Share

BAB 9

Author: jasheline
last update Last Updated: 2024-11-30 22:59:24

Di rumah Linggar, ayahnya tiba-tiba mengamuk, membanting gelas dan menendang meja hingga kaca meja pecah. Tak jelas apa yang memicu amarahnya, tapi yang pasti, ia benar-benar kehilangan kendali. Linggar berusaha menahan dan menarik ayahnya keluar dari ruang tamu.

Selena, Ustadz Sholeh, dan Rangga saling memandang, melihat kejadian itu. Bagi orang biasa, mungkin itu hanya ayah Linggar yang tengah marah, namun sebenarnya, ada sesuatu yang mengendalikan dirinya. Itu bukanlah ayah Linggar sepenuhnya. Sosok Ratu yang mungkin terbangun dan terusik sedang menguasai tubuhnya.

"TIDAK!!!" Ayah Linggar tiba-tiba berlari dengan cepat, mencoba menyerang Ustadz Sholeh, namun langkahnya terhenti seolah ada penghalang yang tak terlihat di antara mereka.

Wajah ayah Linggar berubah, matanya kini tampak seperti mata reptil, tubuhnya bergerak seakan melayang.

"Jangan campuri urusan kami!" teriak ayah Linggar, dengan tatapan tajam ke arah Ustadz Sholeh.

Suara yang keluar dari mulutnya terdengar aneh, bukan hanya satu suara, melainkan suara campuran laki-laki dan perempuan, menambah kesan mengerikan. Suara itu semakin membuktikan bahwa bukan hanya satu sosok yang ada di dalam tubuh ayah Linggar. Bisa jadi ada beberapa entitas yang saling berbaur dalam satu tubuh.

"Karena kau sudah mengganggu orang tak bersalah, ini jadi urusanku. Tugas saya adalah mengalahkan makhluk seperti kamu yang menyesatkan." jawab Ustadz Sholeh dengan tegas.

Mendengar itu, ayah Linggar hanya tersenyum sinis, wajahnya penuh kebencian, seakan meremehkan Ustadz Sholeh.

"Hah! Berani kamu?!" teriaknya, kemudian tatapannya beralih kepada Selena.

Selena dan ayah Linggar yang tengah dirasuki sosok itu saling beradu pandang. Ayah Linggar tersenyum, namun senyumnya seperti menyimpan pesan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

"Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak ikut campur, tapi rupanya kamu keras kepala. Anak manis, jangan menyesal kalau nanti kamu jadi salah satu budakku," ujar sosok itu dengan nada mengancam.

"Astagfirullah…" gumam Selena, merasa terkejut. Linggar langsung berdiri di depan Selena, mencoba melindunginya dari tatapan penuh ancaman itu.

Sosok yang menguasai ayah Linggar kembali menatap Ustadz Sholeh, namun tubuhnya seolah terkunci, tak mampu bergerak. Akhirnya, sosok itu keluar dari tubuh ayah Linggar, dan tubuh ayah Linggar pun terjatuh pingsan.

"Brugh!"

"Papa!" Linggar berusaha menahan tubuh ayahnya yang terjatuh.

"Rangga, bantu Linggar untuk angkat ayahnya." Ujar Ustadz Sholeh, dan Rangga segera mengangguk.

Rangga pun membantu Linggar mengangkat ayahnya dan meletakkannya di sofa, sementara Ustadz Sholeh mulai membaca doa dan memeriksa sekitar ruangan itu, begitu juga Selena yang ikut waspada.

"Linggar, jagalah papamu, jangan sampai kamu tinggalkan. Rangga, temani Linggar, jika terjadi sesuatu." Ujar Ustadz Sholeh, sambil memakai sarung tangan.

"Iya, Ustadz." Jawab Rangga.

Ustadz Sholeh meminta pelayan rumah untuk menunjukkan sumber titik air, lalu dengan air yang sudah dibacakan doa, ia mulai menyemprotkan air ke setiap sudut rumah sambil melantunkan ayat-ayat Ruqyah.

Selama Ustadz Sholeh melantunkan doa, Selena merasakan energi yang tidak asing baginya, seperti energi kiriman teluh atau santet. Selena pun menatap sebuah kamar di lantai dua dan bertanya pada pelayan rumah yang mengikuti mereka.

"Bi, kamar ini milik siapa?" tanya Selena.

"Oh, ini kamar Tuan," jawab pelayan.

Selena menoleh ke arah Ustadz Sholeh yang masih membaca doa di dekat jendela, kemudian ia menghampirinya.

"Ustadz, aku merasakan energi kiriman." Ujar Selena dengan serius.

"Dari arah mana?" tanya Ustadz Sholeh.

