Share

Datang Lagi

Author: Naya Naya
last update Last Updated: 2021-03-08 07:44:40

Selesai melayani seorang pelanggan yang datang berbelanja, Inung duduk dan menyeruput kopi susunya dengan nikmat. Kemudian untuk beberapa saat lamanya dia terdiam, seolah sedang termenung memikirkan sesuatu. Sementara itu Abian sedang sibuk memasukan roti ke dalam panggangan. Laki-laki tampan itu menoleh sekilas pada Inung yang sedang termenung. Tapi kemudian dia kembali asyik melanjutkan pekerjaannya membuat roti dibantu oleh seorang pemuda bernama Dion, yang sudah dua tahun ini bekerja di toko roti miliknya itu.

Abian menoleh lagi karena didengarnya Inung menghela napas panjang. Diperhatikannya sepupunya itu yang masih duduk termenung sambil bertumpu tangan di atas meja. Inung seperti orang yang sedang dibebani satu masalah. Sejak pagi tadi dia terlihat asyik melamun dan tak banyak bicara seperti biasanya. Tapi ketika berangkat tadi dia tampak biasa saja, pikir Abian bingung. Lantas kenapa sekarang mendadak jadi melamun terus begini?

"Nung," panggil Abian pada Inung.

Inung menoleh, tapi tak menyahut.

"Kenapa lo dari tadi melamun terus?" tanya Abian tanpa menghampiri.

"Gue lagi kepikiran Emily. Kasihan juga dia dikhianati seperti itu sama kakak dan pacarnya," sahut Inung.

Kening Abian berkerut mendengar kata-kata Inung itu. "Dikhianati?" tanyanya tak mengerti.

"Jadi lo belum tahu cerita tentang cewek yang lo tolong itu?" Inung balik bertanya.

"Belum. Emang penting untuk gue tahu, ya?" Sahut Abian yang diikuti dengan sebuah pertanyaan yang dilontarkannya dengan sikap yang acuh sekali.

Lagi-lagi Inung menghela napas panjang. Dia melihat sekilas pada Abian lalu kembali menyeruput kopi susunya dengan nikmat.

"Nggak heran kalo lo masih sendiri sampai sekarang. Sikap lo terlalu acuh. Perempuan suka sama laki-laki yang perhatian, Bi," kata Inung kemudian.

"Apa harus gue kasih perhatian sama semua perempuan, Nung?" tanya Abian santai dan tetap dengan gaya yang acuh.

"Yaah, seenggaknya sama perempuan-perempuan yang ada di sekitar lo, Bi. Kalau lo cuek terus begitu, kapan lo mau dapet pasangan?" 

Abian acuh mendengar kata-kata Inung itu. Dia terus asyik melanjutkan pekerjaannya. Abian tahu betul kalau selama ini Inung menginginkan dia untuk segera memiliki pasangan. Tapi Abian berpikir, tak perlu merasa diburu oleh waktu. Dia akan menunggu pada siapa hatinya kan berlabuh.

Menikah bukanlah sesuatu yang main-main. Abian akan melakukannya sekali untuk seumur hidup. Jadi dia menunggu hingga cinta sejatinya itu datang. Karena begitu Abian mengikatnya, maka dia tak akan pernah lagi melepaskannya. Tapi sayangnya, sampai detik itu, cinta sejati yang ditunggunya belum juga datang. Entahlah, mungkin memang Abian yang tak pernah mencari.

"Kira-kira, sanggup atau nggak ya, dia kembali pulang?" Pertanyaan Inung itu seperti sebuah gumaman.

"Siapa?" tanya Abian. 

"Emily. Dari tadi kan juga gue lagi ngomongin dia, Bi. Emang lo pikir gue lagi ngomongin siapa?" 

"Oh." Sahutan Abian kembali terdengar acuh. "Emangnya kenapa dia nggak sanggup?" tanyanya melanjutkan.

"Karena di rumahnya dia akan bertemu dengan kakak dan pacarnya yang udah khianatin dia. Bahkan dia harus tinggal satu atap dengan mereka," jawab Inung menjelaskan.

Abian pun terdiam beberapa saat. "Kalau pacar yang mengkhianati itu nggak usah ditangisi. Itu berarti dia bukan laki-laki yang baik. Untuk apa menangisi orang yang nggak baik begitu? Harusnya malah bersyukur belum sempat nikah sama dia. Kalau udah jadi suami, pasti akan lebih sakit lagi," ucapnya kemudian.

"Tapi bagaimana pun rasa sakit dan kecewa itu pasti ada kan, Bi? Dan wajar juga kalau dia menangis."

