***
“Ayah… “ panggil Adam dan ia berlari menemui Raka dan memeluknya.
Raka langsung memeluk anak bungsunya yang berumur empat tahun. Meski masih kecil, anak laki-lakinya sangat pandai bicara dan juga pintar.
“Dek Adam sudah mandi?” tanya Raka sambil membelai wajah Adam lembut.
“Dek Adam baru mandi, padahal mau Maghrib. Kanaya itu harus saja disuruh dan diingatkan,” celetuk Maharani, ia menghampiri Raka dan Adam sambil melipat koran yang berserakan di lantai.
Raka menghela napasnya. “Bu, yang penting Adam sudah mandi, Kanaya juga kan masih ngurus Maryam, dia masih sakit.”
“Istri zaman sekarang itu manja banget! Baru saja ngurus dua anak sudah kerepotan, istri zaman dulu itu bisa ngurus sepuluh anak sekaligus, tanpa pembantu atau ada yang jaga. Istrimu kamu obrolin dong, jangan malas, harus cekatan. Masa masak juga harus terus Ibu ajarkan,” keluh Maharani.
“Bu, zaman kan sudah berubah. Jangan disamakan zaman dulu dengan zaman sekarang. Kanaya juga kan dia bisnis online, dia sibuk sama jualannya,” bela Raka.
“Kalau untuk jualan, kenapa dia repot-repot harus kuliah. Sudah saja lulus SMA, enggak usah kuliah. Dia pikir biaya kuliah itu murah. Untung saja Rieke nurut sama Ibu, dia enggak resign dan masih kerja,” ucap Maharani.
“Kanaya berhenti kerja itu atas permintaan Raka, Bu. Jadi, Ibu jangan ngebandingin Kanaya dengan Rieke,” sekali lagi Raka membela istrinya.
“Kamu harusnya jangan minta dia berhenti kerja, idealnya kalian itu kerja saja, kebutuhan kalian seiring waktu akan meningkat.”
Raka merasa tak habis pikir dengan pola pikir ibunya, dari dulu selalu saja bahasannya tentang ekonomi. Raka tak bisa marah, sebab Maharani adalah ibunya. “Sudah, Bu. Jangan dibahas, Adam nanti dengar dan juga Ibu jangan bicara tentang itu mengenai Kanaya. Raka justru bangga karena Kanaya milh manut sama permintaan Raka,” pujinya secara terang-terangan.
“Iyalah dia manut sama kamu, kamu selalu kasih semua gajimu sama dia,” kesal Maharani.
“Kanaya istri Raka, Bu. Masa Raka harus ngasih gaji Raka sama orang lain,” ujar Raka.
“Masih ada Ibu, kamu ternyata tidak anggap Ibu,” kesal Maharani, lalu ia beranjak dari kursinya dan pergi.
Raka hanya menghela napas panjang, lagi-lagi kepalanya semakin pusing. Baru saja pulang kerja, ia sudah mendapatkan protes dari ibunya.
“Ayah, Eyang putri kenapa? Marah sama Ayah yah? Ayah nakal yah?” tanya Adam dengan polosnya.
“Enggak, Sayang. Eyang putri enggak marah,” balas Raka. “Bunda sama kakak di mana?”
“Di kamar Bunda,” balasnya.
“Ayo! Masuk ke kamar, kita ke Bunda sama Adek,” ajak Raka.
Adam mengangguk dan ia minta digendong lagi oleh Raka dengan manja.
***
“Sayang, bagaimana Maryam? Masih panas?” tanya Raka sambil memegang dahi anak sulungnya.
“Alhamdulillah sudah reda, Mas. Sudah dikasih obat juga, tadi sudah dibawa ke dokter,” jawab Kanaya.
“Ke dokter sama siapa?” tanya Raka kaget.
“Bertiga... tadi naik taxi online,” balas Kanaya sambil mengambil handuk untuk suaminya.
“Kenapa kamu enggak bilang sama Mas? Kalau mau ke dokter, pasti, Mas antar kamu,” suara Raka terdengar kecewa.
