Beranda / Thriller / Bus Penyelamat / PART 1 : Pulang Kampung

Share

Bus Penyelamat
Bus Penyelamat
Penulis: Zain losta masta

PART 1 : Pulang Kampung

last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-25 17:20:31

Sekitar belasan tahun yang lalu, ada tiga rumah tua yang terpencil dan terletak di sekitaran jalan lintas raya yang menghubungkan antara dua provinsi besar. Rumah tersebut tersorok dari jalan raya. Jaraknya sekitar 800 meter dari jalan. Untuk menuju rumah tersebut, maka kita harus berjalan kaki.

Rumah-rumah tua itu dihuni oleh tujuh belas orang. Mereka semua sudah lama tinggal di sana, yaitu semenjak tiga pulu tahun yang lalu. Mereka adalah anak dari tiga bersaudara yang pindah ke tempat itu bersama dengan istri-istri mereka. Di sana, mereka hidup tenang tanpa ada gangguan dari orang luar, dengan mata pencarian utama dari hasil kebun karet.

Menurut cerita, dahulunya kawasan tersebut sempat menggemparkan banyak orang. Karena ada banyak sekali kasus orang hilang yang terjadi di sana. Di dalam daftar penyelidikan polisi, terhitung ada sekitar empat belas orang korban yang hilang, dan bahkan sampai sekarang pun mereka semua belum juga ditemukan.

Mereka menghilang secara misterius. Korban-korban yang menghilang itu di antaranya adalah; empat orang mahasiswa, empat orang sopir truk, dua orang guru, tiga orang polisi, dan juga satu orang pemburu babi hutan beserta dengan anjingnya. Sampai saat ini, tidak ada satu pun dari mereka yang berhasil ditemukan.

Barang bukti yang ditemukan oleh polisi adalah kendaraan mereka yang terparkir rapi di tepi jalan. Di sekitaran tempat kejadian, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan--baik itu berupa barang-barang yang pecah atau pun semacamnya. Semuanya benar-benar bersih.

Banyak orang-orang berpendapat bahwa mereka telah diculik oleh makhluk halus, diterkam harimau, dan gilanya lagi bahkan ada juga yang mengatakan bahwa mereka semua telah dimakan oleh para kanibal yang tinggal di rumah tua sekitar 800 meter dari jalan raya itu. Atas karena dasar itulah maka para polisi pun segera melakukan penggeledahan di rumah tersebut dan kemudian membawa semua anggota keluarga yang tinggal di rumah itu ke kantor polisi untuk diselidiki.

Setibanya di kantor polisi, mereka semua langsung diinterogasi dengan berbagai pertanyaan. Saat itulah para polisi pun menemukan sebuah keanehan. Ternyata sembilan orang dari tujuh belas orang penghuni rumah itu adalah tuna wicara. Mereka bisu dan tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Selain itu, tingkah mereka pun juga sedikit aneh. Mereka tidak punya ekspresi. Pandangan dan wajah mereka juga terlihat datar. Para Polisi pun memutuskan untuk melepaskan kesembilan orang tersebut.

Selanjutnya, polisi pun menginterogasi delapan orang lainnya yang terdiri dari tiga orang anak-anak, satu remaja dan empat orang dewasa. Mereka memberikan berbagai pertanyaan kepada orang-orang tersebut.

Saat ditanyai oleh polisi, semua orang itu mampu menjawabnya dengan baik. Alibi mereka pun juga kuat dan akurat. Selain itu, mereka juga terlihat normal dan biasa-biasa saja tanpa ada gerak-gerik yang mencurigakan seperti cerita yang beredar.

Setelah melakukan tes psikologi dan menginterogasi mereka dengan berbagai bentuk pertanyaan, dan juga karena tidak ada tanda-tanda dan bukti-bukti yang kuat yang menunjukkan bahwa mereka semua ada kaitannya dengan kasus-kasus orang yang hilang tersebut, maka polisi pun memutuskan untuk melepaskan mereka. Mereka semua pun juga terbebas dari semua tuduhan yang telah ditimpakan kepada mereka.

Kini, empat belas tahun telah berlalu. Meski mayat-mayat para korban itu belum juga ditemukan, namun kasus-kasus tersebut juga telah hampir terlupakan oleh publik. Tidak ada lagi kejadian-kejadian baru yang terjadi di sekitaran jalan tersebut. Jalan lintas raya itu pun kini telah kembali dingin dan aman.