"Dari kamar ayahnya Linggar," jawab Selena.

Ustadz Sholeh lalu berjalan menuju depan kamar di lantai dua, sambil membaca doa. Ia meminta pelayan rumah untuk membuka pintu kamar itu.

Saat pintu dibuka, kamar itu tampak rapi dan teratur, namun itu hanya yang terlihat oleh mata telanjang. Selena yang memperhatikan dari sudut lain merasa kamar itu sangat gelap, penuh tekanan, dan seolah menantang kehadirannya.

Baru saja Selena melangkahkan kaki memasuki kamar itu, tiba-tiba pelayan wanita yang berdiri di belakangnya, yang tadinya menunduk, mulai berjalan mendekat dengan langkah yang aneh.

Selena menoleh, merasakan sesuatu yang tidak biasa di belakangnya. Ia menatap pelayan Linggar yang terus menunduk, dengan rasa curiga yang semakin mendalam.

'Hati-hati, Selena...'

Sebuah bisikan terdengar jelas di telinganya, membuat Selena segera siaga.

"Bi?" panggil Selena pada pelayan Linggar, tetapi tidak ada jawaban.

"HAHAHAHAHA!!!" Tiba-tiba, pelayan itu tertawa keras dan langsung berusaha menyerang Selena.

Beruntung, Selena sudah siap dan berhasil menangkap tangan pelayan yang hendak mencekiknya. Ustadz Sholeh segera menahan tangan pelayan itu sambil melantunkan doa, dan pelayan tersebut berteriak kesakitan.

Selena tidak tinggal diam. Ia ikut membantu Ustadz Sholeh sambil membaca doa dalam hati, karena ia merasakan energi yang sangat kuat tak jauh dari mereka.

"Katakan siapa tuanmu!" perintah Ustadz Sholeh.

Pelayan Linggar hanya bisa menggeram kesakitan dan perlahan-lahan terjatuh ke lantai.

"Hhhmmm... Lepas!" teriaknya dengan suara penuh amarah, namun Ustadz Sholeh tetap melanjutkan doa tanpa henti.

"Ampun... Huhuhu... Pak Ustadz, ini saya..." Pelayan tua itu akhirnya seperti sadar, namun Ustadz Sholeh dan Selena tidak terpedaya.

Mereka tahu sosok yang merasuki pelayan itu sedang berusaha membodohi mereka dengan berpura-pura sadar, padahal sebenarnya ia belum sepenuhnya keluar.

Tipu daya ini bisa membuat siapa saja lengah, memainkan titik lemah manusia agar mereka terjebak.

"Jika sudah sadar, katakan siapa tuanmu. Apa yang kamu inginkan di sini? Kenapa mengganggu keluarga ini?" tanya Selena tegas.

Pelayan itu bergeliat di lantai, seperti ular yang kesakitan, namun Selena sadar bahwa sosok yang merasuki tubuhnya bukanlah yang dia cari. Energi yang ada dalam diri pelayan ini tidak sebesar energi sosok Ratu yang ia rasakan sebelumnya.

"Hmmm!!! Lepas! Lepaskan aku!" teriak pelayan itu sambil menggeram kesakitan.

Sosok yang merasuki tubuh pelayan itu tidak mau kalah. "Kalian sudah menyinggung sosok yang salah! Kalian akan menjadi makanan kami! Hahahaha!" serunya dengan tawa mengerikan.

"Bukan kamu yang saya cari, tapi maaf, saya harus membinasakanmu." ujar Ustadz Sholeh, masih melantunkan doa dengan penuh keyakinan. Tanpa memberi ampun, ia terus mengusir sosok jahat itu.

Pelayan rumah itu menjerit kesakitan, namun Ustadz Sholeh tidak memberikan kesempatan sedikitpun bagi sosok yang merasuki tubuh pelayan Linggar untuk melarikan diri. Bahkan ketika pelayan itu berteriak dan meronta, Ustadz Sholeh terus melantunkan doa tanpa ampun sampai akhirnya pelayan itu jatuh pingsan, lemas.

Selena segera membantu merapikan pakaian pelayan tersebut sambil terus berdoa. Di sisi lain, Ustadz Sholeh kembali fokus pada titik yang ia curigai sebagai sumber dari teluh tersebut.

Dengan penuh keyakinan, Ustadz Sholeh melanjutkan membaca doa, dan mulai memindahkan barang-barang dari sebuah lemari hias. Selena membantunya memindahkan barang-barang itu dengan hati-hati. Setelah semuanya dipindahkan, Ustadz Sholeh berusaha menggeser lemari tersebut, meski ia merasa kesulitan.

