"Nona cantik, ayo Ke sini sebentar ..." seru seorang pria memanggil Mitha, gadis asal Bandung yang bekerja di sebuah pub di Kota Jakarta.
"Sa ... saya, maksud Anda, Tuan?" tanya Mitha, takut.Malam ini adalah malam pertama, dirinya bekerja di Pub untuk menggantikan temannya yang sedang sakit. Mitha terpaksa menerima pekerjaan ini, karena ayahnya yang memiliki bisnis kecil-kecilan dikabarkan telah bangkrut beberapa minggu yang lalu.Mitha yang kuliah di salah satu universitas di kota Jakarta membutuhkan sejumlah uang untuk menyambung hidupnya. Dia baru saja menyelesaikan kuliahnya namun masih belum diwisuda. Ijazah dari kampusnya juga belum keluar, sedikit menyulitkan dirinya untuk mendapatkan pekerjaan."Iya, kamu! Ayo, buruan ke mari?" Mitha semakin takut. karena yang dia tahu, ada beberapa wanita yang ada di sekitarnya."Namamu, siapa?" tanya orang yang memanggilnya."Nama saya, Mitha." jawabnya gugup. Sambil menundukkan kepalanya."Mitha, temui tamu itu. Saya akan membayarmu lebih!" ucap pria itu.Namun Mitha sepertinya tidak mau."Mitha, Temui saja tamu itu. Hanya sekedar untuk menemaninya minum kok. aku juga pernah melakukannya minggu lalu." sahut Niken, salah satu teman Mitha malam itu."Tapi, Niken. Aku takut." lirihnya."Tenang saja, aman kok." sahut Niken, meyakinkan temannya."Iya, Mitha. Semua pasti aman kok." ucap yang lainnya.Dengan bekal dorongan dari beberapa temannya, Mitha pun memberanikan diri mendekati pria itu."Nah, begitu dong." ujar sang pria, sambil tersenyum ke arah Mitha."Duduklah." Pria itu lalu mempersilahkan Mitha untuk duduk lalu menuangkan minuman bersoda di dalam gelasnya"Minumlah," ucap pria itu."Sa ... saya tidak minum minuman beralkohol, Tuan." jawab, Mitha."Ini bukan wine. Ini hanya minuman bersoda." Lalu pria itu meminum minuman bersoda itu di depan Mitha agar dia percaya."Nah, coba lihat. Saya tidak mabuk, kan?" serunya, sambil tersenyum nakal ke arah Mitha.I ... iya, Tuan." Lalu dengan cepat pria itu menuangkan kembali minuman bersoda yang baru, di gelas Mitha.Namun satu hal yang Mitha tidak ketahui. Minuman bersoda yang baru itu, telah dicampur dengan obat perangsang.Sementara di belakang Pub, Niken menerima beberapa lembar rupiah yang banyak dari salah seorang pria."Apakah benar, teman mu itu masih perawan?" tanya pria itu menusuk sambil menatap tajam ke arah Niken yang sedang menyodorkan tangannya, menerima lembaran demi lembaran rupiah itu."Tentu saja Tuan, saya menjamin seratus persen jika Mitha masih suci." ucapnya tegas.Ternyata, Niken lah, yang mengatur agar Mitha bisa menggantikan temannya yang sedang sakit, untuk bekerja paruh waktu di Pub itu."Baiklah, saya percaya kepada, Anda." ujar orang itu. Lalu berlalu dari hadapan Niken."Maafkan aku, Mitha. Aku terpaksa melakukan ini." lirihnya dalam hati.Erlan levin, juga berada di Pub itu. Saat ini, dia sedang bersama para kliennya untuk merayakan ulang tahun salah satu rekan kerjanya."Selamat datang, Tuan Erlan. Saya pikir Anda tidak mau datang di tempat ini." ujar salah satu rekan bisnisnya."Tentu saja saya mau, ini kan dalam rangka merayakan ulang tahun Anda. Tetapi jika untuk hal lain. Tentu saja saya tidak mau." serunya sengit.Erlan sangat tahu tempat macam apa yang dirinya datangi saat ini.Dia selalu ingat pesan sang ibu yang mengatakan untuk tidak merusak perempuan dan melakukan perbuatan yang bisa merugikan kaum hawa. Walaupun pada kenyataannya, Erlan sampai saat ini masih sendiri dan tidak sedang dekat dengan perempuan mana pun.Acara ulang tahun kliennya tersebut