Sudah dua hari Adara tak bisa tidur, dia terus menangis meratapi hidupnya. Apa lagi kali ini dia sangat merindukan Ayahnya.
Matanya sembab dan kuyu. Adara memandang matahari pagi yang baru saja terbit dari jendela kamarnya.
Suara seseorang membuka kunci dan pintu pun terbuka. “Selamat pagi, Nyonya. Anda sudah diperbolehkan keluar dari kamar oleh, Tuan!” jelas bu Hanifah.
Adara tak menggubris perkataan bu Hanifah, dia hanya memandangi pepohonan yang hijau di luar sana. “Nyonya, apa anda mendengar perkataan saya?” tanya bu Hanifah sekali lagi.
Adara menatap kearah bu Hanifah dengan lesu. “Iya, saya mau ke kamar mandi dulu.”
Bu Hanifah sebenarnya sangat kasihan kepada Adara, melihat wajahnya yang kuyu membuat dia sangat prihatin pada wanita yang baru saja menyandang status menjadi nyonya Raka.
Bu Hanifah menyambut hangat Adara yang baru saja tiba di ruang makan. “Anda harus makan, jika tak makan nanti Tuan akan memecat saya!” jelas bu Hanifah memohon.
Dengan segala rayuan akhirnya Adara mau menuruti apa perkataan bu Hanifah. Ia hanya memakan dua keping roti dan meminum segelas susu hangat.
Tak lama berselang Raka datang dengan pakaian kerjanya menghampiri Adara yang sedang sarapan.
“Selamat pagi, bagaimana tidurmu nyenyak?” tanya Raka.
“Hmm!”
“Kamu sudah sarapan?” tanya Raka lagi.
“Sudah,”
“Aku sudah meminta cuti ke kampus, jadi kamu tak usah repot-repot pergi kuliah lagi. Jika kamu membutuhkan sesuatu tinggal bilang saja kepada, bu Hanifah,” ucap Raka yang sedang menikmati sarapannya.
Adara hanya terdiam dia tak mau berdebat lagi dengan Raka, cukup kemarin saja dia paham akan semua yang ia lakukan padanya. Itu semua demi perusahaan ayahnya dan juga kesehatannya.
“Kenapa diam?”
“Gak kenapa-napa.”
Raka meminta Adara untuk berkeliling rumah, dan belajar dengan bu Hanifah mengenal semua yang ada di rumah. Serta apa yang boleh dan tidak oleh Adara lakukan.
“Kamu mengerti apa yang aku katakan, Adara?” jelas Raka.
“Kamu tak usah repot-repot menyuruhku lagi untuk belajar semua hal mengenai seisi rumah ini, dan apa yang kamu suka atau yang tak kamu suka. Aku sudah hafal semuanya!” jelas Adara memberanikan diri.
“Ch … kamu sudah mempelajarinya? Sejak kapan kamu mempelajarinya, sedangkan kamu saja kemarin seharian di kamar. Atau jangan-jangan ada orang yang membukakan pintu kamar, hah?” tanya Raka.
Bu Hanifah membenarkan perkataan Tuannya itu. “Maaf, Tuan. Tak ada yang berani membukakan pintu kamar Nyonya selain memberinya makan,” jelas bu Hanifah.
Adara menjelaskan semua yang ia tahu dari bu Hanifah, dan apa saja yang tidak suka Raka dan yang disukainya. Semua Adara jelaskan secara rinci dan hati-hati.
“Bagaimana, bu Hanifah. Apa ada yang kurang?” tanya Adara dengan senyuman.
Bu Hanifah menggelengkan kepala dan tersenyum. “Benar, Tuan. Nyonya, menghafal semua sisi rumah ini dan bahkan semua yang, Tuan. Suka dan tidak disuka semua benar!” jelas bu Hanifah.
Raka terdiam, mustahil hanya dalam semalam Adara bisa menghafal semua. Sedangkan baru saja Raka menyuruhnya untuk belajar dan menghafal semua, tetapi hanya dengan satu malam saja dia bisa memahami semua.
“Malam pertama yang sangat membuatku kesal,karena aku tak bisa tidur jadi aku menghafal itu semua, bagaimana manusia yang tak punya hati ini bisa menjadi orang kaya yang menyebalkan,” batinnya.
“Bagaimana dia bisa menghafal semua, bahkan Viona saja yang sering kerumah ini pun tak hafal semua tempat di rumah ini, kenapa dia tahu semuanya?” batinnya penuh tanya.
“Kenapa, kamu masih tak percaya jika aku hafal semua?” jelas Adara.
