Share

BAB 8

Author: jasheline
last update Last Updated: 2024-11-29 22:25:45

Beberapa hari setelahnya, Selena dan Rangga tiba di sekolah. Sejak Rangga mulai bersekolah di sana, banyak yang memperhatikan bahwa ia selalu turun bersama Selena, dan gosip pun mulai berkembang bahwa mereka berpacaran.

Terlebih lagi, Rangga tampak selalu melindungi Selena dalam segala hal dan tidak pernah jauh darinya kemanapun Selena pergi.

Namun, Selena sama sekali tidak terganggu dengan gosip tersebut. Baginya, Rangga hanyalah sahabat. Bahkan, menurutnya, gosip itu bisa menguntungkan karena sekarang tidak ada lagi siswa yang berani mengganggunya.

"Selena, kamu sudah dengar gosip tentang kita?" tanya Rangga dengan khawatir.

"Mereka semua hanya tukang gosip, tiap hari pasti ada yang baru," jawab Selena sambil berjalan menuju kelas.

"Selena, tapi aku bukan pacarmu, aku..."

"Kenapa kalau aku bukan pacarmu?" potong Selena, menatap Rangga. Rangga pun sedikit gugup dan langsung menundukkan pandangannya.

Selena merasa ada yang berbeda dengan Rangga. Ia tidak lagi menatapnya seperti dulu, sekarang Rangga lebih sering menundukkan kepala dan tidak pernah menatap langsung.

"Rangga, kamu sakit?" tanya Selena cemas.

"Ah! E- enggak, aku nggak apa-apa," jawab Rangga, terlihat semakin gugup.

"Akhir-akhir ini kamu aneh. Apa ada yang menindas kamu di sekolah?" tanya Selena khawatir.

"Tidak ada," jawab Rangga singkat.

Selena mengangkat dagu Rangga agar bisa menatapnya, dan Rangga terkejut, wajahnya langsung memerah.

"Demam ya? Muka kamu merah banget, ayo ke UKS," kata Selena, langsung menarik Rangga pergi.

"Eh! Selena, aku nggak sakit," kata Rangga, tapi Selena tetap menariknya ke UKS. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan Linggar.

Linggar melihat Selena yang menggandeng tangan Rangga, dan langsung menatap Rangga dengan tatapan dingin.

"Linggar, tolongin Rangga, dia sakit," kata Selena dengan panik.

Sejak hari di mana Selena berjanji untuk membantu Linggar, kedekatan mereka semakin terasa. Namun, kedekatan itu hanya terjalin antara Selena dan Linggar, bukan dengan Rangga. Selena sudah menceritakan permasalahan yang dialami Linggar kepada Ustadz Sholeh, dan kini Linggar mulai merasa sedikit lebih baik.

"Yah, dokternya mana?” Selena melirik ke sekeliling, “Linggar, tungguin Rangga sebentar, aku cari dokter," kata Selena sambil berlari.

"Selena, aku nggak sakit!" teriak Rangga berusaha mengejar, tapi bahunya ditahan oleh Linggar.

Linggar menatap Rangga dengan tajam, sementara Rangga menatap Linggar dengan kebingungan. Rangga terkejut ketika Linggar meremas bahunya, dan ia pun menatap Linggar dengan serius, lalu bertanya.

"Kenapa, lu?" tanya Rangga, merasa heran dengan sikap Linggar.

"Lu suka sama Selena?" tanya Linggar tanpa basa-basi. Rangga langsung menelan ludah mendengar pertanyaan itu.

"Gue sama dia sahabatan sejak kecil, nggak ada alasan buat gue nggak suka dia," jawab Rangga, tapi Linggar hanya tersenyum sinis mendengar penjelasan itu.

"Gue yakin lu nggak bodoh, lu paham maksud gue kan? Apa lu yakin perasaan lu ke Selena cuma sebatas sahabat?" ujar Linggar dengan tatapan yang semakin tajam.

