Setelah pulang dari rumah sakit, Raka meminta Adara untuk mempraktekan apa yang dikatakan dokter Jaka tadi siang.
“Nih, cepat lakukan!” pinta Raka seraya melempar minyak gosok ke arah Adara.
Adara mengambil minyak gosok dan melihat Raka dengan tatapan tajam. “Apa … aku harus memijat kakimu dengan minyak ini?” ucap Adara.
Raka mengangguk dan melipat kedua tangannya di dada. “Cepatlah, aku sudah tidak sabar ingin di pijat oleh mu,” jelas Raka yang sudah siap di atas ranjang.
Mau tak mau Adara naik ke atas ranjang, dan memperlakukan Raka selayaknya pasien. Adara melakukan semua yang diminta dokter Jaka. Jika bukan karena permintaan dokter jaka mana mau Adara melakukannya.
Raka menahan senyumnya, ia sangat senang mengerjai Adara dengan cara menyuruh-nyuruhnya. Adara masih fokus memijat dan tak menggubris perkataan Raka.
“Jika ada peluang untuk balas dendam, ingin sekali aku membalas semua yang telah kamu lakukan kepadaku, tetapi kenapa aku tak bisa?” batinya.
Raka terus menatap wajah cantik Adara. Bagaimana bisa wanita seperti Adara bisa tahan dengan perlakuan Raka dan masih setia merawatnya.
Dia membenci Adara, apa lagi sifatnya yang kadang membuat Raka kesal kepadanya. Namun semua itu ia tunjukan hanya karena dia tak mau kalah dan luluh pada wanita.
“Menyebalkan sekali, kenapa aku harus mau menikah dengan-nya jika ujung-ujungnya aku harus berakhir menjadi pembantu!” batinya.
“Kamu sedang memijat atau mau melukai kakiku, hah! kaki ku memang tak bisa digerakkan, tetapi kamu bisa memijat-nya dengan benar kan!” jelas Raka.
Adara kembali memijat dengan sedikit lebih bertenaga dan hati-hati. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Adara, dia hanya melakukan tugasnya dengan benar.
“Kenapa kamu diam saja?” tanya Raka.
“Jika tidak keberatan, aku akan sudahi dulu. Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan!” jelas Adara.
Raka menatap Adara dengan tatapan tajam, bisa-bisanya Adara memikirkan pekerjaan lain ketimbang mengurus suaminya terlebih dahulu.
“Tidak bisa! kamu harus disini memijat kakiku. Memangnya kamu tak mau melihat aku kembali berjalan seperti sedia kala? Ingat hanya delapan bulan, Adara!” ucap Raka.
Adara masih terdiam, dia nampak sedikit lesu dan kelelahan setelah seharian ini mengerjakan pekerjaan rumah. Belum lagi ia harus mengantar Raka untuk terapi.
Lama kelamaan Adara mulai letih dan mengantuk. Sementara Raka masih santai dengan ponselnya, ia tidak mengetahui jika Adara sudah tidur di sebelahnya. Rasa kantuk yang tak bisa Adara tahan hingga ia tidur di ranjang Raka.
“Astaga! Kenapa dia malah tidur di kamarku, jika memang dia mengantuk kenapa dia tak bilang dan istirahat di kamar-nya saja sih, aish … menyebalkan.”
Mau tak mau Raka menggapai selimut miliknya dan menyelimuti tubuh Adara, ia pandangi wajah cantik Adara dari dekat. Begitu banyak penyesalan ketika melihat Adara tidur di sampingnya.
“Kenapa aku jadi begini? toh dia bukan siapa-siapa aku. Kita hanya dipertemukan oleh ikatan pernikahan, tetapi tidak dengan hatiku. Aku sangat membenci dirimu, Adara!”
Setelah kesal mengoceh, Raka tidur di samping Adara seraya memandangi wajah istrinya itu yang ayu. Malam ini penuh dengan drama dan berakhir tidur bersama.
Tengah malam Adara terbangun dari tidurnya, ia tersadar jika dirinya tidur di kamar Raka. Adara segera meninggalkan kamar Raka. Ia masih memikirkan segudang pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan, belum lagi di pagi hari ia harus mengurus pasien yang bernama Raka.
“Apa aku harus memulainya di jam segini?” jelas Adara yang masih mematung di depan cermin.
Mau tak mau Adara segera mencicil pekerjaan yang sudah dibebankan kepadanya. Semua Adara kerjakan dengan penuh semangat hingga subuh menjelang ia segera memasakan makanan kesukaan suaminya.
