Share

BAB 6. GENGGAMAN TANGAN SANG CEO

"kalau pakai lipstik yang benar, Arsyila," bisik Mahardika membuat Arsyila malu. Arsyila menutup mulutnya yang menganga karena kaget.

"Segera masuk ke toilet atau biar saya yang membersihkannya?" ucap Mahardika membuat Arsyila ketakutan.

"Ti-dak, sa-ya bisa sendiri," jawab Arsyila sembari berlari meninggalkan Mahardika. Mahardika yang melihat sikap lucu Arsyila hanya bisa tersenyum sendiri.

'Sepertinya kamu akan jadi penghiburku setiap hari, Arsyila,' gumam Mahardika sembari menggelengkan kepalanya sendiri merasa lucu.

Tak lama kemudian Arsyila keluar dengan penampilannya yang terlihat sangat rapi.

"Kenapa ngelihatin Arsyila seperti itu, M-as?" tanya Arsyila gugup. Arsyila juga terlihat memepet tembok agar dirinya tidak kelihatan salah tingkah.

"Ayo berangkat!" ajak Mahardika membuat hati Arsyila lega. Arsyila pikir akan ada drama lagi yang akan membuat dirinya semakin malu.

"Sebentar, mas, tas mas ketinggalan," kata Ara yang ingin mengambilkan tas Mahardika, tetapi di cegah olehnya.

"Kita hanya sarapan, setelah itu kembali lagi. Bawakan ini saja," ucap Mahardika sembari menyerahkan hand bag miliknya kepada Arsyila.

Arsyila hanya menarik napasnya dengan panjang karena memang dirinya belum memahami betul siapa CEOnya ini.

"Baik, mas," jawab Arsyila singkat. Arsyila hanya mengikuti langkah Mahardika dari belakang. Dia tidak menyangka jika takdir hidupnya akan seperti ini.

"Jalan di samping saya saja, jangan di belakang saya!" perintah Mahardika yang tiba-tiba berhenti secara mendadak. Arsyila terlihat tersenyum canggung ke arah Mahardika yang terlihat dingin kepada Arsyila.

'Ini orang kenapa bisa begini, terkadang manis, terkadang cuek dan dingin, terkadang menjadi sosok yang bijaksana, huh, menyebalkan sekali,' batin Arsyila yang akhirnya mengikuti perintah Mahardika.

****

Mahardika mengajak Arsyila sarapan di sebuah restoran yang tak jauh dari kantor. Arsyila sendiri di buat takjub oleh tempat ini, bahkan berpikir hanya untuk sarapan saja CEOnya ini harus memilih tempat semewah ini.

"Mulai dari sekarang, kamu harus tahu makanan apa yang aku suka dan tidak aku suka," kata Mahardika sembari menatap tajam ke arah Arsyila. Arsyila hanya melirik singkat ke arah Mahardika, lalu menganggukkan kepalanya.

Sejenak Arsyila membaca menu yang tertera pada data menu, tetapi anehnya Arsyila susah memahami nama makanan dan seperti apa wujudnya. Arsyila hanya bisa memahaminya dari gambarnya.

"Sup iga sama sama udang manis," kata Mahardika mengagetkan Arsyila. Arsyila sendiri terlihat mengukur tengkuknya yang tidak gatal.

"Maaf, pak, apa yang anda maksud ini?" tanya Arsyila sembari menunjuk ke sebuah gambar menu kepada Mahardika. Mahardika tersenyum dan mengangguk, membuat Arsyila langsung paham.

"Jangan lupa kamu juga harus pesan makanan." Mahardika mengingatkan Arsyila agar juga ikut makan.

"Tidak, Tuan, saya sudah kenyang," jawab Arsyila merasa tidak enak hati.

"Kita sedang berdua," jawab Mahardika dengan wajah berubah dingin. Arsyila yang paham merubah kalimatnya kembali.

"Tidak, Mas. Arsyila sudah makan," kata Arsyila sembari tersenyum.

"Pesan!" Paksa Mahardika yang akhirnya Arsyila turuti.

Arsyila hanya memesan nasi goreng spesial dengan minuman es teh membuat Mahardika terkejut.

"Tidak ingin menu lain? Banyak pilihan yang lebih enak. Sarapan tak harus nasi goreng terus," kata Mahardika saat melihat menu yang di tulis Arsyila.

"Aku suka nasi goreng," jawab Arsyila singkat dan hal itu membuat Mahardika tersenyum.

Bersamaan dengan itu seorang gadis cantik berpakaian seksi menghampiri Mahardika. Wanita itu terlihat stylish dan bisa di bilang cocok sebagai orang kaya.

"Hai, Dika! Kamu di sini juga?" tanya wanita itu yang langsung duduk di samping Mahardika dan memepetnya.

