Mark terkesiap seketika, mulutnya menganga begitu lebar. Ia segera menoleh ke samping dan menyikut Javier berulangkali. "Hei! Hei! Javi, ternyata itu kau? Hebat sekali, Javi!" ucapnya terdengar antusias. Bahkan melebihi apa yang tengah Javier rasakan kini. Daniel menepuk-nepuk pelan punggung sang sahabat. "Itu hebat, cepat naiklah ke atas. Peresmiannya akan berlangsung malam ini juga, hm, sepertinya," imbuh Daniel terdengar kurang yakin. "Apa pun itu, naiklah ke panggung." Javier menghela napas sebelum merapikan mantel kerah tinggi yang ia beli dua tahun yang lalu di sebuah mall. Langkahnya terlihat begitu yakin saat ia berjalan menaiki setiap anak tangga. Semua mata tertuju hanya padanya. Tak terkecuali sang master, yang sebelumnya menghubungi Javier dengan alasan pertemuan penting. Lampu sorot yang begitu terang seketika menyinari setiap langkahny
"Wah, Javi! Aku tak menyangka, jika master kita yang baru itu adalah kau!" ucap Mark seraya memeluk sahabat sejak taman kanak-kanaknya itu dengan erat, ia ikut merasa bahagia sekaligus bangga atas pencapaian yang pemuda Leckner itu dapatkan. Javier tersenyum dan membalas pelukan Mark. "Terima kasih, sobat," balasnya sambil menepuk punggung Mark beberapa kali. Daniel bersedekap di depan dada, lalu berucap, "Well, selamat. Aku bangga padamu, hanya saja aku tak menyangka mereka mengujimu dengan cara yang sangat konyol seperti malam tadi." Mark langsung mendorong Javier hingga pelukan keduanya terlepas begitu saja, ia lalu menyahut cepat, "Ya! Aku juga ikut panik saat itu! Aku pikir Anthonius sudah benar-benar menggila! Ternyata semua hanya ujian untuk Javier saja." Javier tertawa pelan saat mendengar keluhan
Julia berjalan sendirian di pinggir jalanan kota New York yang ramai. Sesuatu yang sangat jarang ia lakukan, sebab ia terbiasa pergi keluar rumah dengan ditemani oleh seseorang—misalnya sang kakak. Walau kakaknya menemaninya dengan setengah terpaksa, tetapi itu saja sudah merupakan sesuatu yang bagus. Namun, karena hari itu Louis terlihat begitu sibuk, sehingga dia tidak bisa keluar dari kamar dan pergi menemani sang adik jalan-jalan di luar.Julia sangat paham dengan kesibukan sang kakak, dan tidak ingin menganggu pekerjaan yang digeluti olehnya. Kakaknya itu memang sedang menyiapkan sebuah kegiatan amal di salah satu panti asuhan di dekat balai kota, yang berarti lokasinya juga tidak terlalu jauh dari kantor gubernur.Sebuah lokasi yang pas untuk sebuah tempat yang sering dilalui oleh orang-orang. Apalagi Louis begitu senang ketika bepergian ke sana, tidak terlihat seperti dirinya yang biasanya. Di s
Julia terus berlari, tak memedulikan kakinya yang terluka, tak peduli dengan dadanya yang lagi-lagi terasa sesak. Walaupun harus memaksakan dirinya sendiri untuk terus berlari dari kejaran dua orang misterius yang begitu bersemangat mengejarnya. Ia harus segera pergi dari sini. Walau dengan lutut yang masih terluka dan terus mengeluarkan darah, tetapi Julia tidak ingin menyerah begitu saja. Sudah cukup ketakutannya di hari itu, sudah cukup trauma yang ia rasakan kala itu di waktu dan dengan orang yang berbeda. Julia tidak ingin lagi mengalaminya! Satu di antara kedua orang bertopeng itu tiba-tiba saja menghentikan larinya. Dia lalu berdiri diam menatap kepergian Julia bersama pria bertopeng hitam yang masih sibuk mengejar sang gadis Peterson. Ia lalu menyimpan kembali alat setrum listriknya, kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar. Mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk melump