“Tidak apa-apa, sudah selesaikan sarapanmu. Jika sudah setelah itu kamu harus bersih-bersih rumah,” jelas Raka yang menyendoki makanan ke mulutnya.
“APA!” teriak Adara.
“Kenapa kamu teriak? Kamu mau membantah lagi perkataan suamimu ini, hah!” jelas Raka.
“Yang benar saja, Tuan Raka yang terhormat. Rumah ini sudah ada dua belas asisten rumah tangga serta dua tukang kebun, dan sekarang aku harus membersihkan rumah ini juga?” jelas Adara yang terkejut bukan main.
Sebenarnya Raka mempersunting Adara untuk di jadikan ratu atau pembantu di rumahnya sendiri?
“Gila, ini sangat gila. Aku dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan sekarang aku dipersunting oleh psikopat gila!”
Plak!
Seketika tamparan pedas mendarat di pipi Adara, dia terkejut bukan main melihat Raka yang sudah ada di sampingnya.
“Apa kamu bilang, aku psikopat gila? Walaupun aku cacat, tetapi aku bisa melakukan apa saja dengan tanganku sendiri. Mulai detik ini ke dua belas asisten rumah tangga yang ada di rumah ini aku pecat semua. Biar kamu tahu jika psikopat gila ini sangat kejam!” jelas Raka dengan penuh amarah.
Raka berlalu pergi bersama Lim yang selalu setia kepadanya. “Lepas, kamu tak usah mendorongku. Hah, psikopat gila, bisa-bisanya dia berkata seperti itu kepadaku!” ucap Raka berlalu pergi.
Adara masih terdiam, perlakuan kejam yang didapatkan dari Raka kini menjadi makanan sehari-hari Adara.
Rasa sakit di rahangnya pun masih terasa hingga kini, dan baru saja Raka memberikan tanda baru pipinya, besok bagian mana lagi yang akan Raka tandai di tubuh Adara.
“Pernikahan macam apa ini sebenarnya, jika Raka ingin mencari pembantu dia salah orang. Ah … rasanya ingin sekali menghilang dari dunia ini!” lirh Adara.
Adara segera membereskan piring yang ada di meja makan, dan membawanya ke dapur. Ia mencuci kembali peralatan makan dan menaruhnya di rak.
Detik itu juga kedua belas pelayan yang ada di rumah Raka dipecat secara tidak hormat. Mereka langsung mengemasi barang-barang mereka dan meninggalkan rumah majikannya.
Semua terlihat dengan jelas di depan Adara. “Bu Hanifah, kenapa mereka mengemasi barang-barang mereka?” tanya Adara.
“Sesuai permintaan tuan. Mulai sekarang semua urusan rumah tangga dan melayani tuan semua di serahkan kepada, Nyonya!” jelas bu Hanifah.
“Maksud bu Hanifah, mereka semua di pecat?”
Bu Hanifah mengangguk dengan raut wajah yang sangat serius. “Iya, Nyonya.”
Adara ternganga, ternyata perkataan Raka memang benar-benar membuat dirinya lemas. Rumah seluas ini dia sendiri yang mengurusnya, belum lagi mengurus suaminya sendiri yang lumpuh dan menyebalkan itu.
“Apa … sa-saya yang akan ambil alih semua pekerjaan mereka?” ucap Adara syok.
“Iya, Nyonya. Kalau begitu saya permisi.”
Dengan berjalan gontai Adara segera kembali ke kamarnya dan duduk di tepi ranjang, ia mencerna apa yang baru saja terjadi padanya.
“Keterlaluan dia, dasar psikopat gila. Memangnya dia siapa seenaknya memecat orang sembarangan, aku doakan dia menderita seumur hidup, aish … menyebalkan sekali!” teriak Adara seraya mengacak-acak rambutnya dan melemparkan bantal sembarang arah.
Raka yang berada di kantor kini tersenyum puas. “Rasakan kamu, Adara. Jadi seorang istri itu harus patuh pada perintah suami, ini malah membantah terus. Rasakan kamu mengurus semuanya sendiri!” ucap Raka dengan penuh kemenangan.