Rangga terdiam, tak bisa menjawab. Melihat itu, Linggar tersenyum miring lalu berbisik di dekat telinga Rangga.

"Lu senang kan jadi bahan gosip di sekolah? Lu nggak sadar posisi lu apa? Minimal sadar diri, Selena sangat menghargai lu sebagai sahabat, jangan rusak kepercayaan dia," kata Linggar, lalu pergi meninggalkan Rangga yang termenung sendirian di ruang UKS.

Rangga merenung mendengar kata-kata Linggar. Sebenarnya, dia juga tidak suka menjadi bahan gosip di sekolah. Dia sadar posisinya hanya sebagai penjaga dan sahabat Selena.

Rangga tahu benar di mana dia harus menempatkan dirinya. Dia menyadari perasaan lain yang dia miliki untuk Selena, namun ia tetap berusaha menyembunyikannya dan terus berusaha menjadi sahabat yang baik. Tak disangka, Linggar menyadari perasaannya itu.

Di luar UKS, Linggar berpapasan dengan Selena yang membawa dokter dengan tergesa-gesa. Linggar menahan tangan Selena sementara dokter itu masuk ke UKS.

"Rangga masih di dalam, kan?" tanya Selena, dan Linggar mengangguk dengan senyum tipis.

"Dia cuma demam, udah gue kasih paracetamol, nanti juga sembuh," kata Linggar, berbohong.

"Oh, Alhamdulillah..." Selena merasa lega.

"Ayo," Linggar tiba-tiba menarik Selena pergi dari depan UKS.

"E-eh! Rangga masih di dalam, belum selesai," ujar Selena.

"Dia udah gede, nggak perlu dijagain terus," jawab Linggar sambil menggandeng tangan Selena dan membawanya pergi.

Rangga yang melihat dari ambang pintu hanya bisa diam. Ia sebenarnya tidak sakit dan menolak diperiksa oleh dokter. Rangga hanya bisa menghela napas sambil melihat Selena pergi bersama Linggar.

Sementara itu, Linggar membawa Selena masuk ke kelas, dan teman-teman sekelas mulai berbisik-bisik tentang Selena dan Linggar yang terlibat dalam kisah cinta segitiga.

"Selena, semalam di rumahku banyak ular masuk. Gue nggak tahu dari mana asalnya, tapi tiba-tiba banyak banget di kamar gue," kata Linggar setelah mereka duduk di meja Selena.

"Sepertinya Ratu-nya sangat marah. Ustadz Sholeh bilang dia udah senggang dan bakal sampai nanti malam. Aku bakal bawa dia datang ke rumah kamu nanti," jawab Selena, dan Linggar mengangguk.

"Kamu jangan lupa terus tebarin garam kasar yang aku bilang, terus jangan lupa sholat dan ngaji juga," tambah Selena.

"Iya..." jawab Linggar dengan lembut, sambil tersenyum.

Rangga masuk ke dalam kelas dan melihat keakraban antara Selena dan Linggar. Linggar pun sadar akan pandangan sendu dari Rangga. Dengan sengaja, Linggar mengusap kepala Selena seolah gemas, dan Rangga segera mengalihkan pandangannya.

Tak lama setelah itu, guru masuk. Baru saat itu Selena menyadari keberadaan Rangga setelah mereka duduk di tempat masing-masing.

"Rangga, kamu udah oke?" Selena bertanya tanpa suara, namun Rangga mengerti dan mengangguk sambil tersenyum.

"Aku baik-baik saja," jawab Rangga, dan Selena memberikan dua jempolnya sambil tersenyum manis.

‘Jangan bodoh, Rangga. Selena udah bukan Selena kecil yang dulu. Selena selalu menganggapmu sahabat baiknya, jangan buat dia kecewa dengan perasaan konyolmu’, batin Rangga dalam hati.

Di tempat lain...