"Hei, kau yakin sudah menghubungi Javier dan dia benar-benar sudah ada di depan gang ini?" tanya Daniel tiba-tiba. Dari kesan yang ditunjukkan, sepertinya ia kurang percaya dengan ucapan sahabatnya sendiri—Mark. "Kau meragukanku?" Nada suara Mark naik sedikit. Perasaannya tengah campur aduk sekarang, dan Daniel berniat memancingnya lebih besar lagi? Jangan bercanda! "Tidak, aku percaya padamu," jawab Daniel cepat. Tidak biasanya ia mengalah kepada Mark, terkadang ia sendiri yang sering memulai pertengkaran dengan pemuda Simpson itu. Akan tetapi, kali ini biarlah dia mengalah dengan cara tidak menanggapi suasana hati sahabatnya yang tengah memburuk. Dan benar saja apa yang telah Mark ucapkan, Javier memang sudah berada di depan pintu keluar dari gang kecil itu dengan mobil merah kesayangannya. Pemuda yang jauh lebih muda dari Daniel dan Mark it
Sesaat sebelum Julia tertangkap.... Di suatu komplek perumahan yang cukup ramai penduduknya meski tak selalu berbaur antara satu tetangga dengan tetangganya yang lain, berdirilah satu rumah besar dan megah yang kentara sekali menunjukkan strata tinggi kelas sosialnya. Walaupun sering terkena sinar matahari yang panas, atau musim dingin yang membekukan, tetapi rumah dengan interior menarik serta taman bunga di halaman depannya itu tetap berdiri kokoh, tak mengenal musim yang berganti-ganti setiap beberapa bulan sekali di sekitarnya. Walau memiliki ukuran yang besar dan halaman belakang yang terhampar begitu luas, sama sekali tak terlihat adanya aktivitas yang berarti di sekitar rumah itu. Rumah besar itu adalah satu-satunya tempat tinggal di tengah pemukiman yang terlihat begitu sepi dari luar. Bahkan dari gerban
"Hari ini, aku akan minum sepuasnya!" gumam Louis sambil menenggak habis segelas vodka yang ada di gelas sloki, lalu menaruh kembali gelasnya dengan cepat ke atas meja. Sore hari menjelang malam, di saat ada banyak sekali orang-orang berjas dan berpenampilan rapi yang baru saja pulang dari aktivitasnya bekerja seharian dan tampak memenuhi jalanan dengan kendaraan roda empat, di waktu itulah Louis Peterson menghabiskan waktunya dengan cara bersenang-senang sendirian di sudut bar langganan, sembari meminum beberapa gelas sloki berisi cairan tanpa warna yang bening yang memiliki kadar alkohol cukup tinggi. Pria berusia 27 tahun itu masih terlihat normal, meski sudah menghabiskan tujuh gelas minuman beralkohol dalam beberapa kali tegukan. Louis yang sekarang memang cukup tahan dengan kadar alkohol dari minuman keras jenis apa pun yang dia minum, tidak seperti dirinya yang dulu.
"Hei, Vi, masih lama?" Daniel mengetuk-ngetuk setir mobil yang ia kemudikan. Sudah lebih dari tiga jam mereka berkendara dari pusat kota ke sekitar pegunungan dekat perbatasan, mencari keberadaan rumah lama Javier yang tersembunyi di dalam gunung. Wajar Daniel tak tahu rumah lama keluarga Leckner, sebab dia hanya tahu rumah baru yg anak-anak itu tempati saja. Berbeda dengan Mark, pemuda itu sudah sering berkunjung ke rumah lama Javier saat keduanya masih anak-anak.Javier terlihat tak acuh. Dia terlalu sibuk dengan ponsel di tangannya. Sebab ada pesan yang harus dia balas dan ada sesuatu yang harus dia periksa dengan saksama. Melihat sikap sahabatnya itu, Daniel mendengkus seketika. "Aku tak masalah mencari rumahmu ke sana kemari dengan mobil yang bukan tipe offroad ini," komentarnya lagi dengan suara yang dinaikan sedikit. "Yang paling aku pikirkan itu adalah bagaimana jika gadis ini bangun di tenga