"Ya. Tapi nggak harus sampai membahayakan diri sendiri, kan? Kabur dari rumah sampai terlunta-lunta di jalan seperti kemarin itu. Kalau ketemu sama orang jahat kan bisa berabe nanti. Iya kalau cuma dirampok. Kalau sampai diperkosa, bagaimana? Untung aja kemarin dia ketemu sama gue. Dia terlalu cantik. Laki-laki mana pun pasti tertarik untuk menjamah dia."

"Termasuk lo?" 

Abian menoleh dan cemberut pada Inung. "Gue panggil lo untuk temenin dia, kan?" katanya segera.

"Itu karena akal sehat lo masih jalan. Gue seneng lo nggak khilaf."

"Kalau gue mau sentuh perempuan, harus yang udah sah jadi bini gue, Nung. Gue nggak mau sentuh yang belum halal buat gue."

Inung tersenyum mendengar kata-kata sepupunya itu. Abian memang seorang laki-laki yang baik. Bahkan yang mulai langka menurut Inung. Sebab sampai sekarang dia masih bertahan untuk tidak menyentuh perempuan yang belum dia nikahi. Sedangkan Abian belum juga menikah sampai hari ini. Alhasil, Abian masih tetap perjaka hingga detik ini!

Sebetulnya banyak perempuan yang jatuh cinta pada Abian. Kegagahan Abian ibarat gula yang menarik semut untuk datang. Tapi sayangnya Abian terlalu acuh. Dan tiap kali Inung bertanya kenapa dia seacuh itu, pasti Abian akan menjawab, belum ada yang mampu menggetarkan hatinya dan membuat dia untuk merindu.

"Gue berharap jodoh lo segera datang, Bi," harap Inung serupa do'a.

Abian tak menyahut. Dia kembali sibuk mengeluarkan roti dari panggangan. Abian percaya, jika sudah saatnya, jodohnya itu pasti akan datang.

***

Adam menghentikan motornya di depan rumah Abian. Emily yang duduk di boncengannya pun segera turun. Wajah gadis itu masih pucat. Adam pun memperhatikan dengan cemas. Dia rasa, gadis cantik itu sakit. Butiran keringat tampak keluar dari pori-pori dan membasahi wajahnya. Dan Emily tampak lemas sekali. Dia berdiri berpegangan pada pagar beberapa saat sebelum kemudian melangkah masuk dan duduk diam di kursi bambu yang ada di sana.

"Neng Emily nggak apa-apa?" tanya Adam cemas.

"Saya nggak apa-apa, bang," sahut Emily lemas.

"Sepertinya Neng Emily sakit. Apa mau menunggu Abian di rumah saya aja? Biar neng bisa istirahat di dalam," kata Adam menawarkan.

Emily menggeleng. "Terima kasih, bang. Biar saya tunggu Mas Abi di sini aja."

"Tapi Abian kalau pulang malam. Yakin mau duduk terus di sini sampai malam?" 

Emily mengangguk. "Nggak apa-apa. Saya di sini aja."

"Apa nggak sebaiknya saya antar ke toko aja? Dari pada di sini bengong sendirian," kata Adam lagi, menawarkan.

Emily pun berpikir sejenak. Ya, rasanya memang lebih baik dia menyusul ke toko saja dari pada harus bengong sendirian di sini menunggu Abian pulang. Akhirnya Emily pun mengangguk dan segera kembali naik ke boncengan motor Adam yang segera membawanya ke toko Abian.

***

Abian menoleh dan terkejut ketika melihat Adam datang ke tokonya bersama dengan Emily. Kening laki-laki tampan itu pun berkerut. Dia merasa bingung kenapa Adam belum juga mengantarkan Emily pulang. Tapi sekarang malah datang ke tokonya seperti ini.

Perlahan Abian melangkah menghampiri. Sementara Inung yang juga sama terkejut cuma duduk diam dengan wajah yang bingung.

"Kenapa belum lo antar pulang, Dam? Bukannya dari tadi lo udah jalan? Kok, masih di sini?" Pertanyaan Abian bertubi-tubi pada Adam.

Adam tak segera menyahut. Dia menoleh pada Emily yang masih tampak pucat dengan perasaan cemas. 

"Duduk dulu, neng," kata Adam sambil mengajak Emily untuk masuk ke toko.

Emily menurut. Dia masuk ke toko lalu duduk di dekat Inung dengan lemas. Dibiarkannya pandangan bingung Abian dan Inung yang tertuju padanya. Emily tak peduli. Dia terlalu sibuk menenangkan hatinya yang terasa kacau. 