Pagi ini rumah sangat terasa sepi setelah kedua belas asisten rumah tangga di pecat oleh Raka, Adara yang sedari pagi-pagi buta sudah terbangun dan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Mulai dari menyapu seisi rumah dan mencuci pakaian, dia tak mau jika nanti suaminya bangun rumah masih kotor dan juga sarapan belum tersedia di meja. Yang tersisa hanya tinggal bu Hanifah saja. Beliau adalah orang yang paling dituakan di rumah Raka. Semua yang memantau keseharian Adara adalah bu Hanifah. “Semangat Adara, semua ini demi Ayah. Jika perkataannya benar lagi, aku tak mau perusahaan ayah bangkrut dan ayah menjadi sakit gara-gara melihat perusahaannya hancur,” jelas Adara yang sedang membuatkan sarapan untuk suaminya. Sejak tadi pagi bu Hanifah sudah mengamati Adara yang sedang beres-beres rumah dengan giat. Dia tak mau jika Raka memarahinya lagi. “Maafkan saya, Nyonya. Tak bisa membantu anda, ini sudah menjadi keputusan beliau,” lirih bu Hanifah. Pukul tujuh tepat Raka sudah ada di meja
Setelah pulang dari rumah sakit, Raka meminta Adara untuk mempraktekan apa yang dikatakan dokter Jaka tadi siang.“Nih, cepat lakukan!” pinta Raka seraya melempar minyak gosok ke arah Adara.Adara mengambil minyak gosok dan melihat Raka dengan tatapan tajam. “Apa … aku harus memijat kakimu dengan minyak ini?” ucap Adara.Raka mengangguk dan melipat kedua tangannya di dada. “Cepatlah, aku sudah tidak sabar ingin di pijat oleh mu,” jelas Raka yang sudah siap di atas ranjang.Mau tak mau Adara naik ke atas ranjang, dan memperlakukan Raka selayaknya pasien. Adara melakukan semua yang diminta dokter Jaka. Jika bukan karena permintaan dokter jaka mana mau Adara melakukannya.Raka menahan senyumnya, ia sangat senang mengerjai Adara dengan cara menyuruh-nyuruhnya. Adara masih fokus memijat dan tak menggubris perkataan Raka.“Jika ada peluang untuk balas dendam, ingin sekali aku membalas semua yang telah kamu lakukan kepadaku, tetapi kenapa aku tak bisa?” batinya.Raka terus menatap wajah cant
“Kamu harus semangat, ingat Adara hanya delapan bulan saja kamu menderita. Setelah itu kamu bisa menghirup udara segar di luar sana!” batinnya.Dari dulu Adara tak pernah melakukan pekerjaan yang sering para asisten rumah tangganya lakukan, namun setelah menikah dengan Raka, Adara harus merasakan semua-nya.“Adara!” teriak Raka.Adara yang sedang membersihkan rak buku di ruang baca lari tergopoh-gopoh menghampiri Raka yang berada di kamar. Ia terkejut melihat Raka yang sudah tergeletak di lantai.“Astaga! Kamu kenapa? Kenapa bisa jatuh begini!” ucap Adara seraya membantu Raka dengan sekuat tenaga duduk di ranjang.Raka tak bisa berbuat apa-apa, yang ia rasakan hanya rasa sakit yang sangat teramat di bagian tangan dan kepalanya.Raka terdiam, dia masih syok dengan kejadian yang baru saja ia alami. “Raka, lihat aku. Kamu baik-baik saja kan?” tanya Adara, ia meraup wajah Raka dan menatap-nya khawatir.“Minumlah dulu, aku akan memanggil bu Hanifah sebentar,” ucap Adara bergegas beranjak d
Adara terkejut mendengar perkataan Ayah nya, kenapa sang Ayah bisa berkata demikian. Apa seorang ayah bisa merasakan apa yang dirasakan anaknya? “Tenang saja, Raka memperlakukanku dengan baik kok. Bahkan kedua orang tuanya pun sangat menyayangiku!” jelsa Adara. “Syukurlah kalau begitu, Ayah jadi tenang mendengarnya!” Senyum mengembang di wajah cantik Adara, dia tak mau memperlihatkan wajah sedihnya di depan sang Ayah, cukup dia yang merasakan dan memendam nya sendiri. “Oh, iya. Bagaimana dengan perusahaan? Apa semua berjalan dengan baik?” tanya Adara. Handoko tersenyum simpul di hadapan Adara, Handoko berbincang panjang lebar tentang perusahaan yang sekarang sudah semakin maju pesat. “Alhamdulillah, berkat Raka semua kembali normal. Ayah sudah bisa melunasi semua hutang ke bank dan para pekerja pun sudah mendapat upah yang layak,” jelas Handoko. “Syukurlah kalau begitu, aku senang mendengarnya!” Handoko tak bisa berlama-lama bersama sang anak, ia harus kembali ke kantor karena
