Pagi ini rumah sangat terasa sepi setelah kedua belas asisten rumah tangga di pecat oleh Raka, Adara yang sedari pagi-pagi buta sudah terbangun dan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.
Mulai dari menyapu seisi rumah dan mencuci pakaian, dia tak mau jika nanti suaminya bangun rumah masih kotor dan juga sarapan belum tersedia di meja.
Yang tersisa hanya tinggal bu Hanifah saja. Beliau adalah orang yang paling dituakan di rumah Raka. Semua yang memantau keseharian Adara adalah bu Hanifah.
“Semangat Adara, semua ini demi Ayah. Jika perkataannya benar lagi, aku tak mau perusahaan ayah bangkrut dan ayah menjadi sakit gara-gara melihat perusahaannya hancur,” jelas Adara yang sedang membuatkan sarapan untuk suaminya.
Sejak tadi pagi bu Hanifah sudah mengamati Adara yang sedang beres-beres rumah dengan giat. Dia tak mau jika Raka memarahinya lagi.
“Maafkan saya, Nyonya. Tak bisa membantu anda, ini sudah menjadi keputusan beliau,” lirih bu Hanifah.
Pukul tujuh tepat Raka sudah ada di meja makan untuk sarapan. Kali ini Raka tak terlihat mengenakan jas yang biasa dia pakai untuk berangkat ke kantor, kali ini Raka terlihat lebih santai dengan pakaian casualnya.
“Bu Hanifah. Siapa yang sudah menyediakan sarapan ini?” tanya Raka seraya mencicipi hidangan yang sudah tersedia di atas meja.
“Semua masakan ini, nyonya yang memasaknya, Tuan!” jelas bu Hanifah.
Raka takjub kepada Adara, selain tukang membangkang ia juga piawai memasak dan membersihkan rumah.
“Kemana dia, kenapa dia tak ikut sarapan?” tanya Raka seraya mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan.
“Maaf, Tuan. Nyonya sedang menyiram tanaman di halaman belakang,” jelas bu Hanifah.
“Suruh dia kemari dan sarapan bersama,” titah Raka.
Bu Hanifah menghampiri Adara yang sedang sibuk menata bunga-bunga di taman. “Nyonya, anda diminta untuk sarapan bersama, tuan Raka,” jelas bu Hanifah.
Adara kesal dia sudah sangat kelelahan, namun semua harus dia kerjakan sendiri. “Bilang saja aku sudah kenyang dengan semua pekerjaan yang dia berikan kepadaku!” ucap Adara misuh-misuh.
Dari meja makan sana, Raka bisa mendengar perkataan Adara yang seakan tak terima dengan apa yang Raka perintahkan.
“Lim, bawa dia kemari!” pinta Raka kepada asistennya.
Lim dengan sigap segera menghampiri Nyonya Arsenio yang terkenal keras kepala itu.
“Nyonya, anda diminta tuan untuk sarapan bersama!” jelas Lim.
Adara tak bisa berkutik jika Lim yang sudah datang menghampirinya, sebab dia melihat Lim sudah sangat takut dan menyeramkan apalagi Raka suaminya.
Adara kini duduk berhadapan dengan Raka yang sedang menikmati sarapan dengan lahap. Adara memandang Raka dengan tatapan yang tak biasa.
“Cepat sarapan!” Jelas Raka.
Adara masih menatap Raka dengan tatapan suka. “Aku sudah kenyang,” ucap Adara dengan ketus.
“Kapan kamu sarapan? Ngomong-ngomong, selain tukang membangkang ternyata kamu pandai memasak juga,” jelas Raka.
“Terima Kasih, tetapi aku sudah kenyang dengan semua pekerjaan yang kamu berikan padaku!” jelas Adara.
“Cepat makan, jangan banyak membantah. Setelah ini kamu bersiap-siap, kita akan ke rumah sakit.”
Adara terdiam, dia masih tak mau makan dan lebih memilih pergi meninggalkan Raka yang sedang menikmati sarapannya.
Adara berjalan menuju kamarnya. Sudah terkurung di rumah yang besar, ponsel dan laptop yang ia bawa pun di amankan oleh Raka.
Adara mencoba tegar, semua demi ayahnya, hanya dia yang Adara punya di dunia ini. Jika ayah-nya tahu Adara tak bahagia, dia akan sangat sedih dan menyesal karena telah membuat keputusan yang salah.
“Semua yang aku lakukan hanya untuk ayah.”
Adara segera menyerahkan tubuhnya dan berhias, dia tahu jika menjadi suami seorang pengusaha harus terlihat cantik dan mempesona di depan orang banyak.
“Sebaiknya aku harus cepat-cepat menemui dia.”