Ustadz Sholeh sedang bersiap untuk berangkat ke Jakarta, diantar oleh salah satu muridnya. Istrinya memberikan salam perpisahan dengan menyalami tangan Ustadz Sholeh.

"Ati-ati ya, bah," ujar istrinya dengan lembut.

"Iya, ma. Assalamualaikum," jawab Ustadz Sholeh, yang kemudian dijawab oleh istrinya.

"Waalaikumsalam."

Ustadz Sholeh pun berangkat dengan motor, diantar ke stasiun. Meskipun beliau seorang pemuka agama, hidupnya sangat sederhana. Ustadz Sholeh tidak suka membeli barang-barang berlebihan; bahkan motor yang dipakainya adalah milik muridnya, karena beliau hanya memiliki sepeda.

Di perjalanan menuju stasiun, murid yang mengendarai motor mendadak mengerem dan terkejut melihat seekor ular besar melintas di jalan.

"Astagfirullah, Ular, Pak Ustadz!" seru muridnya.

Ustadz Sholeh melihat ular piton hitam besar yang melintas dan berhenti di tengah jalan, sementara jalan di sekitar mereka sangat sepi. Ular itu seolah-olah menghadang perjalanan mereka.

Ustadz Sholeh segera membaca doa dalam hati dan mencari sebuah kayu. Dengan kayu tersebut, ia mulai mengusik ular itu dan mengarahkannya ke sisi jalan.

"Ati-ati, Ustadz," ujar muridnya, cemas.

Namun, ular piton itu tiba-tiba hendak menyerang Ustadz Sholeh, tetapi tidak mengenai beliau. Ustadz Sholeh pun segera membaca doa dan meniupkan napas ke arah ular tersebut. Ular itu kemudian pergi begitu saja, seolah kabur.

‘Sepertinya kau sudah ketakutan sampai mengirim patihmu untuk menghalangi, biar aku tunjukkan kuasa Allah padamu, siluman ular’, batin Ustadz Sholeh.

"Ayo, lanjut jalan," kata Ustadz Sholeh, kembali menaiki motor dan melanjutkan perjalanan.

***

Setelah sekolah selesai, Selena, Linggar, dan Rangga berjalan bersama menuju lobby. Mereka baru selesai dari ekstrakurikuler yang sama sekitar jam 5 sore, jadi baru sekarang mereka bisa pergi.

"Tungguin kabar dariku, Li. Kalau ada apa-apa, baca doa aja. Kalau merasa nggak kuat, kamu keluar aja dari rumah," kata Selena dengan serius.

"Oke," jawab Linggar, lalu ia berbalik menatap Selena dan Rangga, yang sejak tadi terlihat murung.

"Gue duluan ya, Sel," pamit Linggar tanpa mengajak Rangga bicara.

"Sip, hati-hati di jalan," jawab Selena, dan Linggar hanya mengangguk. Ia memberi kepalan tinjunya pada Selena sebagai tanda perpisahan, lalu pergi.

Selena menatap Rangga yang sejak tadi terus berjalan sambil menunduk, terlihat murung. Tanpa berkata-kata, Selena mendekati Rangga dan menyentuh keningnya, membuat Rangga terkejut.

"Ra, kamu yakin nggak kenapa-kenapa? Dari tadi kamu kelihatan banget murung," tanya Selena, dan Rangga tersenyum tipis.

"Aku nggak apa-apa, kayaknya cuma efek pusing mau ujian," jawab Rangga sambil terkekeh.

"Ya Allah, jangan bikin aku tambah pusing lah.. Aku jadi ikut kepikiran," Selena menampar pelan bahu Rangga, membuatnya tertawa lagi.

Namun, di tengah tawa mereka, tiba-tiba Selena merasakan energi jahat yang kuat di sekitar mereka. Secara instingtif, Selena menoleh dan melihat sesosok perempuan tua dengan aura merah kehitaman yang berdiri di ujung lorong lobby. Itu jelas bukan manusia.