“Dasar laki-laki kurang ajar, bisa-bisanya dia nyosor seperti itu. Awas saja, jika dia berani seperti itu lagi, aku tak akan segan memukul kepalanya.”Raka tertawa kecil mendengar perkataan Adara, dia hanya bisa menyampaikan isi hatinya. Si manusia setengah serigala itu kini bisa selembut dan sehangat itu. Apa jangan-jangan semua ada kaitannya dengan novel yang ia baca tadi?Adara mengerutkan keningnya dengan ekspresi tak suka. “Apa aku tak salah dengar, aku harus tidur denganmu?” ucap Adara.Raka tersenyum manis di depan Adara, ia sengaja melakukan itu untuk menarik hati Adara supaya ia mau menuruti apa yang Raka mau.“Memangnya kamu tak mau tidur dengan suamimu ini?” jelas Raka meyakinkan.Ia menatap Raka dengan sinis, bagaimana bisa Raka mencari kesempatan dalam kesempitan. Bukankah tadi dia sedang tidak enak badan hingga pagi tadi membuat orang yang ada di rumah itu panik!“Aku tak mau! Lagi pula kamu bukan tipeku, ingat kita menikah tidak karena cinta!” tegas Adara.Raka terus me
Setiap hari Adara melatih Raka dengan penuh semangat, kali ini dia mengajaknya untuk berkeliling mansion. Tak terasa sudah 4 bulan berlalu mereka berlatih namun belum saja ada kemajuan.“Kamu kenapa, nampak lesu sekali?” tanya Adara.Raka memalingkan pandangan dan terdiam. Adara berlutut di hadapan Raka dan memandangi wajah nya yang murung.“JIka kamu mau, aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk mu!” jelas Adara tersenyum manis.Ia menatap Adara dengan lesu. “Menurutmu aku lelaki seperti apa? apa aku lelaki yang sangat menyedihkan dan tak berguna?” tanya Raka.Sejenak Adara terdiam, kenapa Raka bisa berkata demikian, sebenarnya ada apa dengan Raka?“Maksud nya?”“Iya, katakan saja dengan jujur. Aku lebih menyukai wanita yang jujur tanpa topeng di depanku!”Dalam hati memang Adara sangat kesal jika Raka sudah dalam mode menyebalkan, namun kali ini Raka berkata yang sebenarnya.“Kamu itu adalah lelaki yang diberi keistimewaan oleh Tuhan, buktinya di saat kamu seperti ini masih banyak
Seperti biasa setiap pagi Adara sudah sibuk berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Kali ini suasana hatinya sedang senang, ia berharap kali ini ia bisa melatih Raka dengan penuh semangat.“Kali ini aku harus bisa membuat Raka berdiri, ya. Aku yakin setelah menonton siaran di televisi aku yakin dengan cara itu Raka bisa cepat berjalan.”Raka yang baru saja bangun langsung ke dapur untuk menemui Adara. Ia sengaja ingin sekali melihat Adara yang setiap hari nya sibuk di dapur.Ia pandangi Adara dari kejauhan, ia sangat senang melihat Adara yang selalu semangat. Seperti melihat matahari pagi yang bersinar yang selalu memancarkan energi positif setiap harinya.“Aku baru saja mau membangunkan mu!” jelas Adara.“Aku sudah bangun dari tadi, kamu masak apa hari ini?” tanya Raka.“Aku masak masakan kesukaanmu, oh iya nanti sesudah sarapan aku akan mengajakmu jalan-jalan ke taman belakang sambil kita berlatih lagi bagaimana apa kamu mau?”Raka menghela nafas ia merasa malas jika harus berlatih
“Mulai mala mini Viona akan menginap di sini! kamu tak usah khawatir, mulai besok Viona yang akan mengurusku!” jelas Raka.Viona tersenyum penuh kemenangan, ia tahu jika dirinya akan diterima oleh Raka di rumah itu. Adara hanya mengangguk dan terus menyantap makan malam nya hingga tandas.Dalam hati Adara sangat terkejut, namun ia masih bersikap bodo amat karena memang dia bukan istri yang diharapkan Raka, begitu pula Raka bukan suami pilihan Adara.“Kamu tak keberatan bukan jika aku tinggal dan mengurus Raka?” tanya Viona dengan ramah.Adara mengangguk dan terpaksa tersenyum. “Aku tidak keberatan kok!”Viona tersenyum simpul dan menggenggam tangan Adara. “Terimakasih banyak kamu telah menerimaku di rumah ini.”Akhirnya permasalahan Viona bisa teratasi juga. Setelah selesai makan malam Viona segera beristirahat di kamar tamu, sedang Adara kini tengah dilanda kegundahan. Bagaimana bisa Raka memasukan wanita lain ke rumahnya, walaupun di antara mereka tak ada rasa cinta, namun Raka har