“Siapa yang sudi tidur dengan gadis kuno dan kampungan seperti kamu?!”
Ucapan Roger terus terngiang di kepala Victoria meski pikirannya sudah cukup kabur karena alkohol. Gadis itu kemudian meminta satu gelas lagi dan menenggaknya habis dalam sekali teguk sebelum berdiri dan berjalan menuju lift. Guna menuju ke kamarnya yang terletak di lantai 14. Sesampainya di depan kamar yang dituju, Victoria membuka pintu dan langsung membuka pakaiannya hingga menyisakan sepasang pakaian dalam berenda merah maroon yang mampu menggoda pria manapun. Sayangnya, kekasihnya ... ralat mantan kekasihnya lebih tertarik dengan yang lain. Pakaian dalam ini awalnya ia beli untuk memulai malam panas dengan Roger, karena hari ini adalah hari anniversary mereka yang kedua. Namun, siapa sangka kalau Roger ternyata sudah lebih dulu menghabiskan malam panas itu dengan sahabatnya, Marilyn? Mengingat itu, Victoria merasa kesal, karena Roger sama sekali tak pernah menyentuhnya lebih dari bersentuhan tangan. Bahkan pria itu tak pernah mencium Victoria dan hanya menepuk kepalanya ringan. Victoria merasa emosinya bertambah. Rasa panas yang muncul dalam tubuhnya karena alkohol membuat gadis itu membanting dirinya yang sedang emosi hingga terduduk di kasur. Setelah itu, dia merebahkan diri dan menutupi wajahnya yang hampir menangis dengan tangan. Namun, tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka dan memperlihatkan sosok pria yang terkejut melihat keberadaan Victoria. Apalagi gadis itu kini berbaring dengan pakaian dalam seksi yang terlihat pasrah. Pria itu sontak menegang sebelum menggeleng dan mendekat, “Siapa kamu?!” Victoria sendiri baru merasakan kehadiran pria itu setelah si pria telah berada di sampingnya. Menatap tubuh Victoria tanpa berkedip. “Kamu siapa?! Kenapa kamu mandi di kamarku?!” Victoria membalas panik sembari menarik erat selimut ke tubuhnya. Pria itu tak menjawab, tapi Victoria dapat merasakan kalau mata pria itu terus menatap tubuhnya yang tertutup selimut sebelum kembali mengarahkan matanya ke wajah Victoria. Wajah gadis itu sontak memanas dan refleks mengambil bantal untuk dilempar ke arah pria di hadapannya. “Dasar mesum! Keluar dari kamarku atau aku akan berteriak!” Melihat pria itu yang masih bisa menghindar, Victoria refleks mengambil bantal lain di sebelahnya dan melempar lagi. Dengan harapan bisa mengenai pria itu. Namun, apalah artinya bantal empuk dari bulu angsa itu saat mengenai tubuh tegap seorang pria? Victoria bahkan bisa mendengar pria itu mendengus dengan nada mengejek. “Kamu yang seenaknya masuk ke kamarku, malah ingin mengusir pemilik kamar?” Sebelum Victoria berusaha mengambil bantal ketiga, pria itu lebih dulu menangkap tangannya, menyibak selimut dan menindih tubuhnya ke kasur. Mau tak mau, Victoria harus bertatap muka dengan pria itu dan menyelam ke dalam mata birunya yang entah kenapa terasa familiar. Seakan sadar dengan posisi mereka yang berbahaya, Victoria mendorong dada pria itu dan mulai memberontak. Hanya saja, seakan bisa memprediksi langkahnya, pria itu telah lebih dulu meraih tangan Victoria dan menahannya kembali di atas kepala gadis itu. Tangan pria itu sangat kuat hingga tubuh Victoria tidak bisa melawannya. Ditambah mata Victoria yang buram dan kepalanya yang pusing membuatnya semakin tak bertenaga. Samar-samar Victoria dapat menghirup aroma sabun dan parfum maskulin yang memabukkan. Mulai merasa ada yang salah, Victoria berusaha keras untuk mengingat. Tadi dia benar-benar turun di lantai 14 dan masuk ke kamar yang terletak di setelah lift, lurus lalu belok kanan dan kamarnya di lorong kanan. Mana mungkin dia salah kamar?! Kalaupun dia salah, seharusnya pintu kamarnya tidak bisa dibuka kan? Berbekal itu, dia kembali menolak untuk percaya. Saat pria itu lengah, Victoria mendorong dada pria itu sekuat tenaga