Bu Hanifah yang baru saja bangun mendengar suara di dapur dan menghampiri sumber suara itu. Ia melihat Adara sedang sibuk berkutat di dapur.
“Kamu sedang apa?” tanya bu Halimah.
Adara terkejut karena rumah yang besar dan sepi ini hanya dirinya yang sedang sibuk di dapur. “Astaga! Bu Hanifah, aku kira siapa. Mengagetkan saja!” jelas Adara menghela nafasnya lirih.
“Maaf jika saya mengejutkan anda, tetapi ini terlalu pagi untuk membuatkan sarapan, Nyonya!” jelas bu Hanifah.
Adara terdiam, memang ini terlalu pagi untuk membuat sarapan. Namun ia tak mau sampai kesiangan dan mendapat hukuman dari Raka.
“Tetapi masakan yang sudah aku buat bisa dipanaskan lagi jika Raka mau sarapan!” jelas Adara.
Bu Hanifah mengangguk paham dan menemani Adara di dapur, mereka berbincang santai satu sama lain dan banyak hal yang mereka bahas.
Jam menunjukan pukul enam lebih tiga puluh menit, Raka yang sudah bangun dan siap dengan pakaian kerjanya keluar dari kamar menuju ruang makan.
Wangi masakan yang sangat membuat Raka sangat lapar dan ingin segera sarapan. Ia sudah berada di ruang makan namun tak terlihat batag hidung Adara di sana.
“Kemana dia, biasanya dia sudah menyambutku dengan segudang omelannya!” jelas Raka.
Raka memanggil bu Hanifah untuk mencarikan Adara dan memintanya untuk makan bersama. Adara yang kelelahan duduk di dapur dengan mata terpejam.
“Nyonya, kenapa anda tidur di sini? maaf tuan Raka memanggil anda untuk sarapan!” ucap bu Hanifah membangunkan Adara dengan perlahan.
Adara terbangun dan perlahan membuka matanya, ia segera menghampiri Raka yang sedang menyantap sarapannya. Adara duduk berhadapan dengan Raka dan terdiam.
“Ayo sarapan, aku ingin kita makan bersama!” jelas Raka.
Adara menatap Raka dengan terkantuk-kantuk. Ia tak merasa lapar, yang ia butuhkan hanyalah tidur dan istirahat.
“Kenapa wajahmu seperti itu, ayo cepat makan!” pinta Raka.
“Maaf, aku sudah sangat kenyang. Apa boleh aku kembali ke kamar?” tanya Adara.
Raka memandang Adara dengan tatapan yang tak biasa. “Memangnya kamu mau ngapain ke kamar? bukankah tugasmu masih banyak? Apa jangan-jangan kamu mau tidur lagi, hah!” pekik Raka.
Wajah Adara sudah tak karuan, rasa lelah dan kantuk kini menyelimutinya. Ia menahan semuanya agar tak dapat hukuman lagi dari Raka. Adara terpaksa menemani suaminya itu untuk sarapan bersama.
Seperti biasa Adara melayani suaminya dan dengan sangat telaten. Ia hanya mengambil dua keeping roti dan juga susu hangat.
“Ini orang kenapa, aku lihat-lihat dia seperti zombie hidup yang sedang menyantap sarapannya! Apa dia sakit? ah, kenapa aku menjadi sekepo ini kepadanya!” batinnya penuh tanya.
Adara tak menghabiskan sarapannya, dia menunggu Raka selesai sarapan. Setelah itu ia mengantarkan Raka ke depan rumah dan menunggunya hingga ia pergi ke kantor.
“Aku berangkat ke kantor dulu! ingat, jangan mentang-mentang aku tak ada di rumah kamu bisa seenaknya! Bu Hanifah, lapor keseharian Adara kepadaku!” jelas Raka segera menutup jendela mobilnya kemudian pergi dari pelataran rumahnya.
Bu Hanifah mengangguk paham, begitu pula Adara. Ia menahan rasa kantuknya dan kembali membersihkan rumah yang sebagian belum ia kerjakan.
“Astaga, mimpi apa aku sampai seperti ini?”