Sementara itu Abian menatap Adam dengan bingung. Dia mengangkat alisnya seolah meminta Adam untuk memberikan penjelasan padanya. Sedang Adam cuma memberi kode dengan menempelkan telunjuk di depan bibir seolah meminta Abian untuk bersabar.

"Ambilkan Neng Emily minum, Nung," perintah Adam pada Inung. 

Inung seolah tersadar dari rasa terkejutnya dan segera berdiri mengambilkan minum untuk Emily. Sebotol air mineral pun Inung berikan pada Emily yang masih duduk diam dengan lemas.

"Neng Emily nggak mau pulang, Bi. Dia malah minta diantar balik ke rumah lo," kata Adam pelan.

"Tapi..., kenapa?" Abian merasa semakin bingung.

Adam menggeleng pelan. "Lo tanya aja sendiri. Tapi biarin dia tenang dulu. Lo liat tuh, wajahnya pucat banget."

Abian pun segera memperhatikan wajah Emily yang memang masih terlihat pucat. Ya, sepertinya memang biarkan Emily tenang dulu sebelum dia lontarkan pertanyaan. Gadis itu tampak tidak sehat.

Abian menunggu beberapa saat. Tapi kemudian dengan tidak sabar, akhirnya dia lontarkan juga pertanyaan yang sudah sejak tadi ingin melompat keluar dari mulutnya.

"Kenapa kamu nggak jadi pulang?"

Emily pun mendongak menatap Abian. Lalu tanpa memberikan jawaban, dia mulai terisak pelan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
ci panda
wkwkwk spertinya harus siap2 nabung soalnya ceritanya bagus bangeeet! eh kak author ada sosmed engga? aku pingin follow kakak~
goodnovel comment avatar
Dwi Pudjiwanti
ceritanya menarik..lanjut ya...pakai koinpun ngk masalah...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Suami Biasa   Berakhir Dengan Indah

    <span;>Emily mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Rumah ini masih tetap sama seperti ketika dia tinggalkan dulu. Masih tetap bersih dan terasa sejuk. Sungguh nyaman dan mendamaikan. Dengan perasaan haru Emily pun tersenyum. Tanpa dia sadari, telah banyak kenangan terukir di rumah ini. Rumah ini adalah saksi dari perjalanan cintanya bersama Abian. Juga tentang bagaimana dia berubah dari seorang gadis kaya yang manja, menjadi seorang perempuan sederhana yang pandai mengurus rumah. Ah, Emily merindukan rumah ini. Dan sungguh saat ini dia bahagia bisa kembali kemari. <span;>Ketika itu, Abian yang baru kembali dari kamar untuk menidurkan Amanda di ranjangnya pun tersenyum melihat tingkah Emily yang berdiri di tengah ruangan sambil mengedarkan pandangan. <span;>"Selamat datang, ratuku," katanya sambil menatap Emily dengan romantis. Pagi itu memang mereka baru saja sampai. Dan Abian tahu kalau Emily merindukan rumah ini. <span;>

  • Bukan Suami Biasa   Akhir Sebuah Masalah

    <span;>Pagi itu Abian baru saja terjaga dari tidurnya ketika didengarnya suara ponsel yang berdenting pertanda ada sebuah pesan yang masuk. Abian mengambil ponsel itu dengan malas. Siapa yang menghubunginya pagi buta begini? Dengan mata yang masih mengantuk dia pun berusaha memfokuskan pandangannya pada layar hp. <span;>Emily?! Abian tersentak bagai terkena aliran listrik. Dia pun segera duduk dan membaca pesan itu. 'Mas Abi sayang, nanti malam datang ke sini ya. Ada yang harus kita bicarakan.' <span;>Abian tercekat. Sekali lagi dia membaca pesan itu untuk meyakinkan dirinya kalau isi pesan yang dibacanya memang benar seperti itu. Tapi..., Emily memanggil sayang? Ah, Abian jadi merasa bingung. Bukankah istrinya itu sedang marah padanya? Sedang marah, tapi memanggil sayang? <span;>'Ya, Mily sayang. Saya akan datang nanti malam. Tapi ada apakah?' <span;>'Nggak bisa saya bicarakan di telepon, mas. Pokoknya Ma