_________________

*Berita orang hilang*

Sudah hampir satu bulan ini musim hujan melanda. Hampir semua berita di saluran tv ribut menyiarkan berita banjir yang terjadi di berbagai kota. Longsor yang terjadi sana-sini pun juga turut mewarnai berita-berita yang disiarkan oleh para wartawan tersebut. Sepertinya musim hujan benar-benar sudah banyak membawa bencana di kota ini.

Hujan lebat masih berdengung di luar ruangan. Terlihat seorang wanita yang memalingkan wajahnya dari layar tv ke arah ponselnya yang berdering di meja makan. Panggilan masuk.

"Halo, Ma.."

"Halo, kamu lagi di mana, Sindi?"

"Aku lagi di cafe, Ma, baru siap makan siang. Ada apa, Ma?"

"Kamu jangan pulang kampung dulu ya, Sindi. Sekarang ini lagi bahaya, jalan sering putus dan longsor akibat curah hujan yang begitu tinggi.."

"Iya, Ma. Tapi aku kan....

Tiit.. tiit.. suara telepon tiba-tiba terputus. Panggilan berakhir.

Sindi mendengus kesal sembari menaruh kembali handphone nya ke dalam tas. Pandangannya kembali tertuju ke layar kaca.

"Kembali lagi bersama kami di Nusantara News. Telah terjadi sebuah kecelakaan tunggal di jalan lintas raya yang menghubungkan antara dua provinsi di pagi tadi. Dalam kejadian tersebut, polisi menemukan sebuah motor yang hancur dan penyok di tepi jalan. Ada juga beberapa sisa tetesan darah yang sudah hampir lenyap tersapu hujan. Akan tetapi sampai saat ini belum diketahui siapakah pemilik dari motor tersebut. Karena polisi tidak menemukan korban di lokasi kejadian. Mungkin korban telah dilarikan ke rumah sakit oleh para pengendara yang lewat di sekitaran jalan tersebut."

"Berita selanjutnya berasal dari Sumatera Barat.

Para siswa SMK-SMAK Padang dan pembimbing berkolaborasi menetaskan inovasi mengolah limbah darah sapi menjadi pupuk organik penyubur tanaman. Inovasi tersebut dinamai dengan Pupuk Organik Cair Darah Sapi Rumah Potong Hewan, atau disingkat dengan POC Darsa Rupawan. Berhasilkan dengan hasil pengujian, inovasi pupuk darah ini dapat dipakai untuk menyuburkan padi, tanaman buah, sayur-sayuran, palawija dan juga tanaman-tanaman hias. Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Dody Widodo, dalam keterangan persnya di Jakarta. Sekian dulu berita dari kami hari ini."

Itu adalah dua berita yang paling menarik menurutnya, karena semua saluran tv yang dilihatnya sejak tadi, semuanya sibuk membicarakan tentang banjir dan longsor melulu.

Di luar sana hujan telah reda. Yang tersisa hanyalah gerimis-gerimis kecil. Sindi pun segera bangun dari kursi dan berjalan ke meja kasir. Lalu memberikan beberapa lembar uang. Setelah itu, dia pun segera pulang menuju rumah kontrakannya.

Sindi kuliah di luar kota, di sebuah Universitas besar untuk menyelesaikan pendidikan megister nya. Besok adalah hari libur pertamanya. Untuk mengisi hari liburnya itu, rencananya besok Sindi akan pulang kampung untuk bertemu dengan keluarganya di rumah.

Malam telah tiba. Meskipun ibunya telah melarangnya untuk pulang di pagi besok, namun rindu membuatnya tak peduli. Walau hujan lebat dan longsor akan menutupi jalan sekalipun, ia juga harus tetap pulang di pagi besok. Karena barang-barangnya telah di kemas sejak tiga hari yang lalu. Tidak ada yang bisa melarangnya pulang, termasuk ibunya.

Rencananya besok dia akan pulang bersama Meri. Mereka berdua akan berangkat sekitar pukul delapan pagi. Jarak antara rumah kontrakannya itu dengan rumahnya terpaut sekitar 247 km. Biasanya akan menghabiskan waktu sekitar 4 - 5 jam perjalanan menggunakan mobil.