sebelum turun dari tempat tidur. “Ini kamarku dan akan kubuktikan!” Namun, saat merogoh tasnya, Victoria sama sekali tak menemukan kartu aksesnya. Dia yang panik berusaha mencari lebih keras, tapi tiba-tiba saja sebuah kartu terulur ke arahnya. Victoria melihat pria itu duduk bertumpang kaki sambil menyodorkan kartu kamar yang tertulis 14011. Lalu pria itu mengambil kartunya yang diletakkan di sebelah pintu sebagai akses keluar, tertulis 15011. “Sudah percaya?” Melihat itu, Victoria merasakan wajahnya memerah dan memakai pakaiannya yang berada di lantai sebelum meraih tasnya untuk bersiap pergi. Namun, pria itu sudah lebih dulu menarik pinggang Victoria dan memojokkan tubuh gadis itu ke dinding. “Mau ke mana?” Suara bisikan pria itu terdengar begitu dalam dan maskulin, tanpa sadar membuat Victoria bergetar. “Apa aku sudah memperbolehkan kamu pergi?” kata pria itu lagi. Victoria sontak merasa kakinya seperti jelly. “A–aku yang salah. Ternyata kamu benar. Jadi, tolong biarkan aku pergi.” Pria itu tersenyum sinis sebelum meraih ponselnya yang bergetar. Sedetik kemudian, tanpa aba-aba pria itu membalik tubuh Victoria untuk menghadap tembok dan meniupkan angin dingin telinganya. “Nngh~” Victoria tanpa sadar mendesah dan bergerak gelisah. “Pergi? Sebaiknya kamu tanggung jawab dulu atas apa yang terjadi.” “Tanggung jawab ap—” “Ssh.. Ikuti saja.” Pria itu lalu melirik ke arah pintu dan menelusupkan wajahnya ke leher Victoria untuk menyembunyikan wajahnya di sana. Baru kemudian, bersamaan dengan terbukanya pintu, pria itu menolehkan wajah Victoria ke belakang dan menyatukan kedua bibir mereka sebelum melumatnya pelan. BRAK! “Deron! Apa yang kamu lakukan?!”Victoria hanya mendelik mendengar ucapan tanpa filter Georgina yang tampaknya bodo amat yang penting dia sudah mengatakan apa yang ada di benaknya. Deron hanya tersenyum simpul melihat dua sahabat itu namun dia tidak marah karena tahu itu hanya gurauan garing. "Oke, aku rasa aku harus pulang. Sampai besok,sayang." Deron mencium bibir Victoria lembut. "Bye Georgie." "Bye Deron. Drive safe." Deron pun masuk ke dalam lift dan melambaikan tangannya ke Victoria dan Georgina yang membalasnya. Pintu lift itu pun tertutup. Victoria menoleh ke arah Georgina. "Really, tidur bersama?" "Hanya menyarankan." Georgina mengedikkan bahunya.Victoria menggelengkan kepalanya. "Selamat malam George.""Selamat malam Tori."***Victoria tampak cantik dengan blazer dan celana panjang musim panasnya bewarna pink pucat dan tank top hitam serta sepatu datarnya yang senada dengan bajunya plus tas tangan juga dengan warna pink. Gadis itu membuka pintu saat mendengar bel apartemennya dan tersenyum saat meli
"Aku tidak tahu kamu begitu paham soal elektronik seperti ini," ucap Georgina sambil mengajak Roberto makan malam di apartemennya karena merasa sepi makan sendirian, sementara Victoria sedang diajak makan malam dengan Deron. "Bisakah kamu ceritakan siapa dirimu?""Apa maksud kamu?" balas Roberto sambil memakan fish and chipsnya.NoteFish and Chips adalah makanan pesan-bawa yang paling terkenal yang berasal dari Britania Raya. Makanan ini terdiri dari ikan (secara tradisional cod) ditepungi dengan tepung roti dan dimakan bersama kentang goreng yang dipotong panjang.Fish and chips populer di Britania dan jajahannya pada abad ke sembilan belas, seperti Australia dan Selandia Baru serta Kanada. Fish and chips juga populer di beberapa bagian di Amerika Serikat sebelah utara (New England dan Barat Laut Pasifik).Fish and chips adalah makanan populer di kalangan kelas pekerja di Britania Raya sebagai hasil dari cepatnya perkembangan penangkapan ikan dengan pukat di Laut Utara, diiringi pem