dimulai dengan potong kue dan tiup lilin, tidak lupa juga beberapa jenis minuman beralkohol bertengger di atas meja.Beberapa penari bertubuh seksi dan berpakaian mini mulai melancarkan aksinya.Erlan menatap datar ke arah para penari itu. Menunjukkan ketidaksukaannya."Sungguh sangat murahan!" tuturnya dalam hati.Sementara para kliennya sudah mulai terangsang dengan gerakan-gerakan para penari itu yang melakukan gaya erotis.Teman-temannya itu, mulai melihat ke arah Erlan yang terlihat biasa saja."Hei, Bro. Lihat itu, Tuan Erlan. Sedikit pun dia tidak terpengaruh dengan penari-penari itu." ujar salah satu dari mereka."Benar, kata Anda!" Seru yang lain.Lalu salah satu dari mereka berkata,"Gue tahu bagaimana caranya membuat Tuan Erlan melepas masa lajangnya."Rekan-rekan bisnisnya itu tahu. Jika Erlan adalah pria bersih. Dia tidak pernah melakukan hubungan intim dengan wanita mana pun.Ada niat busuk dari beberapa diantara mereka untuk menjatuhkan reputasi Erlan."Bro, minumlah, ini minuman bersoda kok." ujar salah satu dari mereka.Tanpa rasa curiga, Erlan pun mulai meminum gelas yang disodorkan oleh salah satu rekan bisnisnya itu.Selang beberapa menit selesai dirinya meminum minuman bersoda itu. Erlan merasakan panas dari dalam tubuhnya.Matanya mulai memerah."Kalian memberikan apa pada minuman gue?" hardiknya marah."Kami tidak memberikan apa pun, Bro!" ujar temannya, pura-pura.Namun senyum licik mulai terlihat dari wajah mereka."Selamat menikmati malam yang panjang bersama para wanita, Bro! Ha-ha-ha-ha." Tawa kemenangan, setengah mengejek mulai terdengar dari beberapa kliennya itu."Sialan kalian semua!" serunya marah."Bro, yang kami lakukan adalah yang terbaik untukmu. Agar Anda bisa merasakan nikmatnya surga dunia. Kasihan ntar senjata Anda, bisa-bisa tidak berfungsi lagi! Ha-ha-ha-ha!" Tawa orang-orang itu, kembali terdengar."Kurang ajar kalian!" seru Erlan, lalu berjalan menjauh dari kerumunan orang-orang di Pub itu."Sepertinya, aku tidak bisa sampai di rumah dengan cepat. Aku terpaksa harus menginap di sini." gumamnya dalam hati.Erlan tetap menjaga kesadarannya, dia pun menuju ke meja resepsionis, dan memesan satu kamar untuknya.Erlan berencana untuk bermalam di Pub itu dengan memesan salah satu kamar termewah. Dia ingin berendam air hangat satu malam ini di dalam bathtub.Erlan lalu mulai naik lift ke lantai atas tempat di mana kamar yang dia akan tempati berada.Erlan mulai berjalan sempoyongan, obat kuat itu mulai bereaksi di tubuhnya. Namun dengan sekuat tenaga, dia terus menjaga kesadarannya.Disaat Erlan hendak memasukkan kartu akses untuk masuk ke dalam kamar itu. Sayup-sayup dia dapat mendengar teriakan seorang wanita yang hendak minta tolong."Tolong ... tolong! Siapa pun tolong bantu aku!" ucap seorang wanita, meminta tolong."Hei, diam kamu! Jangan sampai kami melakukan kekerasan kepada mu!" seru para pria itu.Ternyata wanita itu adalah Mitha, dia di tempatkan di salah satu kamar di Pub itu."Apa yang akan kalian lakukan kepada saya, Tuan? Saya anak baru di sini. Saya baru mulai bekerja di tempat ini, malam ini." isaknya, sangat ketakutan."Diam kamu! Kamu itu sudah dijual kepada Bos kami. Jadi tutup mulutmu! Jangan sampai kami yang mencicipimu duluan!" hardik pria itu, tajam."Ti ... tidak! Jangan sentuh saya!" teriak Mitha sambil menangis.Belum lagi, dirinya mulai merasakan hawa panas yanh berasal dari dalam inti tubuhnya."Pa ... panas! Ada apa denganku? Kenapa aku seperti ini?" gumamnya dalam hati.Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d