Seperti biasa, sebelum tidur ia selalu menghabiskan waktunya di f******k sambil menunggu rasa kantuk itu datang membesuknya. Ia membaca dan menonton beberapa berita. Lalu menscroll layar hpnya itu untuk membaca berita-berita dan menonton video-video yang lain.

Ia melihat ada banyak sekali berita yang membicarakan tentang banjir dan longsor. Sepertinya bulan november ini benar-benar kelabu. Bencana alam seakan terus menerus terjadi di mana-mana. Tanpa henti. Terlihat beberapa rumah warga yang terseret oleh arus sungai yang meluap, mobil yang tertimbun longsor, sawah yang terendam, dan sampai kepada berita para petani karet yang mengeluh karena pohon karet mereka tidak bisa menghasilkan getah yang maksimal akibat tercampur oleh air hujan yang terus menerus turun dalam beberapa minggu terakhir.

Ada juga berita-berita lain seperti berita yang memuat tentang kecelakaan yang terjadi tadi pagi di jalan lintas. Ternyata sang korban itu belum juga ditemukan. Setelah sempat diduga oleh polisi bahwa korban kecelakaan itu dibawa oleh pengendara lain ke rumah sakit, namun setelah di telusuri lebih jauh ke rumah sakit, ternyata polisi tidak menemukan korban tersebut. Sampai saat ini, korban kecelakaan itu belum juga ditemukan.

Sindi mulai mengantuk. Dia segera menidurkan hp nya. Tak lama kemudian, dia pun juga ikut tertidur pulas setelahnya.

Tak terasa pagi kini telah menjelma. Jam sudah nenunjukkan pukul 07:00 pagi. Sindi telah bersiap-siap di depan rumah kontrakannya itu menunggu Meri keluar dari kamarnya. Sepertinya hari itu mereka berdua akan berangkat lebih awal dari waktu yang telah mereka rencanakan sebelumnya. Setelah memasukkan semua barang-barang ke bagasi mobil, sekitar pukul 07:20 pagi, mereka berdua pun mulai bertolak menuju kampung halaman.

Dibandingkan dengan pagi-pagi yang telah lewat, pagi ini terbilang jauh lebih baik. Karena hari ini tidak ada tetes-tetes hujan yang jatuh dari langit. Walaupun langit tampak sedikit mendung, akan tetapi sepertinya hujan masih enggan turun. Mobil mereka melesat kencang di jalanan, keluar dari pusat kota. Kini, mereka sudah melintas di jalan lintas raya bersama dengan beberapa mobil yang lain.

Satu dua rumah-rumah warga terlihat di pinggiran sawah yang telah menguning. Sepertinya musim panen akan segera datang. Malang sekali, sawah-sawah tersebut malah terendam oleh banjir. Tak lama kemudian, semakin jauh mobil itu melaju, maka rumah-rumah warga itu pun semakin jarang pula terlihat. Kini, sepenuhnya mereka telah keluar dari wilayah perkotaan dan pedesaan. Mereka akan dihadapkan dengan jalan lintas yang mendaki dan menurun, yang berbelok-belok dan juga di penuhi dengan tebing-tebing yang curam. Mereka berdua menikmati pemandangan dan perjalanan tersebut. Sungguh perjalanan yang begitu mengasyikkan.

Di tengah-tengah perjalanan, tiba-tiba saja mobil mereka mogok. Sindi mencoba untuk menstarter kembali mobilnya tersebut, namun mobil itu tetap juga masih tidak mau menyala. Mereka berdua segera keluar dari mobil itu untuk meminta bantuan kepada para driver-driver mobil lain yang melintas. Namun jalanan telah sepi.

Berbagai percobaan telah mereka lakukan, namun mobil tersebut masih juga tak mau menyala. Mereka mulai gelisah. Sindi pun segera menelepon pacarnya untuk meminta bantuan. Syukurlah pacarnya itu sedang ada waktu luang. Dia akan tiba di lokasi dalam waktu 1-2 jam ke depan bersama dengan dua orang mekanik yang dipanggilnya dari bengkel. Sindi dan Meri pun merasa lega. Mereka segera masuk ke dalam mobil untuk bersantai-santai sambil menunggu pacarnya datang.