"SubhanAllah, lemari ini nggak besar, tapi kenapa susah banget digeser?" gumamnya, penuh keheranan.

Selena memandangnya, "Mungkin kita perlu bantuan, Ustadz. Panggil Rangga?"

"Tidak perlu, biarkan Rangga menjaga ayahnya Linggar. Linggar lebih bisa membantu," jawab Ustadz Sholeh, dan Selena pun mengangguk.

Selena turun ke lantai dua untuk memanggil Linggar. Rangga ingin ikut, namun ia harus tetap menjaga ayah Linggar, jadi ia tetap duduk cemas di sofa.

Setibanya di atas, Linggar terkejut melihat kamar ayahnya berantakan dan pelayan rumah yang tergeletak pingsan di lantai.

"Ustadz, ada apa dengan kamar ini?" tanya Linggar bingung.

"Kita akan tahu setelah berhasil menggeser lemari ini. Ayo, bantu saya," jawab Ustadz Sholeh, dan Linggar segera mengangguk tanpa banyak bertanya lagi.

Tubuh Linggar yang terawat dan kekar berkat latihan fisik yang rutin, membuatnya cukup kuat untuk membantu Ustadz Sholeh. Bersama-sama, mereka berusaha menggeser lemari kayu besar itu, dan perlahan-lahan lemari itu mulai bergerak.

Namun, saat lemari itu akhirnya bergeser sedikit, terdengar suara letusan keras dari bawah, seolah-olah sebuah petasan meledak di tanah. Suara itu diikuti oleh suara barang pecah yang menggema.

"DUARRRRR!!!"

"Astagfirullah! Apa itu!?" teriak Selena dan Ustadz Sholeh serentak, terkejut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CALON TUMBAL   BAB 179

    Seorang gadis tengah marah dan kesal karena usahanya dan rencananya tidak berhasil, sudah berhari-hari bahkan sudah hampir dua minggu tapi tidak ada sedikitpun kemajuan dari apa yang direncanakannya. Dia sedang menangis tersedu-sedu di kamarnya sampai temannya kebingungan karena gadis itu mengurung diri sejak kemarin."Allee, come on.. buka pintunya!"Ya, Allee.. dia belum pulang ke LA dan dia masih di Jakarta. la masih berusaha mengejar Nicholas, Allee bahkan tidak peduli dengan pendidikannya dan terus menerus berusaha agar misinya berhasil, misi untuk menaklukan Nicholas.Tapi sejak dirinya datang ke dukun yang dipanggil Aki sampai hari ini, dia belum mendapat hasil apapun. Bahkan saat dirinya bertemu dengan Nicholas pun Nicholas tidak merespon apapun, malah kini semakin menjauh seolah benar-benar tidak mengenal Allee."Kamu bilang aku bisa mendapatkan Nicholas dengan cara yang kamu katakan, sekarang mana! Aku tidak mendapatkan apapun, Nicholas malah semakin jauh dariku." Teriak All

  • CALON TUMBAL   BAB 178

    Selena tidak masuk kuliah akhirnya, karena dia sedang mual dan muntah-muntah parah. Tidak ada yang keluar sebenarnya, tapi Selena terus mual dan muntah air saja.Nicholas juga akhirnya tidak masuk dan dia merawat Selena di rumah, tapi sekarang dia sedang ke apotek untuk membeli sesuatu."Bu, beli alat tes kehamilan tiga dari merk yang berbeda." Ujar Nicholas, si ibu apoteker terkejut mendengarnya, seorang laki-laki beli alat tes kehamilan."Oke, sebentar mas." Ujar apoteker.Tak lama alat tes kehamilan dari tiga merk berbeda pun dikeluarkan, Nicholas lalu membayarnya. Nicholas hendak pergi tapi dia kembali lagi dan bertanya pada ibu apoteker."Bu, mau nanya sedikit boleh?" Tanya Nicholas, ibu apoteker pun terkekeh."Banyak juga boleh, mas. Mau nanya apa?" Tanya ibu apoteker."Nggak jadi deh bu, makasih." Ujar Nicholas, lalu pergi.Nicholas pun pulang ke rumah, dan ternyata Selena masih belum bangun lagi padahal sudah jam 7 pagi. Nicholas kemudian perlahan membangunkan Selena."Dek.."