“Kamu harus semangat, ingat Adara hanya delapan bulan saja kamu menderita. Setelah itu kamu bisa menghirup udara segar di luar sana!” batinnya.Dari dulu Adara tak pernah melakukan pekerjaan yang sering para asisten rumah tangganya lakukan, namun setelah menikah dengan Raka, Adara harus merasakan semua-nya.“Adara!” teriak Raka.Adara yang sedang membersihkan rak buku di ruang baca lari tergopoh-gopoh menghampiri Raka yang berada di kamar. Ia terkejut melihat Raka yang sudah tergeletak di lantai.“Astaga! Kamu kenapa? Kenapa bisa jatuh begini!” ucap Adara seraya membantu Raka dengan sekuat tenaga duduk di ranjang.Raka tak bisa berbuat apa-apa, yang ia rasakan hanya rasa sakit yang sangat teramat di bagian tangan dan kepalanya.Raka terdiam, dia masih syok dengan kejadian yang baru saja ia alami. “Raka, lihat aku. Kamu baik-baik saja kan?” tanya Adara, ia meraup wajah Raka dan menatap-nya khawatir.“Minumlah dulu, aku akan memanggil bu Hanifah sebentar,” ucap Adara bergegas beranjak d
Adara terkejut mendengar perkataan Ayah nya, kenapa sang Ayah bisa berkata demikian. Apa seorang ayah bisa merasakan apa yang dirasakan anaknya? “Tenang saja, Raka memperlakukanku dengan baik kok. Bahkan kedua orang tuanya pun sangat menyayangiku!” jelsa Adara. “Syukurlah kalau begitu, Ayah jadi tenang mendengarnya!” Senyum mengembang di wajah cantik Adara, dia tak mau memperlihatkan wajah sedihnya di depan sang Ayah, cukup dia yang merasakan dan memendam nya sendiri. “Oh, iya. Bagaimana dengan perusahaan? Apa semua berjalan dengan baik?” tanya Adara. Handoko tersenyum simpul di hadapan Adara, Handoko berbincang panjang lebar tentang perusahaan yang sekarang sudah semakin maju pesat. “Alhamdulillah, berkat Raka semua kembali normal. Ayah sudah bisa melunasi semua hutang ke bank dan para pekerja pun sudah mendapat upah yang layak,” jelas Handoko. “Syukurlah kalau begitu, aku senang mendengarnya!” Handoko tak bisa berlama-lama bersama sang anak, ia harus kembali ke kantor karena
“Dasar laki-laki kurang ajar, bisa-bisanya dia nyosor seperti itu. Awas saja, jika dia berani seperti itu lagi, aku tak akan segan memukul kepalanya.”Raka tertawa kecil mendengar perkataan Adara, dia hanya bisa menyampaikan isi hatinya. Si manusia setengah serigala itu kini bisa selembut dan sehangat itu. Apa jangan-jangan semua ada kaitannya dengan novel yang ia baca tadi?Adara mengerutkan keningnya dengan ekspresi tak suka. “Apa aku tak salah dengar, aku harus tidur denganmu?” ucap Adara.Raka tersenyum manis di depan Adara, ia sengaja melakukan itu untuk menarik hati Adara supaya ia mau menuruti apa yang Raka mau.“Memangnya kamu tak mau tidur dengan suamimu ini?” jelas Raka meyakinkan.Ia menatap Raka dengan sinis, bagaimana bisa Raka mencari kesempatan dalam kesempitan. Bukankah tadi dia sedang tidak enak badan hingga pagi tadi membuat orang yang ada di rumah itu panik!“Aku tak mau! Lagi pula kamu bukan tipeku, ingat kita menikah tidak karena cinta!” tegas Adara.Raka terus me
Setiap hari Adara melatih Raka dengan penuh semangat, kali ini dia mengajaknya untuk berkeliling mansion. Tak terasa sudah 4 bulan berlalu mereka berlatih namun belum saja ada kemajuan.“Kamu kenapa, nampak lesu sekali?” tanya Adara.Raka memalingkan pandangan dan terdiam. Adara berlutut di hadapan Raka dan memandangi wajah nya yang murung.“JIka kamu mau, aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk mu!” jelas Adara tersenyum manis.Ia menatap Adara dengan lesu. “Menurutmu aku lelaki seperti apa? apa aku lelaki yang sangat menyedihkan dan tak berguna?” tanya Raka.Sejenak Adara terdiam, kenapa Raka bisa berkata demikian, sebenarnya ada apa dengan Raka?“Maksud nya?”“Iya, katakan saja dengan jujur. Aku lebih menyukai wanita yang jujur tanpa topeng di depanku!”Dalam hati memang Adara sangat kesal jika Raka sudah dalam mode menyebalkan, namun kali ini Raka berkata yang sebenarnya.“Kamu itu adalah lelaki yang diberi keistimewaan oleh Tuhan, buktinya di saat kamu seperti ini masih banyak