“Aku enggak mau ribet, Mas. Kalau minta antar kamu nanti disangka merepotkan,” sahut Kanaya.
“Kalian keluargaku! Kamu istriku dan Maryam anakku! Dan Mas sebagai kepala keluarga wajib memenuhi kebutuhan kalian, jadi tidak ada kata merepotkan sama sekali!” tegas Raka.
Kanaya hanya menghela napas pendek. “Sudahlah, Mas. Jangan dibahas lagi, Maryam juga sudah reda demamnya, lebih baik Mas pergi mandi, sebentar lagi adzan maghrib dan Mas harus bersiap-siap ke Masjid.”
Raka hanya menatap istrinya dengan pasrah, ia tahu bahwa istrinya masih marah. “Oke, Mas mau mandi dulu. Tapi, nanti habis Isya kamu tidur sama Mas, kan?”
“Aku tidur di kamar anak-anak, Mas. Maryam kan lagi sakit,” jawabnya.
“Kita tidur berempat saja di sini yah,” pinta Raka.
Kanaya menggelengkan kepalanya. “Sempit, Mas. Kan anak-anak sudah mulai besar.”
“Mas tidur di bawah, asal kita berempat dalam satu kamar.”
“Terserah Mas sajalah,” sahut Kanaya dengan malas.
***
Setelah kedua anaknya tidur, Raka langsung menarik tangan istrinya dan mereka duduk dekat jendela kamar.
“Mas mau bicara sama kamu, Nay.” Lirihnya.
“Bicara apa? Mas mau ngizinin aku buat kerja lagi?” tanya Kanaya dengan spontan.
“Kalau kamu kerja, bagaimana anak-anak?”
Kanaya diam sejenak, lalu ia mengembuskan napas. “Tinggal kita sekolahin saja, ada Day Care bagus kok di Jakarta. Aku sudah dapat tempatnya, Insya Allah Adam suka.”
“Adam ikut Day Care? Lalu Maryam nanti antar jemput sekolah bagaimana?” tanya Raka terkejut.
"Maryam kan sekolah full day, Mas. Jadi, nanti Maryam pakai jemputan sekolah saja dan Adam pulangnya bisa dijemput sama Mas atau aku."
“Sayang… “ lirihnya lembut. “Coba jujur sama Mas, apa yang membuatmu tiba-tiba kepikiran untuk kerja lagi? Bukankah dulu kamu bilang sama Mas, kalau sudah menikah kamu mau fokus untuk mengurus anak-anak? Apa yang membuatmu jadi berubah pikiran?”
“Kalau aku lama di rumah nanti bisa stres, Mas. Aku capek, mending kerja biar aku punya kesibukan,” jawab Kanaya.
“Kenapa lagi? Ibu kan masalahnya?” tanya Raka lembut.
Kanaya terdiam, namun air mata menggenang dikedua pelupuk matanya.
Raka langsung merengkuh tubuh Kanaya dan ia mengecup puncak kepala istrinya lembut, “Maafkan ibu yah dan maafkan Mas juga. Sungguh Mas tidak ingin membuatmu banyak pikiran tinggal di sini. Apa yang harus Mas lakukan?”
“Mas, kita pindah yuk! Aku ingin kita benar-benar merasakan namanya berumah tangga, tanpa ada rumah tangga lainnya. Aku tidak apa-apa kita ngontrak dulu yang penting aku ingin pindah dari sini, apa Mas mau?” pinta Kanaya dengan memelas.
Raka menghela napas panjang, permintaan Kanaya yang kesekian kalinya belum mampu ia wujudkan. “Sabar yah, Sayang. Kita sementara tinggal di sini dulu, nanti kalau Rieke sudah pindah tugas ke Jakarta, kita bisa pindah dari sini. Kamu mau bersabar, kan?”
“Aku sudah sangat bersabar, Mas. Tapi, memang ibu selalu saja mempermasalahkan apa yang aku lakukan. Aku kesal kalau sering dikomentari terus. Aku ingin ibu tidak terlalu ikut campur dengan rumah tangga kita.”