Adara segera keluar dari kamarnya dan meghampiri Raka. Raka sangat kagum melihat penampilan istrinya itu, Adara sangat memesona dan memang sangat cantik.
“Lim, segera siapkan mobil. Kita berangkat sekarang!” jelas Raka.
Adara tak banyak bicara, dia menghampiri suaminya dan membantu mendorong kursi roda suaminya. Kali ini Raka tak banyak protes dengan apa yang dilakukan Adara.
Ada angin apa Raka mau dekat dengan Adara?
Biasanya jika Adara membantunya dia memintanya untuk menjauh, namun kali ini Raka sangat tenang dan tak banyak bicara.
Adara membantu suaminya masuk ke dalam mobil dan mereka segera pergi ke rumah sakit. Raka masih terdiam tanpa kata, sedang Adara begitu penuh tanya. Kenapa suaminya ini bisa sekalem dan sediam ini.
Tak biasanya Raka begini, biasanya jika Adara duduk di sebelahnya dia langsung meminta nya pindah ke kursi depan.
“Kesurupan setan apa ini orang, tumben-tumbennya aku duduk di sebelahnya dia tak memintaku untuk pindah ke depan, sudahlah daripada aku nanti kena omelannya, lagi pula aku memang sangat lelah sekali hari ini!” batinnya.
Raka masih sibuk dengan benda pipih nan canggih itu, dia melihat Adara tertidur. Baru kali ini Raka melihat wanita seperti Adara, wanita pembangkang dan juga keras kepala. Raka yang begitu dingin dan juga temperamental seketika luluh melihat wajah Adara kali ini.
“Sebenarnya hati kamu terbuat dari apa? aku telah banyak menyakitimu namun kamu tak pernah menaruh dendam padaku!” batinnya terlontar begitu saja.
Sesampainya di rumah sakit Raka segera membangunkan Adara yang tertidur pulas. “Bangun, kita sudah sampai,” ucap Raka.
Adara segera bangun, ia segera turun dan membantu suaminya turun dan duduk di kursi roda.
Perlahan namun pasti, Adara masuk mengantar Raka menemui dokter terapi. Adara sangat senang dia di perkenalkan kepada dokter terapi sebagai istri dari Raka Arsenio.
“Sanang sekali bisa berkenalan dengan, Nyonya Arsenio!” ucap Dokter terapi yang bernama Jaka tersenyum ramah.Adara menyambut uluran tangan dokter Jaka dengan senyuman. Paras yang tampan rupawan, tak kalah tampan dengan suaminya membuat Adara terpesona dengan ketampanan dokter muda itu.
Raka langsung menatap Adara dengan tatapan elangnya yang tajam. “Liat yang bening dikit matanya langsung jelalatan,” lirih Raka pada Adara.
Rangkaian terapi pun dimulai, Adara duduk di sofa dan melihat proses terapi yang begitu membuat dirinya sangat iba.
“Bisa-bisanya jika berhadapan dengan orang lain dia angkuh, sedangkan orang lain melihat dirinya seperti ini pasti sangat iba, tetapi jika di rumah menyebalkan!” lirih Adara.
“Awas!”
Brugh!
Adara dengan sigap berlari menghampiri Raka yang terjatuh karena kakinya tak kuat untuk menopang tubuhnya sendiri yang sudah lama tak ia gerakan.
Para perawat dan juga Adara membantu Raka berdiri dan duduk kembali ke kursi rodanya.
“Tuan, maaf sebelumnya apa ini terapi yang pertama bagi anda?” tanya dokter Jaka.
“Tidak, Dok. Saya pernah terapi, namun itu sudah sangat lama sekali!” jelas Raka.
“Jika bisa nanti di rumah tolong, Nyonya. Bisa memberikan minyak hangat sambil memijat lembut kaki suaminya, karena kedua kakinya sangat kaku dan jarang dilatih apa lagi sekarang baru pertama lagi datang untuk terapi. Saya minta nanti di rumah di lakukan ya,” pinta dokter Jaka.
Adara sejenak terdiam, bukan pekerjaan rumah dan mengurus suaminya saja. Namun kali ini pekerjaan nya dobel menjadi tukang pijat urut.
“Aish … beban hidupku bukan sampai ini saja, tetapi bertambah menjadi tukang pijat urut. Benar-benar menyebalkan kamu, Raka!”
