Abian berdiri dengan gelisah di depan etalase tokonya. Ketika itu hari masih pagi. Toko roti itu baru saja buka. Belum banyak pembeli yang datang. Dan sejak tadi Abian menghabiskan waktunya dengan melamun dan gelisah di sana.
Inung memperhatikan sikap sepupunya yang tidak biasa itu. Sikap dan pembawaan Abian yang biasa selalu terlihat tenang, pagi ini jadi terlihat gelisah dan serba salah. Inung tahu pasti ada yang terjadi dengan sepupunya itu. Sesuatu yang mengganggu pikirannya hingga dia terus merasa resah.
Tak lama, Inung pun menghampiri dan ikut berdiri di etalase bersama Abian. Dia melirik memperhatikan Abian yang seolah tak menyadari kehadirannya. Pandangan Abian terus lurus ke depan tapi tak terpusat pada apa pun. Seperti sebuah pandangan kosong seseorang yang sedang dibebani satu masalah. Tapi, masalah apa yang membuat Abian jadi begini? Inung pun mencoba menerka-nerka. Namun tetap dia tak bisa menemukan jawaban dari pertanyaannya itu.
"Bi." Akhirnya Inu
Emily duduk sendirian di ruang tamu. Entah kenapa kecupan dari Abian semalam masih terasa sampai sekarang. Kecupan itu hanya sesaat. Tapi sungguh terasa begitu indah dan mengesankankan. Bahkan masih begitu hangat rasanya di bibir Emily hingga sekarang.Apakah semua itu karena dia yang terlalu pandai melakukannya? Ataukah karena aku yang telah terpikat oleh pesonanya? Hingga sedikit saja sentuhan darinya bisa sangat berarti untukku?Ah, Emily terus bertanya-tanya kenapa satu kecupan yang sesaat saja bisa begitu berarti untuknya? Jujur saja, kini Emily mulai membanding-bandingkan antara Tomy dan Abian. Mereka sama tampan. Tapi Abian terlihat lebih gagah. Pembawaannya lebih kalem, lebih tegas dan bijaksana. Dan Emily yakin Abian pun pasti lebih bertanggungjawab dari pada Tomy, mantan kekasihnya itu.Duh, Emily jadi bingung. Kenapa semua penilaian untuk Abian selalu lebih bagus? Apa mungkin memang dia adalah laki-laki yang lebih baik dari Tomy? Ya, rasanya begitu. Dulu
Abian dan Inung memperhatikan Emily yang tampak marah memandang Sinta. Mereka tahu, perempuan muda itu sedang diselimuti rasa cemburu. Tapi mereka bisa memakluminya. Sebab apa yang dilakukan Sinta ini memanglah keterlaluan. Istri mana yang tak kan marah jika ada perempuan lain yang mengirim makan siang untuk suaminya? Apa lagi perempuan itu sudah jelas-jelas mencintai suaminya sejak lama. Istri mana pun pasti akan terbakar cemburu dan mengamuk karenanya."Dasar perempuan tidak punya malu! Tidak punya harga diri! Sudah tahu Mas Abi telah menikah, tapi masih dikejar juga! Mestinya kamu tahu kalau Mas Abi itu nggak suka sama kamu! Karena kalau Mas Abi suka sama kamu, pasti sejak dulu dia nikahi kamu, bukannya malah memilih saya untuk jadi istrinya! Mengerti kamu?!" Suara Emily terdengar tajam.Sinta menatap Emily dengan mata membulat marah. Jelas terlihat jika dia sangat tersinggung dengan ucapan Emily tadi."Jaga ucapan kamu, ya! Dasar perempuan sok cantik!"
Monik menghapus peluh yang membasahi wajahnya dengan handuk kecil yang dilingkarkan di lehernya. Sore itu seperti biasa dia mengisi waktu luangnya dengan berolahraga di taman yang ada di tengah komplek rumahnya. Hanya lari santai beberapa putaran dan senam kecil saja. Sekadar menggerakan otot-otot tubuhnya dan membakar lemak agar tak berlebih.Cuaca sore itu cukup cerah. Taman tampak ramai oleh orang-orang yang berolahraga dan anak-anak kecil yang ceria bermain. Monik pun berdiri di pinggir taman dan melakukan sedikit peregangan otot sebagai penutup olahraganya sore itu. Kemudian dia menarik napas dalam-dalam lewat hidungnya dan menghembuskan secara perlahan lewat mulut. Dilakukannya dengan baik beberapakali sebelum dia duduk di bangku taman dan asyik memperhatikan sekeliling."Selamat sore, Monik. Apa kabar?" sapa sebuah suara mengejutkannya.Monik pun menoleh dengan cepat ke asal suara. Dan dia segera mendapati Tomy yang sedang berdiri di belakangnya. Wa