Tiba-tiba saja Meri mengeluarkan dua botol minuman beralkohol dari dalam ranselnya.

"Terennn.. Surprise" Meri kegirangan sembari menggenggam satu persatu botol minuman di kedua tangannya.

"Waw.." Sindi kaget dengan bibir yang tersungging senyum. Ia benar-benar tidak menyangka temannya itu membawa benda tersebut, apalagi di dalam perjalanan pulang menuju kampung halaman mereka.

"Kapan belinya? Perasaan tadi malam kita tidurnya lebih awal, kan?" tanya Si di sembari berusaha melpaskan tutupnya.

"Iya, inikan sisanya kita malam kemarin. Masih ada empat botol di kulkas, tapi aku cuma bawa dua aja karena gak muat.." Meri tersenyum. mereka berdua benar-benar sangat antusias dan happy menikmati air suci itu sambil mendengarkan music-music remix dengan volume yang tinggi, lalu berteriak, bernyanyi dan juga bergoyang dengan begitu riangnya. berdua benar-benar menikmati fly nya selama hampir kurang lebih dua jam. Sampai minuman itu pun habis hingga ke tetes yang terakhir, barulah Sindi pun kembali menghubungi pacarnya.

Ternyata ada sesuatu hal yang terjadi. Sekitar 70 Km Di belakang sana terjadi longsor yang dahsyat. Semua mobil tidak bisa melintas. Mereka harus menunggu sampai tim evakuasi menyelesaikan pekerjaan mereka untuk memindahkan tumpukan tanah yang menutupi jalan. Mungkin itulah penyebabnya mengapa jalanan tampak begitu lengang. Kata pacar Sindi, menurut para pekerja yang ditanyainya itu, mungkin pekerjaan itu akan selesai dalam waktu 5-7 jam ke depan. Karena longsor yang terjadi kali ini benar-benar begitu dahsyat.

Sindi dan Meri yang tadinya begitu happy kini menjadi kecewa dan kesal. Akan tetapi mau bagaimana lagi, mereka harus tetap bersabar untuk menunggunya. Setelah lama menunggu, setelah lelah bernyanyi, mereka berdua pun tertidur.

Beberapa jam berlalu, Sindi pun terbangun. Begitupun dengan Meri yang berada di sebelahnya. Hanya iseng, Sindi mencoba kembali menstarter mobilnya tersebut. Aneh sekali, mobil itu tiba-tiba saja bisa menyala dengan mudah. Dua sekawan itu pun dengan serentak berteriak kegirangan.

Sindi pun segera menelepon pacarnya untuk memberitahunya tentang hal tersebut. Ternyata sampai pada saat itu pun pacarnya itu masih juga terjebak longsor di sana. Mendengar informasi tersebut, pacar Sindi pun memutuskan untuk kembali ke belakang. Pulang ke kota.

Sindi dan Meri pun kembali melanjutkan perjalanan.

Mobil mereka melesat dengan begitu kencang. Tak lama kemudian, satu dua jatuh lah tetes-tetes air dari langit menimpa kaca mobil mereka. Butir-butir air itu semakin lama menjadi semakin membesar. Hujan deras telah datang. Sindi segera menyalakan wiper pembersih kaca. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah jalanan aspal panjang yang membentang. Cuaca sedikit berkabut.

Sindi melaju dalam kecepatan 80 km per jam.

Mobilnya melesat kencang membelah aspal yang basah. Meri asyik mendengarkan earphone di bangku sebelah dengan kepala yang menari.

Tiba-tiba saja ban mobil mereka meledak. Buum. Sindi dan Meri sontak berteriak histeris sembari memegang segala sesuatu yang ada di dalam mobil untuk menahan tubuh mereka yang bergoncang hebat akibat kejadian tersebut.

Tarr.

Kejadian itu sungguh begitu cepat. Dalam sekejap, mobil mereka langsung terbalik dan terpental jauh hingga keluar dari badan jalan. Mobil mereka tersorok ke dalam padang rumput yang terletak sekitar 20 meter dari tepi jalan raya. Mereka berdua tidak sadarkan diri.

Remang. Semuanya tiba-tiba memudar. Waktu berlalu dengan begitu cepat. Hari telah berganti malam. Sindi terbangun dalam kondisi yang cukup parah. Kaki kanan dan kepalanya terluka. Meri belum juga sadarkan diri. Sepertinya ia terluka di bagian kepala.