  • Bukan Suami Biasa   Jebakan Tomy

    <span;>Esok sore, di jam yang sama, Sandra mengetuk pintu kamar Nadya yang tertutup rapat. Tak menunggu lama, pintu kamar itu pun terbuka. Wajah Nadya sedikit bingung karena tak biasanya Sandra mengetuk pintu kamarnya seperti ini. <span;>"Ya, Mbak Sandra, ada apa?" tanya Nadya segera. <span;>"Apa kamu sedang sibuk? Saya ingin minta tolong sebentar," jawab Sandra dengan sikap yang sewajarnya. <span;>"Minta tolong apa, mbak?" <span;>"Tomy datang ingin bertemu dengan Rangga. Tapi Rangga baru saja tidur. Sekarang dia sedang menunggu di teras belakang. Mau kamu menemani dia sebentar? Kamu kan tahu kalau saya atau Mily tidak mungkin menemani dia? Hubungan kami belum baik sampai sekarang." <span;>Nadya pun mengangguk hingga membuat Sandra merasa lega. Lalu tanpa curiga Nadya segera berjalan menuruni tangga menuju ke teras belakang dimana Tomy sedang duduk melamun sendirian. <span;

  • Bukan Suami Biasa   Rencana Tomy

    <span;>"Rasanya sulit untuk percaya kalau Abian berbuat seperti itu, Mily," kata Sandra pada Emily di sore itu. <span;>Emily pun menoleh menatap Sandra untuk beberapa saat. "Jadi kakak percaya pada cerita Mas Abi?" tanyanya sedikit terkejut. <span;>"Percaya seratus persen sih tidak. Tapi kakak melihat pribadi Abian selama ini dan Abian yang diceritakan oleh Nadya, kok, sepertinya bertolak belakang sampai seratus delapan puluh derajat. Coba kamu ingat bagaimana bertanggungjawabnya dia selama ini sebagai suamimu. Juga bagaimana dia berkorban demi memenuhi keinginanmu untuk bisa kuliah lagi. Dia sampai mau mengojek sampai malam, Mily. Dan coba kamu ingat lagi bagaimana dulu Abian tetap bertahan untuk tidak menyentuhmu hanya karena menunggu restu dari papa dan mama. Kamu sudah sah menjadi istrinya ketika itu. Kalian pun tinggal bersama dalam satu rumah. Tapi dia bertahan, Mily. Dia tidak menyentuhmu sampai restu itu dia dapatkan. Jadi, aneh rasa

  • Bukan Suami Biasa   Pertemuan Tiga Lelaki

    <span;>"Seorang saksi? Bagaimana mungkin lo bisa menghadirkan seorang saksi, Bi? Siang itu cuma ada lo dan Nadya aja kan di sana?" kata Inung dengan nada bingung. <span;>"Gue juga bingung, Nung. Tapi tanpa kehadiran seorang saksi yang bisa membenarkan cerita gue, Emily akan tetap berpikir kalau gue yang salah. Atau jangan-jangan...." <span;>"Jangan-jangan apa?" <span;>"Atau jangan-jangan dia sengaja berbuat begitu biar dia bisa dekat dengan teman laki-lakinya itu tanpa ada yang menghalangi?" <span;>"Apa iya seperti itu, Bi?" tanya Inung sedikit ragu. <span;>Abian mendesah gelisah. "Gue memang nggak mau nuduh secara langsung sama dia. Tapi bagaimana pun rasa curiga itu tetap ada." <span;>"Semoga rasa curiga lo itu salah, Bi," harap Inung. <span;>"Sore ini gue mau datang lagi ke sana, Nung. Gue kangen banget sama Amanda," kata Abian kemudian. <span;>"Ya, gue ngerti per

  • Bukan Suami Biasa   Jalan Buntu

    <span;>Beberapa hari telah berlalu. Abian masih tetap berusaha sabar untuk tidak menemui Emily, meskipun kerinduannya pada Emily dan Amanda terasa begitu menyesakan dada. Abian tak dapat tidur, juga tak enak makan. Hari-harinya diisi dengan gelisah. Tak ada yang lain yang mengisi kepalanya selain istri dan putrinya itu. Tapi jika dia datang sekarang, apakah Emily sudah bisa diajak bicara? <span;>"Gue udah nggak bisa nahan rasa kangen gue, Nung. Gue juga nggak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut seperti ini. Gue harus menemui Emily sekarang," kata Abian pada Inung di pagi ini. <span;>"Rasanya memang udah saatnya kalian selesaikan masalah ini. Lo udah kasih waktu untuk dia selama beberapa hari ini. Sekarang saatnya dia dengarkan penjelasan dari lo, Bi. Emily nggak boleh cuma dengar cerita dari satu pihak aja. Dia juga harus mau dengar cerita dari lo," sahut Inung. <span;>"Gue nggak ngerti kenapa Emily bisa termakan cer

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status