Mahardika hanya diam dan terlihat memberi jarak.

"Apa kamu tidak kangen sama aku, Dik? Dulu kamu sangat perhatian sama aku," kata wanita itu terlihat mencoba mendekati Mahardika. Arsyila hanya bisa melirik sekilas ke arah Mahardika yang terlihat cuek.

"Kita pergi dari sini," ajak Mahardika sembari menarik tangan Arsyila membuat Arsyila sangat kaget. Arsyila lagi-lagi hanya bisa mengikuti kemauan Mahardika.

"Dika! Ingat! Kamu pernah melakukan sesuatu kepadaku," teriak gadis itu dengan napas yang menahan amarahnya.

Mahardika menghentikan langkahnya, lalu berjalan ke arah gadis itu dengan posisi masih memegang erat tangan Arsyila.

"Lebih tepatnya karena kamu menjebak saya dan saya tidak pernah melakukan apapun itu terhadap dirimu, Gempita!" Ucap Mahardika penuh penekanan.

Gempita terlihat begitu marah, bahkan sejak tadi Gempita selalu melirik ke arah tangan Mahardika yang memegangi tangan Arsyila.

"Satu lagi, jangan pernah lagi mendekati saya, apapun cara kamu, saya tidak akan mau dengan kamu," ucap Mahardika membuat Gempita tidak bisa menahan amarahnya.

Tiba-tiba saja Gempita menarik tangan Arsyila, lalu menamparnya dengan keras.

"PLAK!" satu tamparan berhasil Gempita layangkan ke pipi Arsyila, membuat Arsyila kesakitan dan Mahardika marah besar.

"Apa yang kamu lakukan?" bentak Mahardika membuat Gempita bergetar tubuhnya merasa takut.

Gempita sendiri shock dengan sikapnya sendiri yang dengan mudahnya menampar seseorang karena cemburu.

Arsyila hanya memejamkan matanya menahan perih pada pipinya.

"Karena dia kamu jadi tega seperti ini sama aku." Gempita terlihat tak mau kalah kasarnya.

"Apa hak kamu berkata seperti itu?" gertak Mahardika naik pitam.

"Seharusnya aku yang jadi pacar kamu karena kamu telah menodai aku," jawab Gempita dengan wajahnya yang memerah.

"Sata permisi dulu, selesaikan dulu masalah kalian," dengan beraninya Arsyila berkata demikian. Dia sangat lelah, bahkan kepalanya terasa pusing mendengar perdebatan Mahardika dan Gempita.

"Tetaplah di sini!" ucap Mahardika lembut sembari menggenggam lagi tangan Arsyila.

"Asal kamu tahu, aku tidak pernah menodai kamu dan itu hanya sandiwara dari kamu," gertak Mahardika." Jika kamu berani berkata seperti itu lagi dan berani menyakiti calon istriku, kamu akan berurusan denganku, tidak hanya kamu yang hancur tetapi juga keluargamu!" ancam Mahardika membuat Arsyila terkejut.

Gempita terlihat diam. Dia sangat marah, tetapi mencoba mengontrolnya.

"Satu lagi, berani macam-macam, persoalan kamu yang melakukan kekerasan terhadap calon istri saya akan saya bawa ke ranah hukum." Arsyila semakin pusing mendengar ucapan Mahardika yang selalu menyampaikan jika dirinya calon istri untuk sang CEO.

Gempita hanya diam, tetapi diamnya masih menaruh rasa ambisi. Dia sendiri yang akan berusaha mendapatkan Mahardika apapun itu caranya.

Mahardika tak peduli dengan Gempita. Dia pergi sembari menggenggam mesrah tangan Arsyila.

"Maaf," ucap Arsyila sembari memaksa melepaskan genggaman tangan Mahardika.

"Apakah sakit?" tanya Mahardika berubah sendu wajah tampannya.

Tanpa sadar Arsyila menganggukkan kepalanya. Dia memang merasakan perih pada pipi Arsyila karena tamparan yang Gempita lakukan sangatlah keras.

"Dia teman kuliah aku dan kebetulan anak dari rekan bisnis ayah. Keluarga mereka sangat ambisius untuk menjodohkan aku dengan dia, hingga sebuah insiden terjadi dengan kita. Aku hampir saja masuk dalam perangkapnya saat dia menjebakku dengan memberikan obat tidur pada minumanku. Untungnya saja, Fahri datang tepat waktu, sehingga dia gagal melakukannya terhadap aku," kata Mahardika membuat Arsyila paham.

Arsyila sendiri tidak menyangka jika Mahardika akan dengan mudah menceritakan kehidupannya.

"Apakah kamu bisa masak sup iga?" tanya Mahardika yang sepertinya sudah malas untuk makan di luar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status