"Aduhh.." Sindi meringis saat berusaha menggerakkan tubuhnya.

Ia segera berteriak untuk meminta pertolongan,

"Toooloong," Namun situasi di sana sungguh begitu mencekam. Tak ada suara manusia yang terdengar, tak ada suara kendaraan yang melintas. Yang ada hanyalah suara gerimis dan petir yang bergemuruh di langit. Ia segera mendobrak pintu dan keluar dari mobil tersebut untuk mencari bantuan.

Setibanya di luar, ia segera berpindah ke sisi kiri mobil untuk mengeluarkan Meri dan kemudian mendudukkannya dalam posisi bersandar. Setelah itu, ia segera berjalan menuju jalan raya untuk mencari bantuan.

Malam sungguh begitu gelap dan sunyi. Tidak ada satu pun kendaraan yang terlihat melintas. Sindi berdiri menatap malam yang kelam. Ia segera mengeluarkan ponselnya dan kemudian menghubungi keluarganya. Saat ia membuka layar ponselnya tersebut, ternyata di tempat itu tidak ada jaringan. Tempat itu benar-benar terpencil dan jauh dari pemukiman masyarakat.

Hujan semakin deras membungkus malam. Darah merah terus mengalir dari kepala dan kakinya. Ia begitu linglung, tak bisa berjalan dan melihat dengan baik. Semuanya benar-benar terasa begitu aneh. Ia tidak tahu lagi harus kemana untuk mencari bantuan.

Petir di langit terus menerus memancarkan kilatannya yang menyilaukan. Sindi berjalan tanpa henti menyusuri aspal hitam yang basah tersiram oleh hujan. Dari kejauhan, dalam samar tiba-tiba terlihatlah ada sebuah mobil yang melaju pelan menuju ke arahnya. Sindi pun segera menghentikan langkahnya untuk menunggu mobil tersebut tiba di dekatnya. Ia mendudukkan dirinya di tepi jalan sembari menahan perih lukanya yang terus menghentak.

Mobil itu berjalan dengan begitu pelan. Jaraknya masih ada sekitar dua ratus meter dari tempatnya berpijak. Tiba-tiba saja mobil itu berhenti di depan sana. Tidak lama berselang, semua cahaya lampunya pun juga ikut lenyap. Padam. Yang tersisa hanyalah kegelapan.

"TOLOONG...!"

"TOLOONG...!"

Sindi menjerit memanggil dari kejauhan untuk meminta bantuan. Akan tetapi, sayangnya sang sopir itu tidak mendengar teriakannya. Hujan masih begitu deras mengguyur malam. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk berjalan menghampiri mobil tersebut dengan kaki yang separuh pincang.

Ketika jaraknya dan mobil tersebut sudah begitu dekat, tiba-tiba saja mesin mobil itu mendadak menyala kembali. Sinar lampunya menyorot tajam tepat ke arah muka Sindi, sehingga membuat penglihatannya menjadi silau. Sindi pun mengangkat tangan kirinya untuk menepis sorotan cahaya lampu mobil tersebut. "TOOLOONGG.." Sindi menjerit dengan isakan tangisnya.

Tak lama setelah itu, keluarlah seorang pria dari dalam mobil tersebut. Pria itu langsung berlari menemuinya.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" Tanya pria itu. Dia sungguh begitu kaget ketika melihat kondisi Sindi yang berlumur darah.

"TOLONG AKU..!" Sindi menjerit setengah menangis. Air matanya bercucuran deras. Ia kesakitan. Dengan begitu sigap, pria itu langsung membawa Sindi ke dalam bus miliknya.

Di dalam bus tersebut, terlihat ada sekitar belasan orang yang duduk. Pria itu kemudian mendudukkan Sindi di salah satu bangku yang kosong. Setelah itu, ia pun segera berlari kembali untuk mengambil kotak P3K yang terletak di laci bagian depan untuk mengobati kaki Sindi yang terluka.

Saat ia menuangkan beberapa tetes alkohol ke luka tersebut, sontak Sindi langsung menjerit kesakitan. Namun tak lama kemudian, luka di kaki Sindi itu pun akhirnya terbalut dengan rapi. Sindi pun mulai merasa baik.