  • CALON TUMBAL   BAB 177

    Beberapa hari setelahnya, datang kabar baik dari Linggar dan Reyna yang ternyata mereka berhasil mendapat restu kedua orang tua Linggar dan mereka akan langsung dinikahkan bulan depan.Mendadak memang, semua karena kedua orang tua Linggar takut mereka jadi zina karena mereka tinggal satu atap walau tidak satu kamar. Apalagi ibunya Linggar yang sangat takut, padahal Linggar tidak benar-benar sudah menyentuh Reyna, tapi ibunya parno."Ecieee.. yang bulan depan mau nikah." Goda Selena pada Reyna, Reyna tersenyum-senyum digoda seperti itu."Harusnya kalian dipingit loh, bulan depan itu tinggal menghitung hari." Ujar Selena."Pingit!? Tapi kan aku nggak punya tempat tinggal." Ujar Reyna, Reyna menanggapinya dengan serius."Parah si Linggar, nggak mikirin kesana berarti." Ujar Deon."Seriusan harus dipingit?" Tanya Reyna."Harus, sebuah tradisi nenek moyang itu." Ujar Deon dan Reyna tampak celingukan menatap Selena." Lu juga dulu gitu, Sel?" Tanya Reyna tapi Selena menggeleng."Gue cuma di

  • CALON TUMBAL   BAB 176

    Selena meminta agar ibu panti ikut pulang dengannya, kini ibu panti yang masih terisak-isak itu duduk di mobil Selena dengan nafasnya yang masih sesenggukan."Fuad.." Gumamnya."Ibu, Fuad mau ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti menatap Selena."Fuad di sini?" Tanya ibu panti dan Selena mengangguk."Fuad duduk di sebelah ibu, dia sedih liat ibu terus-terusan nangis." Sahut Selena, dan ibu panti menoleh ke sebelahnya yang jelas tidak ada siapapun."Maafın ibu nak, semuanya salah ibu, kalo aja ibu nggak ijinin kamu ngamen, kamu nggak akan seperti ini." Ujarnya, pada udara kosong.Tapi di jok belakang itu, Fuad sedang sesenggukan menatap ibu pantinya yang terus menangisinya. Ingin rasanya Fuad memeluk tapi tidak bisa."Aku akan ijinkan Fuad masuk ke badan aku, dia pengen ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti mengangguk.Selena memejamkan mata sambil membaca doa dalam hatinya dan Fuad pun masuk ke dalam tubuh Selena. Fuad yang masuk ke dalam tubuh Selena langsung memeluk ib

  • CALON TUMBAL   BAB 175

    Malam hari setelah Selena sampai di rumah, dia langsung mandi dan langsung terkapar di ranjang, karena dia sudah sangat kelelahan setelah seharian itu berada di panti.Nicholas yang juga baru selesai mandi langsung menyusul Selena ke ranjang, ia mengecup kening Selena dan memandangi wajah perempuan yang sangat dicintainya itu."Kenapa, sayang?" Tanya Nicholas, karena Selena terus terpejam."Aku kebawa astral terus dari tadi, bang." Sahut Selena, Nicholas pun langsung membaca doa untuk membantu memagari Selena agar stabil."Jangan dipikirin terus sayang, jadinya nggak kebawa astral. Tutup dulu, kamu butuh istirahat, sayang." Ujar Nicholas, dan Selena mengangguk lalu membuka matanya.Selena pun menutup mata batinnya lalu kemudian masuk kedalam pelukan Nicholas, Nicholas pun mengusap kepala Selena dan mengecupnya beberapa kali."Bobo, ya.. jangan dipikirin terus, kan besok tim pencarian akannyari jasadnya Fuad." Ujar Nicholas dan Selena mengangguk sambil mencari posisi yang nyaman di pel

  • CALON TUMBAL   BAB 174

    Fuad kembali duduk di taman setelah melihat ibu panti menangis histeris sampai pingsan, dia sedih karena ternyata dirinya sudah meninggal. Selena yang mencari keberadaan hantu Fuad pun tertegun melihat hantu Fuad yang menangis di taman. "Fuad.." Panggil Selena, dan Fuad menoleh dengan wajah sedihnya. "Kak, ibu baik-baik aja kan?" Tanya Fuad, dia marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan apapun untuk ibu pantinya, akhirnya dia memilih pergi. "Mereka semua sedih.." Sahut Selena, dan Fuad kembali menunduk. "Fuad.. Kakak tau ini berat banget buat kamu, tapi coba kamu ingat-ingat dimana kali terakhir kamu berada?" Ujar Selena, dan Fuad tampak terdiam "Dimana kamu mengalami kecelakaan?" Tanya Selena. "Yang aku inget.." (Kisah balik Fuad dimulai) Seminggu yang lalu, adalah hari jumat. Fuad sedang mengamen di pinggiran jalan yang biasanya namun di sana sudah banyak yang mengenal Fuad sehingga orang-orang di sana tidak lagi memberikan uang pada Fuad. Fuad pun berp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status