Sudah beberapa hari ini Emily sibuk belajar memasak. Setiap sore dia menunggu Inung pulang dari toko untuk mengajarinya memasak menu makanan kesukaan Abian. Meski sulit tapi Emily tetap tekun mempelajarinya. Banyak ilmu yang Emily dapat dari Inung. Bahkan ada istilah-istilah dalam dunia dapur yang kini baru Emily tahu."Harus diaduk terus, Mily. Sebab kalau nggak, nanti santannya bisa pecah," kata Inung kemarin sore ketika Emily sedang memasak gulai."Huh?" Kening Emily berkerut. Pecah? Jadi santan bisa pecah? Bagaimana bentuknya jika santan pecah?"Kenapa bengong? Bingung, ya?" Senyum Inung mengembang."Apa santan bisa pecah?" tanya Emily dengan wajah yang polos."Ya, Mily. Kalau kita masak santan, harus terus diaduk perlahan sampai santannya itu mendidih. Kalau kita biarkan tanpa diaduk, nanti santannya bisa menggumpal terpisah dengan airnya. Nah, itu namanya santannya pecah. Mengerti, Nona Manis?" kata Inung menjelaskan.Emily mengangguk,
"Mas, saya mau main ke rumah Monik siang ini," pamit Emily pada Abian.Abian yang sedang asyik mengelap motornya pun cepat menoleh. Didapatinya Emily yang ternyata sudah berdiri di depan pintu dengan rambut yang dililit handuk tanda dia baru saja selesai mandi."Pulang?" tanya Abian dengan hati yang sedikit berdebar gelisah."Ke rumah Monik, bukan pulang," sahut Emily cepat."Oh." Abian menegakkan tubuhnya."Kenapa memangnya? Mas Abi takut saya tinggal ke rumah papa, ya?" Senyum Emily terbias di sudut bibirnya. Rupanya dia bisa melihat gelisah Abian."Nggak usah ge-er. Saya cuma tanya," kata Abian sambil kembali melanjutkan pekerjaannya."Oh, kirain takut saya tinggal," goda Emily.Abian tak menanggapi. Dia terus asyik mengelap motornya yang sudah tampak mengkilap."Boleh kan, mas?" tanya Emily kemudian."Sampai sore?" Abian balik bertanya."Mungkin sampai sore. Jadinya Mas Abi beli makan aja ya, hari ini?
Pagi itu Emily berkemas. Sesuai keinginan Abian, dia harus pulang ke rumah orangtuanya dan menjalani kehidupan sebagai gadis kaya raya dan berteman dengan pemuda-pemuda kaya yang status ekonominya setara dengannya. Emily mengikuti meski pun sesungguhnya dia tak ingin melakukannya. Untuk apa melakukan itu? Toh, di dalam hatinya Emily telah memiliki cinta yang tulus untuk suaminya itu. Cinta yang bukan hanya sesaat seperti sangkaan Abian selama ini. Tapi demi membuat Abian percaya pada cintanya itu, Emily mengalah dan terpaksa mengikuti.Emily hanya membawa beberapa daster yang Abian belikan untuknya. Juga sebuah t-shirt kesayangan suaminya itu."Untuk apa kamu membawa semua itu?" Abian yang datang menghampiri pun bertanya bingung."Untuk obat kangen," sahut Emily tersenyum malu."Huh?" Abian memperhatikan Emily yang sedang melipat t-shirt miliknya dan memasukkannya ke dalam tas kecil yang akan dibawanya."Daster-daster ini akan saya pakai supaya say
Mereka berboncengan. Abian mengantarkan Emily pulang pagi itu. Sebab bagaimana pun Emily adalah tanggungjawabnya. Jadi tidak mungkin dia membiarkan Emily untuk pulang sendiri ke rumah orangtuanya. Abian harus bertemu dengan kedua orangtua Emily dan menjelaskan semuanya. Dia tidak mau terjadi kesalah pahaman karena dia telah menikahi Emily tanpa izin mereka. Abian harap mereka bisa mengerti karena waktu itu benar-benar tak ada pilihan. Dia memang harus menikahi Emily agar gadis itu tak lagi berbuat nekat ingin mengakhiri hidupnya."Saya nggak akan lama di rumah papa. Saya pasti rindu pada Mas Abi," kata Emily sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Abian."Jangan terburu-buru, Mily. Saya ingin kamu meyakinkan hatimu sebelum kamu kembali pada saya. Selama ini kamu melihat saya sebagai orang yang telah menolong kamu. Jadi mungkin aja yang kamu rasakan itu cuma kekaguman yang sementara. Ngerti kamu?""Ya, suamiku," canda Emily menyahuti.Abian tak menanggap
Kedua orangtua Emily menatap Abian tanpa kedip. Yang disampaikan oleh putri mereka ini sungguh berita yang sangat mengejutkan. Bagaimana mungkin laki-laki yang sedang duduk di hadapan mereka itu adalah menantu mereka? Bagaimana mungkin Emily menikah dalam pelariannya? Mereka mengenal Emily. Dia bukanlah gadis yang suka mengambil keputusan sembarangan. Rasanya tidak mungkin jika dia menikah seperti itu. Tanpa restu mereka dan tanpa persiapan apa-apa. Hanya dalam waktu singkat pelariannya tiba-tiba saja dia pulang membawa seorang suami?Yang mereka tahu, Emily pergi dari rumah karena kecewa atas pengkhianatan Tomy. Emily terluka melihat pernikahan Tomy dan Sandra. Lantas, kenapa tiba-tiba saja sekarang dia pulang bersama seorang suami? Apakah ini sekadar untuk balas dendam? Atau untuk menutupi rasa kecewanya saja? Tapi apa pun alasannya itu, semua ini benar-benar satu tindakan yang gila. Sungguh keterlaluan dia berani menikah tanpa restu. Dan sungguh lancang laki-laki itu berani