Roberto terkejut saat Georgina menempelkan bibirnya ke bibir milik pria itu. Roberto tidak menyangka kalau gadis itu seberani itu dengannya. Ciuman dari Georgina memang tidak dia balas karena Roberto masih merasa harus mencerna semuanya. Sungguh, Roberto merasa bibir Georgina sangat manis dan satisfying. Setelah lima belas detik kemudian, Roberto mendorong tubuh Georgina hingga pagutan itu terlepas. "Miss Heathfield!" "Ada apa Roberto? Apakah ... kamu tidak suka?" goda Georgina genit."Ini bukan yang seharusnya terjadi ...." Roberto mengusap rambutnya. "Kita anggap tidak ada apapun yang terjadi sekitar ... tiga puluh detik lalu!""Awww, Roberto, ayolah kita have fun sedikit dan menikmati hidup karena hidup itu hanya sekali!" senyum Georgina. Roberto melirik ke arah meja kopi dan terdapat satu gelas berisikan whisky yang hanya separo disana. Roberto menggelengkan kepalanya tidak menduga gadis cantik ini benar-benar khas Inggris yang suka minum. For God's sake .... Ini baru jam satu
Victoria menerima ciuman lembut dari Deron ketika mereka mendengar suara pintu ruang VIP dibuka. Keduanya melepaskan pagutannya dan melihat Georgina dan Roberto datang dengan wajah berseri. Georgina sih yang sebenarnya memiliki wajah berseri-seri sementara Roberto tetap dengan wajah dinginnya. "Apakah kalian bersenang-senang di bawah?" tanya Deron. "Aku yang senang, kulkas Milan ini hanya berdiri kaku macam ... kulkas !" jawab Georgina sambil menoleh ke arah Roberto yang tetap dingin tanpa ekspresi. "Ya, Roberto memang dingin begitu sih," senyum Victoria."Kalau boleh nih Deron, aku pinjam asistenmu minggu depan, boleh?" Georgina memajukan tubuhnya ke Deron tanpa takut."Ada apa kamu mau pinjam Roberto?" tanya Deron bingung."Mau aku bawa ke Imola."Deron dan Victoria menatap Georgina dengan tatapan tidak percaya. "Ke Imola?"Georgina mengagguk penuh semangat. "Aku ingin memperlihatkan sisi lain dari Imola. Aku tahu kalian sudah biasa melihat perlombaan formula satu disana tapi bel
Georgina mengajak Roberto untuk turun ke lantai satu, arena dansa, berbaur dengan banyak orang yang memang ingin melepaskan euforianya dengan melakukan emosinya dengan menari. Selain itu, tidak sedikit yang mencari pasangan meskipun hanya one nigth stand. Roberto hanya diam saja saat dirinya ditarik oleh gadis berambut hitam pendek dengan mata biru indah yang membuat dirinya seperti seorang penyihir di cerita-cerita fantasy Medieval dan membuatnya memilih tidak menolak. Bukankah menyeramkan jika membuat seorang penyihir marah. "Whoah, ini sangat berbeda dibandingkan saat aku pertama kali kemari," ucap Georgina sambil melihat interior Milano club yang tampak sophisticated. "Kita hendak apa, nona Heathfield?" tanya Roberto. "Berdansa tentu saja, Roberto ! Dan tolong, panggil aku Georgie atau G, jangan nama belakang aku. Rasanya seperti hendak memesan kamar hotel untuk traveling," kekeh Georgina. Roberto menatap wajah cantik Georgina. "Kenapa anda suka dipanggil Georgie?" "Ag
Georgina menatap Roberto dengan wajah kesal karena pria satu ini macam tidak bisa diajak untuk bergurau. Gadis itu hanya berjalan dengan mendongakkan wajahnya membuat dirinya seperti putri Inggris yang angkuh. Roberto hanya menatap dingin ke arah Georgina dan memilih untuk tidak berkomentar. Mereka pun masuk ke dalam mobil SUV mewah milik Deron dengan Roberto sebagai sopirnya. Deron duduk di belakang bersama dengan Victoria sementara Georgina di depan bersama Roberto. "Kita sudah pesan tempat VIP di club Milano dan yang jelas semuanya aman." Deron memeluk pinggang Victoria saat berada di dalam mobil dan duduk berdekatan. "Bukankah itu klub yang sangat sulit ditembus? Apalagi kalau tidak ada koneksi yang berpengaruh ?" tanya Georgina saat mobil mewah menuju jalan raya. "Bagaimana kamu tahu?" tanya Victoria. "Tori, aku kan tukang petualang dan sebelum kamu kemari ... Aku sudah kesini duluan dan kalau tidak ada Charles McGregor saat itu, aku tidak bisa masuk ke club itu!" jawab