Bar itu penuh asap bercampur dengan bau badan para pengunjungnya. Setelah diperhatikan lebih mendalam, para pengunjung sebagian besar terdiri dari pekerja kasar dan berusia matang. Buruh tambang – kira-kira seperti itulah yang hendak diberitahukan Jack kepada Richie.
Pria berkepala botak arah jam sembilan tadi beranjak dari duduknya, seakan berjalan mendekati Richie dan Jack. Tetapi pria itu meluruskan pandangannya ke arah pintu masuk bar. Tangan pria itu terayun saat berjalan melewati Richie.
Jack menyikut lengan Richie cepat-cepat dan memberi kode dengan ujung dagunya. Richie lekas memfokuskan matanya pada lengan pria itu. Sebuah tatto tercetak di bagian dalam lengan pria itu. Tatto yang sangat identik dan mengarah.
“Menarik, bukan?” Jack menarik senyumnya.
Richie mengangguk sok bijak. Dia mengangkat gelasnya lagi, menenggaknya dan membanting gelas kosongnya ke meja. Hatinya bergejolak. Otaknya berputar. Secepatnya mereka harus menemukan kenda
Richie mengusapkan jarinya pada celah lembab Patty yang telah siap. Lalu dia mendorong dirinya ke dalam tubuh Patty dan menaklukkan gadis itu. Richie menarik tangan Patty ke atas kepala dan menahannya di sana. Dia menggerakkan pinggulnya dengan hati-hati. Menyadari kalau gadis yang dikencaninya adalah gadis berusia 19 tahun yang bertubuh kecil dengan kulit yang begitu lembut. Gerakan mendominasi Richie membuat deburan di tubuh Pattty membucah. Dan Richie menggunakan juga insting tajamnya untuk merespon setiap gerakan ringan tubuh Patty. Ia menerjemahkan suara-suara desahan gadis itu menjadi sapuan lidah di titik-titik erotisnya dan mewujudkan apa yang dia inginkan sebelum Patty sendiri menyadarinya. Pada waktu yang dirasa pas, Richie menghujam lebih dalam dan menanamkan tubuhnya di tubuh Patty. Dia memutar pinggangnya dan membuat Patty menjerit tertahan. Semua rangkuman gerakan Richie meluluhlantahkan keseluruhan tubuh Patty. “Kau membuatku menangis,
Udara dingin menyelimuti Coast Mansion sejak dini hari hingga menjelang tengah hari. Nancy memaksakan dirinya bangun dari ranjang, mengenakan pakaian serba hitamnya serta menggulung rambutnya dengan cepat. Sesak di dadanya kambuh sejak terakhir kali dia keluar dari Woodstock. “Nancy! Aku melarangmu untuk pergi kemanapun. Dokter mengatakan kalau kau butuh istirahat setidaknya sampai seminggu ke depan.” Seorang pria menerobos pintu kamar Nancy dengan wajah marah. “Aku sudah terlalu lama beristirahat, Uncle Gabriel. Pastor di gereja itu – dia juga sakit. Aku harus membawakan obat untuknya.” Nancy memohon dengan mata berkaca-kaca. Pria yang dipanggil dengan sebutan uncle itu berperawakan tinggi dengan kumis lebat melintang di bawah hidungnya. Gabriel, Nancy dan puluhan orang lainnya merupakan pelayan mansion yang tinggal di bangunan belakang mansion mewah itu. Gabriel adalah yang tertua di antara mereka sekaligus menjabat sebagai kepala pelayan. “Akhir-ak
Richie menaikkan tatapannya dari pistol mini yang ditodongkan Patty, beralih ke wajah gadis itu.“Kelihatannya itu Bobcat-ku yang terlupakan.”“A – aku menemukannya saat membereskan celanamu. Tadinya aku berniat mengembalikannya kepadamu.”“Seharusnya begitu.”“Tidak! Aku tidak akan mengembalikannya sampai kau menjalankan mobil ini.”“Cerdas! Bisakah kau turunkan itu sekarang?!” Richie menggeram menakuti.“Aku janji tak akan menyusahkan kalian. Aku sudah membawa tas berisi uang tabunganku selama ini.” Patty mengangkat tas kainnya tinggi-tinggi.Richie menoleh kepada Jack. “Well, kita akan punya teman perjalanan yang menarik dan dia punya uang.”“Uang tidak pernah menjadi masalah bagi kita, bung!” ucap Jack mengejek hati Richie yang seketika melembek. “Jangan pernah mengijinkan seorang wanita terlibat dalam urusan lelaki.&
Beberapa meter lagi mereka akan sampai ke area penambangan. Patty menepuk bahu Richie dan menyuruh pria itu berbelok. Patty menyarankan kepada Richie untuk memarkirkan mobil mereka di belakang rumah rumah kayu yang terletak agak jauh dari tempat itu.Mengikuti saran Patty, Richie keluar dari jalan utama menuju area tambang ke salah satu belokan yang membawa mereka pada rumah kayu yang dimaksud. Lanskap berdebu terbentang di sepanjang jalan yang mereka lewati. Mereka juga dihadapkan pada kubangan yang berbau dan panas.“Belerang?” Richie bergumam. Dia mulai meragukan ingatan Patty.Seolah bisa membaca pikiran Richie, Patty kemudian berkata, “Aku tidak mungkin salah. Di sana – di sebelah kanan.”Richie melajukan mini van-nya melewati kubangan belerang dan berjalan lurus mengikuti arah jari telunjuk Patty. Seperempat kilometer makin jauh dari tujuan mereka, sebuah rumah seperti yang digambarkan Patty muncul dalam jarak pandang.
