya, dengan bangga wanita itu menyebut Mahardika sebagai calon suaminya. Retta memegangi kepalanya yang berdenyut. Belum hilang rasa malunya akibat foto yang Rani sebar tadi, kini datang pria yang mengaku sebagai calon suami anak tirinya. Musnah sudah harapannya untuk membuat anak tirinya itu merasakan patah hati. "Tidak mungkin," kata Kevin, dia menyangkal apa yang diucapkan Rani. "Bagaimana bisa kamu menemukan penggantiku begitu cepat?" sambungnya lagi. "Kenapa tidak? Bagiku tidak butuh waktu lama untuk menikahi seseorang. Jika kita sudah saling cocok bukannya lebih cepat lebih baik? Takutnya diambil pelakor lagi." Rani menatap tajam Ariella yang m
"Bayar hutang kalian, atau jika tidak masalah ini akan saya bawa ke ranah hukum!" ucap Maharani yang mengancam Kevin dan Ariella. "Kamu…."Ariella mengangkat tangannya ke udara, dia bersiap untuk mengayunkannya ke wajah Rani. Namun, Dika dengan cepat merebut tangannya itu. Dika juga melindungi Rani di balik tubuhnya. "Jangan berani main kasar!" kata Dika penuh penekanan. Kevin menarik tangan Ariella yang di cengkraman kuat oleh Dika. Dua pria itu saling menatap dengan bengis. Kevin menunjuk-nunjuk Dika yang telah kasar pada istrinya. "Aku akan melaporkanmu ke polisi!" ancam Kevin. Dika terkekeh, bukannya takut dia justru menantang Kevin. "Silakan, kita lihat siapa yang akan masuk penjara. Anda atau saya.""Aku kasih waktu kalian 1 bulan untuk melunasi hutang-hutang ini. Jika tidak, aku akan meminta pada perusahaan untuk mentransfer sebagian gajimu ke rekeningku sebagai ganti rugi hutang-hutang kalian." Rani berkata dengan berani. "Beraninya kamu!" tunjuk Kevin pada mantan kekasi
Suara teriakan minta tolong terdengar tidak jauh dari telinga Rani. Gadis itu menengok ke kanan dan ke kiri untuk menemukan sumber suara. Tiba-tiba, matanya menangkap gang kecil di seberang jalan sana. Rani segera berlari menuju gang itu dan benar saja, dia melihat dua orang preman tengah berusaha merebut tas milik pria yang sudah tak berdaya dengan lebam di wajahnya. "Tolong rampok!" teriak pria yang tengah di keroyok itu. Dia berusaha melindungi tas yang ingin direbut preman-preman itu. "Hei ... lepaskan dia!" Teriak Rani yang tiba-tiba muncul di belakang mereka. "Cewek, cari mati dia," ucap salah satu preman itu. Rani mengumpulkan keberaniannya untuk melawan dua preman itu. Meskipun dia sendiri juga merasa sangat takut melihat wajah mereka yang menyeramkan. Rani menggulung lengan bajunya lalu berdecak pinggang. Akan tetapi, gadis itu menurunkannya kembali dan mundur. Salah satu preman itu maju mendekati Rani. Gadis itu berusaha melawan rasa takutnya sambil memikirkan cara
Maharani membisikkan sesuatu pada telinga Dika. Sebuah rencana yang telah dia susun dengan rapi untuk membuat Kevin menyesal. Dika membelalakkan matanya, lagi-lagi ide gila Rani membuatnya tercengang. "Wanita gila," ucap Dika meremehkan. "Hei Mas Dika, jaga bicaramu, aku ini bosmu." Rani mulai menyombongkan diri lagi. Dika terkekeh mendengar, dia lupa jika hanya menjadi suami bayaran saja. "Baiklah, Ibu bos," kata Dika seolah patuh padanya. Tiba-tiba saja, Rani memberikan satu bantal, satu guling dan selimut kepada Dika. "Untuk apa?" tanya Dika bingung. "Tidak mau? Ya sudah." Rani kembali mengambil perlengkapan tidur tersebut. "Sana! Mas Dika tidur di sofa saja," kata Rani dengan mengibaskan tangannya. Dika mengernyitkan keningnya. "Kenapa? Kita kan sudah halal," kata Dika lantas naik ke atas kasur bersama Rani, tapi Rani justru mendorongnya untuk menjauh. "Ih, jangan tidur di sini!" kata Rani kesal, "Mas Dika tidur di sofa saja, kita kan cuma nikah pura-pura," imbuhnya sambil
"Mas, kamu ngapain?" Suara Rani terdengar dari belakang tubuh Dika.Mahardika menoleh sambil tersenyum lalu meletakan ponsel Rani. "Pinjam ponselmu ya, aku perlu menghubungi seseorang masalah pekerjaan," kata Dika yang tentu saja hanya beralasan. Tiba-tiba saja, Rani memasang wajah sedihnya, Dika terheran kenapa istrinya cepat sekali berubah-ubah ekspresi. "Kenapa kamu?" tanya Dika bingung. "Saya kasihan sama Mas, ponsel saja tidak punya. Nanti setelah gaji Mas saya bayar, Mas beli ponsel baru ya," ucap Rani yang membuat Dika membulatkan matanya.Rasanya ingin sekali tertawa, Rani seperti sedang berbicara pada anak kecil. "Kok Mas malah ketawa sih, aku ini kasihan loh sama, Mas," tutur Rani lalu memajukan. Tawa Dika pun lepas. “Ha ha … maaf maaf, kamu ini ….” Tangan Dika terulur mencubit hidung mancung Rani. "Aku hari ini harus pergi, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," kata Dika, lalu berdiri dan merapikan penampilannya. Meskipun hanya menggunakan kaos tipis dan celana kema