Share

Chapter 8. Di mana Jung Jisung?

Liu membuka matanya dengan sangat berat, matanya kembali merapat saat cahaya menyilaukan menimpa retinanya. Cahaya dari matahari pagi yang menerobos masuk lewat sela-sela tirai di jendela kaca.

“Dimana?” gumamnya pelan.

“Di ruang perawatan rumah sakit, syukurlah sudah sadar,” sahut bayangan seorang laki-laki yang duduk di sofa di samping ranjang.

Lelaki itu langsung mendekat ke arah Liu lalu mengecek infusnya.

“Sekretaris Choi?” gumam Liu lagi usai pandangannya yang semula kabur menjadi semakin jelas.

“Iya, saya diperintahkan untuk menemani anda sampai anda pulih,” balasnya.

Alis Liu langsung mengkerut, ia kemudian berusaha untuk bangkit dan duduk, meskipun dengan bantuan Sekretaris Choi.

“Perintah? Siapa yang memerintahkan?” tanya Liu yang sebetulnya sudah tahu jawaban dari pertanyaannya.

“Siapa lagi? Tuan saya hanya satu, Tuan Jung Jisung,” jawab Sekretaris Choi singkat.

Liu hanya membuang nafas beratnya karena pusing, pikirannya masih kalut dengan semua yang terjadi seharian kemarin.

“Anda mengalami kram usus cukup parah, lambung anda juga terluka karena pola makan yang berantakan. Anda bisa beristirahat satu hari di sini, semua ijin anda di pengadilan sudah saya urus, Nyonya,” jelas Sekretaris Choi.

Perempuan yang diajak bicara hanya larut dalam lamunannya, ia terlihat tidak begitu peduli dengan penjelasan tentang kondisi kesehatannya. Dan untuk kesekian kalinya, Liu hanya bisa menganga mendengar Jung Jisung menggunakan kuasanya.

“Dia bahkan bisa membuatku libur seharian penuh? Sebesar itukah kuasnaya sampai bisa menyentuh pengadilan hanya untuk membuatku libur? Seorang pengacara public sepertiku?” racaunya dalam hati.

Otaknya memutar kenangan saat ia harus membayar denda hampir seperempat gajinya hanya karena tidak masuk kerja karena ibunya tiba-tiba pingsan beberapa bulan yang lalu.  

“Ah, ibu? Bagaimana dengan ibuku?” tanya Liu dengan nada sedikit panik saat mulai teringat dengan ibunya.

“Beliau berhasil melewati masa kritisnya, ia baik-baik saja.”

Liu menghembuskan nafas panjang beratnya lagi, kali ini karena merasa lega.

“Aku ingin bertemu ibu, aku mohon,” pinta Liu kemudian.

“Maaf, saya diperintahkan untuk melarang anda pergi kemanapun sampai anda pulih. Lagi pula, ibu anda sudah stabil dan dalam pengawasan penuh dokter, Nyonya,” balas Sekretaris Choi panjang lebar.

Liu masih belum terbiasa dengan panggilan Nyonya yang ditujukan untuknya, apalagi Sekretaris Choi tentu lebih tua darinya.

“Siapa yang memerintahkan? Ah, Jung Jisung lagi? Jahat sekali, melarangku bertemu ibu,”

“Aku mohon, ijinkan aku, ya? Ya?” rengek Liu sambil menarik-narik kemeja laki-laki di depannya itu.

“Maaf, Nyonya. Saya hanya melaksanakan perintah,” tampik Sekretaris Choi.

Untuk yang ketiga kalinya, Liu menghela nafas lagi, kali ini karena kesal.

“Kenapa laki-laki sialan itu mengukungku? Dia bahkan belum jadi suamiku, apa haknya?” protes Liu yang kembali merebahkan diri di kasurnya.

Hal itu pun menarik perhatian Sekretaris Choi, “Tuan Jung Jisung melakukan ini demi kebaikan anda, Nyonya.”

“Kebaikan apanya? Dia tidak dirugikan meskipun aku mati sekalipun,” ketus Liu.

Hening selama beberapa saat, namun Sekretaris Choi terdengar mengambil nafas cukup panjang, seakan hendak mengatakan sesuatu yang panjang lebar.

“Usai menandatangani kontrak kemarin, seharusnya Tuan Jung Jisung beristirahat di Rose Palace, rumah yang kemarin anda datangi. Tapi beliau bahkan ikut mengantarkan anda sampai ke rumah,”

“Selesai mengantar anda, ia meminta untuk kembali ke Rose Palace untuk bermalam di sana. Tapi begitu sampai di Rose Palace, rumah sakit tiba-tiba mengabari kalau ibu anda kritis. Dan tebak apa yang Tuan Jung Jisung lakukan? Ya, beliau memaksa untuk segera diantarkan ke sini,”

Penjelasan Sekretaris Choi agaknya sukses membuat pertahanan Liu runtuh, ia kini merasa sedikit bersalah, tapi sedikit saja.

“Jadi, itu salahku?” tanya Liu dengan nada menyedihkan.