Richie menekan klakson kuat-kuat, membangunkan penjaga pos keamanan yang tertidur. Pria gemuk itu terbangun gelagapan. Topi yang menutupi wajahnya terjatuh dan terinjak kakinya sendiri. Pria itu buru-buru menarik tali portal penutup gerbang, tanpa menaruh kecurigaan kepada dua orang pria di dalam truk.Richie menyetir truknya dengan santai melewati gerbang penjagaan. Memutar stir, menghindari jalan ambles dan berbelok ke arah kanan menuju bangunan serupa gudang. Beberapa orang pria nampak berdiri di depan bangunan tersebut sambil bertolak pinggang.“Satu, dua, tiga – ada sepuluh orang pria,” bisik Jack.“Dua di antaranya bersenjata,” sahut Richie. Tatapannya tertuju pada dua orang pria yang terlihat paling percaya diri.“Kalaupun tidak, mereka pasti jago berkelahi. Aku jadi tidak sabar untuk membuktikannya.” Jack meremas kepalan tangannya.Richie tersenyum datar. “Aku akan turun lebih dulu. Tugasmu me
Pria itu menatap Richie lekat-lekat selama beberapa detik lebih lama, lalu dia mengibaskan tangannya menyuruh Richie untuk pergi dari hadapannya. Richie melirik pada Davis yang tidak bereaksi apapun selain tersenyum tipis tanpa emosi. “Terima kasih untuk uangnya. Aku akan menyampaikan pesan yang anda katakan tadi kepada Matthias. Sekali lagi – terima kasih.” Richie memasukkan gepokan uang ke dalam lipatan jinsnya dan membalikkan badannya. Dalam perjalanannya menuju truk, Richie masih bisa merasakan adanya ketidakberesan, tapi tentu orang-orang itu tidak akan berani melakukan apapun karena Jack mengawasi mereka dari dalam truk. Richie melompat masuk ke dalam truk dan menghidupkan mesinnya. Perlahan tapi pasti, Richie memasukkan gigi, memutar stirnya dan memundurkan kendaraannya. Lalu berbelok dengan yakin. Truk bergerak menjauhi gudang. Richie dan Jack belum mengatakan sepatah katapun hingga akhirnya kecurigaan merekapun terjadi. Dua letusan tembakan d
“Geledah mereka!” Seorang pria lain yang baru saja datang memberikan perintah dengan suara serak yang mengancam. Kedua orang yang menyeret Richie dan Jack menggelegah mereka. Meraba-raba dengan kasar dari ujung kepala hingga ujung kaki mereka. “Clear!” kedua pria penggeledah itu berseru kompak. “Mau kita apakan mereka, Tuan Wilson?” Mendengar nama yang disebutkan salah seorang pria itu, Richie dan Jack saling melirik satu sama lain. Terutama Jack – dia patut merasa bangga karena akhirnya bertemu dengan mantan suami dari wanita yang telah membuatnya berkeringat. Wilson mendekati Richie dan mendongakkan wajah Richie untuk menatapnya. Dalam sekejap Richie menemukan keganjilan dari cara pria itu memperhatikan wajah serta tubuhnya. Kemudian dia berpaling kepada Jack yang sedari tadi mendelik tajam kepada Wilson. Dia juga dapat merasakan ada yang aneh dengan pria itu. Jack sudah ingin membongkar tentang kepuasaannya bermain-main dengan Berna
Patty mendorong pintu rumah kayu itu dan masuk ke dalamnya. Berbeda dengan penampilan luarnya, bagian dalam rumah itu – meski kosong – tapi terlihat lebih bersih. Patty menerawangkan pandangannya ke langit-langit rumah. Saat itulah seorang pria berdesis dekat lehernya. “Patricia Carol? Kau merindukanku, sayang?” Tenggorokan Patty tersekat, mengenali suara pemuda di belakangnya. Namun sebelum dia sempat membalikkan badannya, mulutnya lebih dulu dibekap dengan sebuah kain berbau menyengat. Patty hampir kehilangan kesadarannya, namun cukup bersyukur karena pemuda itu lebih memilih menyumpal mulutnya dengan kain bau itu ketimbang membiusnya hingga pingsan. Mata Patty membulat dan mulutnya berusaha meneriakkan nama "Theo", agar pemuda itu melepaskannya. Tetapi itu merupakan usaha yang sia-sia. Theo meracaukan banyak hal tentang obsesinya terhadap Patty dan kekesalannya karena gadis itu terlalu jual mahal. Tangan pemuda itupun mulai meraba-raba bokong Patty dan men