‘Kenapa bisa ada energi sekuat ini?’ batin Selena, merasakan kegelisahan yang semakin membesar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CALON TUMBAL   BAB 179

    Seorang gadis tengah marah dan kesal karena usahanya dan rencananya tidak berhasil, sudah berhari-hari bahkan sudah hampir dua minggu tapi tidak ada sedikitpun kemajuan dari apa yang direncanakannya. Dia sedang menangis tersedu-sedu di kamarnya sampai temannya kebingungan karena gadis itu mengurung diri sejak kemarin."Allee, come on.. buka pintunya!"Ya, Allee.. dia belum pulang ke LA dan dia masih di Jakarta. la masih berusaha mengejar Nicholas, Allee bahkan tidak peduli dengan pendidikannya dan terus menerus berusaha agar misinya berhasil, misi untuk menaklukan Nicholas.Tapi sejak dirinya datang ke dukun yang dipanggil Aki sampai hari ini, dia belum mendapat hasil apapun. Bahkan saat dirinya bertemu dengan Nicholas pun Nicholas tidak merespon apapun, malah kini semakin menjauh seolah benar-benar tidak mengenal Allee."Kamu bilang aku bisa mendapatkan Nicholas dengan cara yang kamu katakan, sekarang mana! Aku tidak mendapatkan apapun, Nicholas malah semakin jauh dariku." Teriak All

  • CALON TUMBAL   BAB 178

    Selena tidak masuk kuliah akhirnya, karena dia sedang mual dan muntah-muntah parah. Tidak ada yang keluar sebenarnya, tapi Selena terus mual dan muntah air saja.Nicholas juga akhirnya tidak masuk dan dia merawat Selena di rumah, tapi sekarang dia sedang ke apotek untuk membeli sesuatu."Bu, beli alat tes kehamilan tiga dari merk yang berbeda." Ujar Nicholas, si ibu apoteker terkejut mendengarnya, seorang laki-laki beli alat tes kehamilan."Oke, sebentar mas." Ujar apoteker.Tak lama alat tes kehamilan dari tiga merk berbeda pun dikeluarkan, Nicholas lalu membayarnya. Nicholas hendak pergi tapi dia kembali lagi dan bertanya pada ibu apoteker."Bu, mau nanya sedikit boleh?" Tanya Nicholas, ibu apoteker pun terkekeh."Banyak juga boleh, mas. Mau nanya apa?" Tanya ibu apoteker."Nggak jadi deh bu, makasih." Ujar Nicholas, lalu pergi.Nicholas pun pulang ke rumah, dan ternyata Selena masih belum bangun lagi padahal sudah jam 7 pagi. Nicholas kemudian perlahan membangunkan Selena."Dek.."

  • CALON TUMBAL   BAB 177

    Beberapa hari setelahnya, datang kabar baik dari Linggar dan Reyna yang ternyata mereka berhasil mendapat restu kedua orang tua Linggar dan mereka akan langsung dinikahkan bulan depan.Mendadak memang, semua karena kedua orang tua Linggar takut mereka jadi zina karena mereka tinggal satu atap walau tidak satu kamar. Apalagi ibunya Linggar yang sangat takut, padahal Linggar tidak benar-benar sudah menyentuh Reyna, tapi ibunya parno."Ecieee.. yang bulan depan mau nikah." Goda Selena pada Reyna, Reyna tersenyum-senyum digoda seperti itu."Harusnya kalian dipingit loh, bulan depan itu tinggal menghitung hari." Ujar Selena."Pingit!? Tapi kan aku nggak punya tempat tinggal." Ujar Reyna, Reyna menanggapinya dengan serius."Parah si Linggar, nggak mikirin kesana berarti." Ujar Deon."Seriusan harus dipingit?" Tanya Reyna."Harus, sebuah tradisi nenek moyang itu." Ujar Deon dan Reyna tampak celingukan menatap Selena." Lu juga dulu gitu, Sel?" Tanya Reyna tapi Selena menggeleng."Gue cuma di