Saat itu, lewatlah sebuah mobil sedan putih dari arah belakang dengan kecepatan yang begitu tinggi. Sekitar 200 meter di depan sana, entah mengapa mobil itu mendadak saja berhenti di sana. Tiba-tiba terlihatlah dua orang pria yang keluar dari dalam mobil tersebut. Sepertinya mereka sedang mengambil sesuatu. Sindi dan Pria yang menolongnya itu tak bisa melihatnya dengan jelas dari balik kaca bus yang basah oleh tetes hujan yang jatuh. Sekitar tiga menit kemudian, mobil itu pun langsung melesat kembali dengan kecepatan yang tinggi ke arah depan. Menjauh dan menghilang di dalam gelap.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bus Penyelamat   Part 100 : Pulang

    Setelah sekian jauh berlari mendaki bukit, tiba-tiba datanglah helikopter yang kemudian menembaki mereka dari atas. Pak Karay yang sudah begitu lelah, akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memberikan perlawanan. Ia memerintahkan semua anak buahnya untuk menembaki helikopter tersebut. Namun belum berhasil mengenai helikopter tersebut, mereka semua sudah terlebih dahulu dihujani tembakan dari atas sana. Sehingga membuat Pak Karay dan beberapa anak buahnya itu pun bertekuk lutut. Sebagian mereka ada yang tewas, dan sebagiannya lagi menyerahkan diri, termasuk dengan Pak Karay yang juga menyerahkan diri. Di sisi lain, Rameng dan Darkis masih terus berlari tanpa henti bersama dengan sebagian anak buah Pak Karay yang masih tersisa. Mereka juga terus memberikan perlawanan jika ada Polisi yang berusaha mendekat untuk menyerang mereka. Saat itu, jumlah mereka diperkirakan hanya tersisa belasan orang. Waktu terus berlalu. Hari sudah mulai memasuki sore. Sudah lebih dari empat jam sejak operasi

  • Bus Penyelamat   Part 99 : Suara Gemuruh Dari Langit

    “Sekarang adalah giliranmu lagi, wahai gadis kecil yang malang, hahahaha!” Rameng menyeringai jahat sembari meraih kedua tangan Sindi dengan kasar. Sindi yang keras kepala itu pun langsung memberontak untuk memberikan perlawanan. Meski kesempatan hidupnya itu sudah berada di ujung kuku, namun semangat juangnya sungguh luar biasa. Akan tetapi tak lama kemudian, Sindi pun terpaksa menyerah ketika Rameng menghantam kepalanya dengan sebalok kayu. Penglihatannya seketika langsung redup, ia tak sadarkan diri. Rameng dan Darkis berhasil menggantung tubuh kedua wanita itu ke tiang penggantungan dengan mudah. Eksekusi mati pun akan segera dimulai.“Sekarang adalah giliranmu, manis” Pak Karay memainkan bibir Dewi dengan telunjuknya. Kau tak perlu takut, sebelum tubuhmu menjadi mayat, aku ingin bersenang-senang dulu denganmu sebentar. Hahaha...” Pak Karay tertawa kegirangan. Tak bisa dipungkiri, Dewi memang punya tubuh yang begitu indah.Buah dadanya yang maha besar itu terlihat kokoh dan padat,

  • Bus Penyelamat   Part 98 : Tiang Penggantungan

    “Dewi.. Hikkss.. Hikkss... Apa yang akan mereka lakukan? Apakah kita akan segera mati?” Tanya Ani dengan terisak-isak. Sepertinya dia sudah mengetahuinya. Dewi tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya meneteskan air matanya dengan penuh kesedihan.“Apa yang kalian tangisi wahai anjing-anjing yang malang? Sudahlah, inilah akhir dari riwayat hidup kalian. Anggap saja kalian terlahir ke dunia ini hanya sekedar untuk menjadi binatang pengorbanan kami! Hahahaha.. Hukk hukk” Pak Karay bahkan sampai terbatuk saat menghembuskan asap cerutunya.“Bajingan kau, Karay!” Mati kau bajingan tengik!” Pak Hendri mengutuk pria itu.“Waw waw, luar biasa sekali. Lihatlah si bajingan yang malang ini, biji matanya bahkan sudah terlepas, tapi dia masih punya nyali dan kekuatan untuk mengancamku. Aku akui, kau memang luar biasa, Hendri! Hahaha..” Pak Karay bertepuk tangan sambil tertawa.“Muradi! Bolehkah aku meminjam pisau kecilmu yang tajam itu? Karena pisauku sudah hilang dan mungkin terjatuh di suat