“Ibu tidak bermaksud untuk ikut campur, Sayang. Maksud ibu baik, mungkin hanya penyampaiannya yang kurang sreg untukmu,” ucap Raka.
Kanaya langsung mendelik kesal. “Benar kan kataku pasti Mas bela. Ya udah, aku memang selalu salah di matamu, Mas. Percuma aku bicara denganmu juga, pasti ujungnya kamu bela ibu! Harusnya kamu denger juga apa yang mengganjal di hatiku, bukan malah aku terus-menerus memaklumi ibu. Kalau gini terus, lebih baik aku mau kerja lagi Mas. Kamu setuju atau enggak, aku akan tetap kerja!”
“Sayang, Mas enggak bela ibu. Mas hanya__”
“Cukup! Aku sudah bosan dengan alasan yang akan kamu katakan sama aku Mas. Dan satu hal lagi yang membuatku semakin ingin kerja, yaitu ibu. Ibu selalu bilang... sarjana kok dirumah saja, sayang banget ijazahnya. Memangnya salah yah kalau lulusan sarjana terlebih itu adalah seorang istri dan ibu hanya di rumah saja? Apa itu tabu?” Kanaya menatap Raka dengan kecewa.
***
***"Ini minum!" Kanaya menyerahkan segelas cappucino pada Bara.Bara mengangguk dan langsung meminumnya. Beberapa menit, mereka terdiam. "Aku itu memang manusia yang selalu membuat siapapun sial ya, Nay. Benar kata Daniel, kalau aku terlahir membawa kesialan bagi orang yang ada di sisiku.""Kamu bukan Tuhan dan Tuhan pun tak pernah menciptakan manusia untuk terlahir membawa sial," tukas Kanaya."Tapi aku berbeda, Nay. Aku membuat siapapun yang di dekatku menderita. Mulai dari kamu yang menderita karena aku. Mami yang bertahan menanggung luka demi aku dan sekarang Cherry. Dia menyelamatkanku dan mengorbankan dirinya, bahkan calon anak kami pun ikut jadi korban. Sepertinya aku hidup pun tak layak.""Kamu harus bersyukur, Bara. Kamu dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayangimu. Apalagi Cherry, istrimu itu begitu mencintaimu, dia menganggap saat ini kamu membencinya karena dia keguguran. Tidak ada pun rasa dendam padamu, dia benar-benar mengkhawatirkanmu," ungkap Kanaya."Nay, ap
***"Kalian yang menjadi penyebab kenapa aku bisa begini!" ungkap Daniel."Kenapa kamu menyalahkan kami karena kemalanganmu, Ha! Kamu sendiri lah yang tahu bagaimana cara untuk membahagiakan diri sendiri. Jangan menyalahkan kemalanganmu pada siapapun!" balas Bara.Melihat keduanya semakin memanas membuat Veronica berusaha untuk menengahinya. "Sudah, kalian jangan bertengkar di depan orang yang sedang sakit," pintanya. "Daniel karena kamu sudah datang untuk menjenguk om, ayo kita makan malam. Tante sudah masak hari ini. Pasti kamu belum makan kan?""Jangan berpura-pura peduli denganku, Tante! Aku tahu selama ini perhatianmu itu palsu dan tak tulus. Kamu hanya ingin anakmu bahagia dan mengorbankan perasaanku, kan? Kamu hanya berpura-pura menyayangiku!" sahut Daniel dengan intonasi suara yang meninggi."Jangan membentak mamiku! Kamu tidak berhak untuk membentaknya!" geram Bara."Oh, kamu cemburu selama ini, kan? Cemburu pada perhatian kedua orang tuamu yang lebih padaku? Kamu ingin meng
***Akhirnya Gibran dan Mutia sah menjadi suami istri. Rasa bahagia campur haru terus saja menyelimuti kedua keluarga keduanya. Apalagi Asep, ia merasa bangga pada anak bungsunya yang begitu lantang saat mengucapkan ijab Kabul."Akhirnya ya, sekarang enggak jomlo dan galau lagi," goda Kanaya sambil terkekeh."Memangnya a Gibran pernah galau, Teh?" tanya Mutia penasaran."Pernah