  • CALON TUMBAL   BAB 176

    Selena meminta agar ibu panti ikut pulang dengannya, kini ibu panti yang masih terisak-isak itu duduk di mobil Selena dengan nafasnya yang masih sesenggukan."Fuad.." Gumamnya."Ibu, Fuad mau ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti menatap Selena."Fuad di sini?" Tanya ibu panti dan Selena mengangguk."Fuad duduk di sebelah ibu, dia sedih liat ibu terus-terusan nangis." Sahut Selena, dan ibu panti menoleh ke sebelahnya yang jelas tidak ada siapapun."Maafın ibu nak, semuanya salah ibu, kalo aja ibu nggak ijinin kamu ngamen, kamu nggak akan seperti ini." Ujarnya, pada udara kosong.Tapi di jok belakang itu, Fuad sedang sesenggukan menatap ibu pantinya yang terus menangisinya. Ingin rasanya Fuad memeluk tapi tidak bisa."Aku akan ijinkan Fuad masuk ke badan aku, dia pengen ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti mengangguk.Selena memejamkan mata sambil membaca doa dalam hatinya dan Fuad pun masuk ke dalam tubuh Selena. Fuad yang masuk ke dalam tubuh Selena langsung memeluk ib

  • CALON TUMBAL   BAB 175

    Malam hari setelah Selena sampai di rumah, dia langsung mandi dan langsung terkapar di ranjang, karena dia sudah sangat kelelahan setelah seharian itu berada di panti.Nicholas yang juga baru selesai mandi langsung menyusul Selena ke ranjang, ia mengecup kening Selena dan memandangi wajah perempuan yang sangat dicintainya itu."Kenapa, sayang?" Tanya Nicholas, karena Selena terus terpejam."Aku kebawa astral terus dari tadi, bang." Sahut Selena, Nicholas pun langsung membaca doa untuk membantu memagari Selena agar stabil."Jangan dipikirin terus sayang, jadinya nggak kebawa astral. Tutup dulu, kamu butuh istirahat, sayang." Ujar Nicholas, dan Selena mengangguk lalu membuka matanya.Selena pun menutup mata batinnya lalu kemudian masuk kedalam pelukan Nicholas, Nicholas pun mengusap kepala Selena dan mengecupnya beberapa kali."Bobo, ya.. jangan dipikirin terus, kan besok tim pencarian akannyari jasadnya Fuad." Ujar Nicholas dan Selena mengangguk sambil mencari posisi yang nyaman di pel

  • CALON TUMBAL   BAB 174

    Fuad kembali duduk di taman setelah melihat ibu panti menangis histeris sampai pingsan, dia sedih karena ternyata dirinya sudah meninggal. Selena yang mencari keberadaan hantu Fuad pun tertegun melihat hantu Fuad yang menangis di taman. "Fuad.." Panggil Selena, dan Fuad menoleh dengan wajah sedihnya. "Kak, ibu baik-baik aja kan?" Tanya Fuad, dia marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan apapun untuk ibu pantinya, akhirnya dia memilih pergi. "Mereka semua sedih.." Sahut Selena, dan Fuad kembali menunduk. "Fuad.. Kakak tau ini berat banget buat kamu, tapi coba kamu ingat-ingat dimana kali terakhir kamu berada?" Ujar Selena, dan Fuad tampak terdiam "Dimana kamu mengalami kecelakaan?" Tanya Selena. "Yang aku inget.." (Kisah balik Fuad dimulai) Seminggu yang lalu, adalah hari jumat. Fuad sedang mengamen di pinggiran jalan yang biasanya namun di sana sudah banyak yang mengenal Fuad sehingga orang-orang di sana tidak lagi memberikan uang pada Fuad. Fuad pun berp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status