  • Bus Penyelamat   Part 97 : Menguras Darah

    “Rupa-rupanya kau ingin mempermainkanku, hah? RASAKAN INI!” Pak Karay menghantam kepala Hendri dengan tinjunya. Pria itu langsung terkulai dengan tubuh yang terselentang. Seakan masih belum puas, Pak Karay bahkan kambali menaiki tubuh pria malang itu dan menghajarnya berulang-ulang kali.“Ukkkhhh... Ukkhh” Hendri meringis kesakitan. Nafasnya ngos-ngosan.“Aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuh mereka walau sehelai rambut pun!” cecar pria itu sembari bangun dari tubuh Hendri. Pria itu kini bahkan sudah tak mampu untuk bernafas dengan baik, apalagi untuk memprovokasi Pak Karay? Dia benar-benar sudah tidak berdaya.Tulang hidung Hendri benar-benar sudah hancur. Mulutnya telah sobek, dan hanya menyisakan beberapa biji gigi saja. Mata kirinya yang tadi bengkak kini bahkan telah pecah, sehingga membuat biji matanya itu menggantung keluar. Pria malang itu benar-benar babak belur dan nyaris mati.“Jangan sangka aku menghentikan pukulanku hanya karena aku merasa kasihan denganmu, akan te

  • Bus Penyelamat   Part 96 : Penyanyi Misterius Yang Sebenarnya

    “Apa katamu? Kamu pikir kami akan percaya kepadamu yang kini bahkan tidak bisa mengenal wajah putramu sendiri” Pak Karay menendang kepala Tanjo ke hadapan wanita tersebut. Terlihatlah wajah Tanjo yang begitu pucat dengan darah yang memenuhi pangkal lehernya.Nenek tua itu tiba-tiba saja memejamkan kedua matanya. Sementara itu, Sindi, Meri, dan Dewi yang terikat di tiang penggantungan hanya bisa melihatnya dengan tatapan bodoh tanpa mengetahui sedikitpun maksud dari itu semua. Nenek tua itu kembali meracau, kali ini dengan suara yang melengking.Oh Tidak! Apakah selama ini suara nyanyian misterius yang hampir selalu dia dengan di setiap malam selama berada di rumah Buk Tiah itu adalah suara Nenek tua itu? Bagaiamana mungkin wanita yang setua itu masih memiliki suara yang sangat indah dan merdu? Meri dan Sindi saling tatap menatap satu sama lain. Takjub setelah mengetahui sosok sebenarnya di balik suara nyanyian misterius yang seringkali menghibur mereka di beberapa malam yang lalu.“Oh

  • Bus Penyelamat   Part 95 : Nenek Sihir

    “Hey! Hey! Siapa yang suruh kau tidur begitu? Ayo bangun!” Pak Dunto menyiram seember air ke wajah Sindi yang pada saat itu nyaris saja tak sadarkan diri. Lebih baik pingsan dan tidak merasakan apapun, karena dalam keadaan sadar semuanya terasa jauh lebih menyakitkan. Ia sudah tidak sanggup lagi menunggu, dan ingin semuanya segera berakhir.Pria itu mencekik lehernya, dan kemudian mendudukkannya di roda bus. Setelah itu, dia juga melakukan hal yang sama kepada Meri. Dua orang sahabat itu tersandar di dinding bus dalam keadaan yang begitu lemah. Sudah dua hari mereka bahkan belum mengganjal perut mereka.Dari kejauhan, tiba-tiba muncullah Ole bersama dengan dua orang temannya. Dia sedang menyeret tubuh seseorang. OH TIDAK! Sindi dan Meri menjerit. Semoga saja orang yang mereka bawa itu bukanlah Irma.Pak Karay dan kawan-kawannya memandang ke arah yang sama, melihat Buyung dan dua orang temannya yang terus mendekat sembari menyeret tubuh seorang.“Siapa ini? Apakah kau sudah berhasil m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status