dan galaunya Gibran itu sampai enggak mau makan dan ngurung diri di kamar," jawab Kanaya, ia sengaja menaikkan volume suaranya agar Gibran mendengarnya dengan sangat jelas."Apaan sih, Teh. Teteh mah ngarang! Siapa juga yang galau sampai enggak mau makan," sahut Gibran protes. "Jangan percaya sama teteh ya, geulis (cantik)," tambahnya menatap mesra sang istri."Dih, ngarang dari mana coba! Kalau Teteh ngarang, lalu ucapan mama sama papa disebut apa? Halu?" tukas Kanaya."Teteh bisa diam tidak? Sudah, itu kan zaman Gibran masih labil," ucap Gibran. Ia tidak mau sampai Kanaya terus membahasnya karena takut rahasi
***Pembatalan pernikahan yang diumumkan oleh keluarga Kimberly membuat publik heboh lagi. Publik sudah menduganya karena memang video dan foto tak senonoh yang tersebar itu memang milik Daniel dan mantan kekasihnya. Hal itu sudah dipertegas juga oleh pihak kepolisian dan Daniel pun sudah dimintai keterangan dari pihak berwajib.Daniel diam seribu bahasa saat para awak media terus saja mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Kali ini sikap Daniel tak bersahabat, ia berbeda seratus delapan puluh derajat yang biasanya selalu bersikap ramah.Daniel masuk ke mobilnya, hari ini ia sudah janjian bertemu dengan Kim. Daniel yakin pernyataan keluarga besar Kim itu bukan dari perempuan itu.Daniel sudah datang ke salah satu restoran privat, tampak di sana sudah ada Kim yang sudah menunggunya. Daniel senang karena akhirnya ia bisa bertemu dengan calon istrinya itu."Sayang, kamu nunggu lama ya? Maaf ya, aku harus sembunyi-sembunyi menemuimu karena para wartawan terus saja membututiku," ucap Danie
***Berita pagi ini membuat publik sangat heboh. Publik terkejut dengan tersebarnya video dan foto tidak senonoh dari Daniel dan Lucy. Tampak terlihat keduanya dengan jelas adalah pemeran dari video-video itu. Awalnya saat satu foto tersebar, publik menganggap itu hanya foto editan untuk merusak rencana pernikahan Daniel dan Kimberly, namun saat foto dan video lain tersebar membuat publik jadi yakin bahwa keduanya memang pelaku dari video tak senonoh tersebut.Daniel geram karena ponselnya pagi ini sering berdering dan ia terkejut karena berita pagi ini terus saja memojokannya.'Kenapa sampai tersebar berita sialan itu, Ha? Apa kamu belum juga mengurus si jalang itu dan keluarganya?' bentak Daniel, ia memaki asistennya di telepon.'Maaf, Tuan. Berita itu begitu tersebar tanpa bisa saya kendalikan. Saya juga sulit menemukan perempuan itu,' jawabnya.'Kamu tak bisa langsung membungkam media? Harusnya kamu langsung suap mereka dan meminta meraka untuk menghapus berita sialan itu! Kalau p
***Cherry merasa kepalanya pusing dan badannya terasa berbeda. Mood-nya pun kadang tak stabil. Tak jarang ia selalu ketus pada suaminya. Beruntung Bara hanya diam, marahnya lelaki itu hanya mengepalkan tangannya dan meninju ke sembarang tempat.Sebenarnya dua hari ia sempat beli tespack, tapi tak pernah ia pakai karena takut kecewa. Atas saran dari Kanaya karena melihat gejala yang dialaminya seperti sedang hamil.Cherry menghela napas panjang, pagi ini ia harus berani dan jika pun nanti hasilnya tak seperti yang ia harapkan, Cherry tak akan kecewa. Ditatapnya Bara yang sedang tertidur pulas di sampingnya. "Semoga ada kabar bahagia untuk kita, Kak," gumamnya tersenyum