Setelah pulang dari rumah sakit, Raka meminta Adara untuk mempraktekan apa yang dikatakan dokter Jaka tadi siang.“Nih, cepat lakukan!” pinta Raka seraya melempar minyak gosok ke arah Adara.Adara mengambil minyak gosok dan melihat Raka dengan tatapan tajam. “Apa … aku harus memijat kakimu dengan minyak ini?” ucap Adara.Raka mengangguk dan melipat kedua tangannya di dada. “Cepatlah, aku sudah tidak sabar ingin di pijat oleh mu,” jelas Raka yang sudah siap di atas ranjang.Mau tak mau Adara naik ke atas ranjang, dan memperlakukan Raka selayaknya pasien. Adara melakukan semua yang diminta dokter Jaka. Jika bukan karena permintaan dokter jaka mana mau Adara melakukannya.Raka menahan senyumnya, ia sangat senang mengerjai Adara dengan cara menyuruh-nyuruhnya. Adara masih fokus memijat dan tak menggubris perkataan Raka.“Jika ada peluang untuk balas dendam, ingin sekali aku membalas semua yang telah kamu lakukan kepadaku, tetapi kenapa aku tak bisa?” batinya.Raka terus menatap wajah cant
“Kamu harus semangat, ingat Adara hanya delapan bulan saja kamu menderita. Setelah itu kamu bisa menghirup udara segar di luar sana!” batinnya.Dari dulu Adara tak pernah melakukan pekerjaan yang sering para asisten rumah tangganya lakukan, namun setelah menikah dengan Raka, Adara harus merasakan semua-nya.“Adara!” teriak Raka.Adara yang sedang membersihkan rak buku di ruang baca lari tergopoh-gopoh menghampiri Raka yang berada di kamar. Ia terkejut melihat Raka yang sudah tergeletak di lantai.“Astaga! Kamu kenapa? Kenapa bisa jatuh begini!” ucap Adara seraya membantu Raka dengan sekuat tenaga duduk di ranjang.Raka tak bisa berbuat apa-apa, yang ia rasakan hanya rasa sakit yang sangat teramat di bagian tangan dan kepalanya.Raka terdiam, dia masih syok dengan kejadian yang baru saja ia alami. “Raka, lihat aku. Kamu baik-baik saja kan?” tanya Adara, ia meraup wajah Raka dan menatap-nya khawatir.“Minumlah dulu, aku akan memanggil bu Hanifah sebentar,” ucap Adara bergegas beranjak d
Adara terkejut mendengar perkataan Ayah nya, kenapa sang Ayah bisa berkata demikian. Apa seorang ayah bisa merasakan apa yang dirasakan anaknya? “Tenang saja, Raka memperlakukanku dengan baik kok. Bahkan kedua orang tuanya pun sangat menyayangiku!” jelsa Adara. “Syukurlah kalau begitu, Ayah jadi tenang mendengarnya!” Senyum mengembang di wajah cantik Adara, dia tak mau memperlihatkan wajah sedihnya di depan sang Ayah, cukup dia yang merasakan dan memendam nya sendiri. “Oh, iya. Bagaimana dengan perusahaan? Apa semua berjalan dengan baik?” tanya Adara. Handoko tersenyum simpul di hadapan Adara, Handoko berbincang panjang lebar tentang perusahaan yang sekarang sudah semakin maju pesat. “Alhamdulillah, berkat Raka semua kembali normal. Ayah sudah bisa melunasi semua hutang ke bank dan para pekerja pun sudah mendapat upah yang layak,” jelas Handoko. “Syukurlah kalau begitu, aku senang mendengarnya!” Handoko tak bisa berlama-lama bersama sang anak, ia harus kembali ke kantor karena
“Dasar laki-laki kurang ajar, bisa-bisanya dia nyosor seperti itu. Awas saja, jika dia berani seperti itu lagi, aku tak akan segan memukul kepalanya.”Raka tertawa kecil mendengar perkataan Adara, dia hanya bisa menyampaikan isi hatinya. Si manusia setengah serigala itu kini bisa selembut dan sehangat itu. Apa jangan-jangan semua ada kaitannya dengan novel yang ia baca tadi?Adara mengerutkan keningnya dengan ekspresi tak suka. “Apa aku tak salah dengar, aku harus tidur denganmu?” ucap Adara.Raka tersenyum manis di depan Adara, ia sengaja melakukan itu untuk menarik hati Adara supaya ia mau menuruti apa yang Raka mau.“Memangnya kamu tak mau tidur dengan suamimu ini?” jelas Raka meyakinkan.Ia menatap Raka dengan sinis, bagaimana bisa Raka mencari kesempatan dalam kesempitan. Bukankah tadi dia sedang tidak enak badan hingga pagi tadi membuat orang yang ada di rumah itu panik!“Aku tak mau! Lagi pula kamu bukan tipeku, ingat kita menikah tidak karena cinta!” tegas Adara.Raka terus me