Seperti biasa setiap pagi Adara sudah sibuk berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Kali ini suasana hatinya sedang senang, ia berharap kali ini ia bisa melatih Raka dengan penuh semangat.“Kali ini aku harus bisa membuat Raka berdiri, ya. Aku yakin setelah menonton siaran di televisi aku yakin dengan cara itu Raka bisa cepat berjalan.”Raka yang baru saja bangun langsung ke dapur untuk menemui Adara. Ia sengaja ingin sekali melihat Adara yang setiap hari nya sibuk di dapur.Ia pandangi Adara dari kejauhan, ia sangat senang melihat Adara yang selalu semangat. Seperti melihat matahari pagi yang bersinar yang selalu memancarkan energi positif setiap harinya.“Aku baru saja mau membangunkan mu!” jelas Adara.“Aku sudah bangun dari tadi, kamu masak apa hari ini?” tanya Raka.“Aku masak masakan kesukaanmu, oh iya nanti sesudah sarapan aku akan mengajakmu jalan-jalan ke taman belakang sambil kita berlatih lagi bagaimana apa kamu mau?”Raka menghela nafas ia merasa malas jika harus berlatih
“Mulai mala mini Viona akan menginap di sini! kamu tak usah khawatir, mulai besok Viona yang akan mengurusku!” jelas Raka.Viona tersenyum penuh kemenangan, ia tahu jika dirinya akan diterima oleh Raka di rumah itu. Adara hanya mengangguk dan terus menyantap makan malam nya hingga tandas.Dalam hati Adara sangat terkejut, namun ia masih bersikap bodo amat karena memang dia bukan istri yang diharapkan Raka, begitu pula Raka bukan suami pilihan Adara.“Kamu tak keberatan bukan jika aku tinggal dan mengurus Raka?” tanya Viona dengan ramah.Adara mengangguk dan terpaksa tersenyum. “Aku tidak keberatan kok!”Viona tersenyum simpul dan menggenggam tangan Adara. “Terimakasih banyak kamu telah menerimaku di rumah ini.”Akhirnya permasalahan Viona bisa teratasi juga. Setelah selesai makan malam Viona segera beristirahat di kamar tamu, sedang Adara kini tengah dilanda kegundahan. Bagaimana bisa Raka memasukan wanita lain ke rumahnya, walaupun di antara mereka tak ada rasa cinta, namun Raka har
Pagi-pagi sekali Adara sudah disibukkan dengan segudang pekerjaan yang telah menantinya. Kali ini ia sangat bersemangat karena tugas nya hanya membersihkan rumah dan membuatkan sarapan untuk mereka.“Akhirnya semua selesai dengan cepat, setelah ini aku bisa bersantai di kamar!” ucap Adara seraya membersihkan tangannya dengan kain lap.Ia berjalan ke ruang tengah dan di sana ia melihat Viona yang baru saja keluar dari kamar Raka. “Kenapa si wanita menyebalkan itu keluar dari kamar Raka?”Tanpa basa-basi Adara segera menghampiri Viona dan menarik tangannya. “Kamu dari mana? kenapa kamu keluar dari kamar Raka?” tanya Adara penasaran.Viona tersenyum manis di depan Adara seraya merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. “Semalam aku tidur di kamar Raka, kenapa kamu keberatan jika aku tidur dengan suamimu?” tanya Viona dengan nada mengejek.“Aku tak habis pikir Raka bisa mengenal wanita murahan sepertimu. Aku tahu kamu adalah kekasihnya, namun kamu bisa menjaga sikapmu di rumah ini!
“Terserah kalian saja, lagi pula aku sangat senang jika kalian tak ada rumah. Aku bisa lebih bebas melakukan apa saja yang aku mau!” jelas Adara.Viona dan Raka kini tiba di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta, mereka menghabiskan waktu untuk berbelanja, makan dan mengobrol. Raka sangat senang akhirnya bisa keluar dari rumah menghirup udara segar.“Bagaimana apa kamu senang hari ini?” tanya Raka.Viona mengangguk dan tersenyum kepada Raka. “Aku sangat senang sekali hari ini, kamu banyak memberikan ku barang-barang yang aku mau. Terimakasih banyak, Sayang!” ucap Viona memeluk Raka.Raka pun sangat senang melihat sang kekasih sangat bahagia. Hari ini mereka menghabiskan waktu di mall. Sedang Adara sedari tadi pagi ia enggan keluar dari kamarnya. Ia menghabiskan waktu untuk tidur dan memainkan ponselnya.Napak sangat membosankan namun Adara sangat bersyukur beberapa jam ini tak ada yang mencari dirinya.“Apa aku telepon Mariana saja, sudah lama sekali aku tak mendengar kaba