dan ia hati-hati turun dari atas kasur.Dua puluh menit Cherry masih di dalam kamar mandi. Bara yang sudah terbangun pun mencari keberadaan istrinya itu. Tampak Cherry ke luar dari kamar mandi dengan wajah yang Bara duga sedang ada masalah."Kamu kenapa? Sakit?" tanya Bara.Chery tersenyum tipis. "Kak pagi ini bisa anta
***Raka saat ini sedang menunggu seseorang di sebuah cafe. Semalam ia tidak bisa tidur saat Kanaya menceritakan dengan detail tentang pertemuannya dengan Daniel. Raka merasa beruntung karena saat ini Kanaya tak menyembunyikan rahasia apapun darinya.Raka sudah menunggu kurang lebih lima belas menit, lelaki itu tak kunjung datang. Tak lama datanglah orang yang ia tunggu kedatangannya."Maaf agak telat," ucapnya beralasan."Tak masalah, hanya lima belas menit menunggumu," balas Raka. "Mau pesan apa?" tanyanya."Capuccino panas saja," jawabnya. Raka langsung memanggil pelayan dan mengatakan pesanannya, setelah pelayan pergi, barulah Raka mulai bicara serius. "Maaf menganggu waktumu, pasti kamu bingung kenapa tiba-tiba aku menghubungimu dan meminta untuk bertemu," ucapnya."Iya, ada hal yang ingin kamu bicarakan denganku?" tanya Bara."Banyak, apalagi ini menyangkut istriku," jawab Raka."Ada apa dengan Kanaya?" tanya Bara, ia merasa cemas jika terjadi sesuatu pada Kanaya."Dia tak kenap
***"Ternyata capek ya ngurus lamaran juga. Apalagi nanti kalau nikah," keluh Rieke."Kalau memang ingin di handle sendiri ya pasti capek, tapi nanti ada kepuasan sendiri setelah semua yang kamu susun itu berhasil dengan sempurna," ujar Kanaya."Iya, Nay. Aku ingin pernikahanku ini benar-benar berkesan. Biar aku ingat terus," timpal Rieke. "Dulu saat kamu dan mas Raka nikah, apa secapek ini?" tanyanya penasaran.Kanaya mengangguk. "Pasti capek, stres karena ngurus sendiri. Ada yang salah dikit, cemasnya luar biasa. Takut saja ada yang kurang," jawabnya tersenyum."Iya, sih. Kita kan enggak pakai jasa WO. Aku sih ditawarin sama teman, tapi aku menolak karena memang ingin mengurusnya sendirian," sahut Rieke."Tapi nanti jangan kecapean ya! Kamu kan calon pengantinnya, harus sehat biar enggak sakit. Jangan kayak aku, pas acara berakhir kan masuk rumah sakit karena kelelahan," ucap Kanaya mengingatkan."Iya, Nay. Nanti kalau seminggu mau mendekati hari H-nya, aku mau istirahat full di rum
***Publik heboh dengan berita rencana pernikahan Daniel dengan Kimberly. Publik tak menyangka bahwa perjalanan si lelaki playboy itu akhirnya berhenti di hati Kimberly. Padahal yang publik ketahui bahwa selama ini Daniel selalu mengatakan bahwa lelaki itu akan melajang dan tak ingin menikah sama sekali.Berita yang menjadi hot topik itu tentu saja membuat siapapun ingin tahu dan membayangkan bahwa pesta pernikahan keduanya pasti akan digelar sangat mewah, tak kalah dari pesta pernikahan Bara dan juga Cherry."Daniel..." Kim memanggil calon suaminya itu dengan lembut."Ada apa, Honey?" tanya Daniel menatap Kim mesra."Apa kamu serius menikah denganku?" tanya Kim menatap ragu.Daniel tersenyum. "Bukankah aku sudah datang menemui kedua orang tuamu di Jerman? Aku menemui mereka tanpa diketahui kamu. Aku serius denganmu, apa kamu masih meragukan ketulusanku?"Kim menggelengkan kepalanya. "Aku hanya tak yakin saja dengan rencana ini yang tiba-tiba. Apa kamu benar-benar melabuhkan hatimu pa