Setiap hari Adara melatih Raka dengan penuh semangat, kali ini dia mengajaknya untuk berkeliling mansion. Tak terasa sudah 4 bulan berlalu mereka berlatih namun belum saja ada kemajuan.“Kamu kenapa, nampak lesu sekali?” tanya Adara.Raka memalingkan pandangan dan terdiam. Adara berlutut di hadapan Raka dan memandangi wajah nya yang murung.“JIka kamu mau, aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk mu!” jelas Adara tersenyum manis.Ia menatap Adara dengan lesu. “Menurutmu aku lelaki seperti apa? apa aku lelaki yang sangat menyedihkan dan tak berguna?” tanya Raka.Sejenak Adara terdiam, kenapa Raka bisa berkata demikian, sebenarnya ada apa dengan Raka?“Maksud nya?”“Iya, katakan saja dengan jujur. Aku lebih menyukai wanita yang jujur tanpa topeng di depanku!”Dalam hati memang Adara sangat kesal jika Raka sudah dalam mode menyebalkan, namun kali ini Raka berkata yang sebenarnya.“Kamu itu adalah lelaki yang diberi keistimewaan oleh Tuhan, buktinya di saat kamu seperti ini masih banyak
Seperti biasa setiap pagi Adara sudah sibuk berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Kali ini suasana hatinya sedang senang, ia berharap kali ini ia bisa melatih Raka dengan penuh semangat.“Kali ini aku harus bisa membuat Raka berdiri, ya. Aku yakin setelah menonton siaran di televisi aku yakin dengan cara itu Raka bisa cepat berjalan.”Raka yang baru saja bangun langsung ke dapur untuk menemui Adara. Ia sengaja ingin sekali melihat Adara yang setiap hari nya sibuk di dapur.Ia pandangi Adara dari kejauhan, ia sangat senang melihat Adara yang selalu semangat. Seperti melihat matahari pagi yang bersinar yang selalu memancarkan energi positif setiap harinya.“Aku baru saja mau membangunkan mu!” jelas Adara.“Aku sudah bangun dari tadi, kamu masak apa hari ini?” tanya Raka.“Aku masak masakan kesukaanmu, oh iya nanti sesudah sarapan aku akan mengajakmu jalan-jalan ke taman belakang sambil kita berlatih lagi bagaimana apa kamu mau?”Raka menghela nafas ia merasa malas jika harus berlatih
“Mulai mala mini Viona akan menginap di sini! kamu tak usah khawatir, mulai besok Viona yang akan mengurusku!” jelas Raka.Viona tersenyum penuh kemenangan, ia tahu jika dirinya akan diterima oleh Raka di rumah itu. Adara hanya mengangguk dan terus menyantap makan malam nya hingga tandas.Dalam hati Adara sangat terkejut, namun ia masih bersikap bodo amat karena memang dia bukan istri yang diharapkan Raka, begitu pula Raka bukan suami pilihan Adara.“Kamu tak keberatan bukan jika aku tinggal dan mengurus Raka?” tanya Viona dengan ramah.Adara mengangguk dan terpaksa tersenyum. “Aku tidak keberatan kok!”Viona tersenyum simpul dan menggenggam tangan Adara. “Terimakasih banyak kamu telah menerimaku di rumah ini.”Akhirnya permasalahan Viona bisa teratasi juga. Setelah selesai makan malam Viona segera beristirahat di kamar tamu, sedang Adara kini tengah dilanda kegundahan. Bagaimana bisa Raka memasukan wanita lain ke rumahnya, walaupun di antara mereka tak ada rasa cinta, namun Raka har
Pagi-pagi sekali Adara sudah disibukkan dengan segudang pekerjaan yang telah menantinya. Kali ini ia sangat bersemangat karena tugas nya hanya membersihkan rumah dan membuatkan sarapan untuk mereka.“Akhirnya semua selesai dengan cepat, setelah ini aku bisa bersantai di kamar!” ucap Adara seraya membersihkan tangannya dengan kain lap.Ia berjalan ke ruang tengah dan di sana ia melihat Viona yang baru saja keluar dari kamar Raka. “Kenapa si wanita menyebalkan itu keluar dari kamar Raka?”Tanpa basa-basi Adara segera menghampiri Viona dan menarik tangannya. “Kamu dari mana? kenapa kamu keluar dari kamar Raka?” tanya Adara penasaran.Viona tersenyum manis di depan Adara seraya merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. “Semalam aku tidur di kamar Raka, kenapa kamu keberatan jika aku tidur dengan suamimu?” tanya Viona dengan nada mengejek.“Aku tak habis pikir Raka bisa mengenal wanita murahan sepertimu. Aku tahu kamu adalah kekasihnya, namun kamu bisa menjaga sikapmu di rumah ini!