“Tidak, Nyonya, bukan itu maksud saya. Saya hanya tidak ingin anda terus-terusan menyalahkan Tuan Jung Jisung. Karena saya bahkan baru pertama kali melihatnya seperti ini.”

Jawaban dari Sekretaris Choi membuat Liu mengerutkan kening, merasa ada yang janggal dari kalimat lelaki itu.

“Maksudnya?” tanya Liu kemudian.

“Melihat Tuan Jung Jisung turun dari mobil tengah malam untuk orang lain, melihat Tuan Jung Jisung dengan sukarela mengantarkan pulang orang lain, melihat Tuan Jung Jisung berlari panik untuk orang lain, semua itu pertama kalinya untuk saya,” terang Sekretaris Choi.

“Dan ia berlari untuk anda, Nyonya,” imbuhnya.

Kini rasa bersalah Liu tergantikan dengan rasa penasaran yang kian memuncak. Ia tak paham dengan bagaimana hidup Jung Jisung berjalan. Ia baru sadar, bahwa Jung Jisung tahu segalanya tentangnya, sedangkan ia hampir tak mengetahui apapun tentang calon suaminya itu.

“Jung Jisung, memangnya dia orang yang seperti apa?” tanya Liu disela pening yang merambat di kepalanya.

“Saya tidak bisa menjawabnya, saya hanya bisa bersaksi kalau beliau adalah orang yang baik dan bertanggungjawab, sudah,” pungkas Sekretaris Choi.

“Sekarang dia di mana?” tanya Liu kemudian.

Namun raut wajah Sekretaris Choi tiba-tiba berubah, dari yang serius menjadi sedikit kebingungan dan mengedarkan bola matanya ke segala arah untuk beberapa saat.

“Mmm… sedang mengurus sesuatu,” jawab sang Sekretaris.

Liu pun mengendus kebohongan dari kalimat canggung yang dilontarkan Sekretaris Choi barusan. Bagaimanapun juga, ia adalah seorang pengacara yang cukup pandai mendeteksi kebohongan kliennya.

“Jujur saja, Sekretaris Choi. Aku tahu kau berbohong,” tuntut Liu.

“Tidak, Nyonya. Tuan Jung Jisung pulang ke Rose Palace,” balas Sekretaris Choi lagi.

Kini otak Liu mulai beroverthinking lagi. Ia mulai membuat scenario yang tidak-tidak di benaknya.

“Ah, dia pasti bertemu dengan pacarnya, kan? Iya, kan?” tuduh Liu, membuat Sekretaris Choi melebarkan matanya.

“Tidak, Nyonya. Tuan Jung Jisung pulang ke Rose Pal-“ Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, ponsel di sakunya bordering.

“Saya permisi sebentar, Nyonya. Makanan anda sudah siap di meja, mohon habiskanlah, ini perintah,” pamit Sekretaris Choi usai melihat nama di layar ponselnya. Ia pun segera meninggalkan ruangan VIP itu dengan cukup tergesa, meninggalkan Liu yang masih terpaku dengan kebingungan.

“Katanya diperintahkan untuk menungguku sampai pulih, kenapa sekarang meninggalkanku sendiri?” sungut Liu selepas Seketaris Choi pergi.

Liu kini menurut, ditariknya meja portable berisi nampan makanan di atasnya mendekat ke ranjang. Ada beberapa jenis makanan di sana, bubur, daging yang dicacah lembut, dan sup hangat yang entah kenapa tak membuat selera makannya bangkit.

Setelah mencicipi, ia pun berhenti di suapan yang ketiga dan menyelesaikan makannya, tak menuruti perintah dari Sekretaris Choi.

“Tunggu. Apa ini berarti aku bisa berjalan-jalan ke depan? Atau bahkan mengunjungi ibu?”

Bola mata Liu membulat, senyum miring tercetak di bibirnya. Ia pun berusaha berdiri dan berjalan, masih dengan memegangi perutnya yang sedikit perih. Ia pun mendorong infusnya sendiri dan keluar dari kamarnya.

Kamarnya terletak di tengah-tengah, ia tak tahu harus berjalan ke kanan atau ke kiri. Lorong itu sangat panjang dan tentu saja sangat sepi karena berada di lingkup VIP. Ia pun memutuskan untuk berjalan pelan kea rah kanan, di mana ia lihat ada papan informasi di ujung lorong.

Sampai tiba-tiba, seorang perawat keluar dari sebuah kamar, yang terletak di samping kamar tempat Liu dirawat.

“Ah sialan,” gumam Liu yang belum sempat memalingkan wajahnya.

Namun di luar dugaan, perawat itu tak memedulikan keberadaannya dan justru berjalan tergesa meninggalkannya.

Atensi Liu kemudian dialihkan saat matanya menangkap sosok yang berada di dalam ruangan tempat si perawat barusan keluar. Pintu itu terbuka sedikit, tapi cukup untuk membuat Liu melihat siapa yang ada di dalamnya.

“Sekretaris Choi?” lirihnya saat menangkap postur si sekretaris yang berdiri di samping ranjang.

Mata Liu memicing untuk memastikan sosok yang berbaring di atas ranjang itu, seakan tak bisa dipercaya.

“Jung Jisung?”

----

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status