"kalau pakai lipstik yang benar, Arsyila," bisik Mahardika membuat Arsyila malu. Arsyila menutup mulutnya yang menganga karena kaget.
"Segera masuk ke toilet atau biar saya yang membersihkannya?" ucap Mahardika membuat Arsyila ketakutan."Ti-dak, sa-ya bisa sendiri," jawab Arsyila sembari berlari meninggalkan Mahardika. Mahardika yang melihat sikap lucu Arsyila hanya bisa tersenyum sendiri.'Sepertinya kamu akan jadi penghiburku setiap hari, Arsyila,' gumam Mahardika sembari menggelengkan kepalanya sendiri merasa lucu.Tak lama kemudian Arsyila keluar dengan penampilannya yang terlihat sangat rapi."Kenapa ngelihatin Arsyila seperti itu, M-as?" tanya Arsyila gugup. Arsyila juga terlihat memepet tembok agar dirinya tidak kelihatan salah tingkah."Ayo berangkat!" ajak Mahardika membuat hati Arsyila lega. Arsyila pikir akan ada drama lagi yang akan membuat dirinya semakin malu."Sebentar, mas, tas mas ketinggalan," kata Ara yang ingin mengambilkan tas Mahardika, tetapi di cegah olehnya."Kita hanya sarapan, setelah itu kembali lagi. Bawakan ini saja," ucap Mahardika sembari menyerahkan hand bag miliknya kepada Arsyila.Arsyila hanya menarik napasnya dengan panjang karena memang dirinya belum memahami betul siapa CEOnya ini."Baik, mas," jawab Arsyila singkat. Arsyila hanya mengikuti langkah Mahardika dari belakang. Dia tidak menyangka jika takdir hidupnya akan seperti ini."Jalan di samping saya saja, jangan di belakang saya!" perintah Mahardika yang tiba-tiba berhenti secara mendadak. Arsyila terlihat tersenyum canggung ke arah Mahardika yang terlihat dingin kepada Arsyila.'Ini orang kenapa bisa begini, terkadang manis, terkadang cuek dan dingin, terkadang menjadi sosok yang bijaksana, huh, menyebalkan sekali,' batin Arsyila yang akhirnya mengikuti perintah Mahardika.****Mahardika mengajak Arsyila sarapan di sebuah restoran yang tak jauh dari kantor. Arsyila sendiri di buat takjub oleh tempat ini, bahkan berpikir hanya untuk sarapan saja CEOnya ini harus memilih tempat semewah ini."Mulai dari sekarang, kamu harus tahu makanan apa yang aku suka dan tidak aku suka," kata Mahardika sembari menatap tajam ke arah Arsyila. Arsyila hanya melirik singkat ke arah Mahardika, lalu menganggukkan kepalanya.Sejenak Arsyila membaca menu yang tertera pada data menu, tetapi anehnya Arsyila susah memahami nama makanan dan seperti apa wujudnya. Arsyila hanya bisa memahaminya dari gambarnya."Sup iga sama sama udang manis," kata Mahardika mengagetkan Arsyila. Arsyila sendiri terlihat mengukur tengkuknya yang tidak gatal."Maaf, pak, apa yang anda maksud ini?" tanya Arsyila sembari menunjuk ke sebuah gambar menu kepada Mahardika. Mahardika tersenyum dan mengangguk, membuat Arsyila langsung paham."Jangan lupa kamu juga harus pesan makanan." Mahardika mengingatkan Arsyila agar juga ikut makan."Tidak, Tuan, saya sudah kenyang," jawab Arsyila merasa tidak enak hati."Kita sedang berdua," jawab Mahardika dengan wajah berubah dingin. Arsyila yang paham merubah kalimatnya kembali."Tidak, Mas. Arsyila sudah makan," kata Arsyila sembari tersenyum."Pesan!" Paksa Mahardika yang akhirnya Arsyila turuti.Arsyila hanya memesan nasi goreng spesial dengan minuman es teh membuat Mahardika terkejut."Tidak ingin menu lain? Banyak pilihan yang lebih enak. Sarapan tak harus nasi goreng terus," kata Mahardika saat melihat menu yang di tulis Arsyila."Aku suka nasi goreng," jawab Arsyila singkat dan hal itu membuat Mahardika tersenyum.Bersamaan dengan itu seorang gadis cantik berpakaian seksi menghampiri Mahardika. Wanita itu terlihat stylish dan bisa di bilang cocok sebagai orang kaya."Hai, Dika! Kamu di sini juga?" tanya wanita itu yang langsung duduk di samping Mahardika dan memepetnya.Mahardika hanya diam dan terlihat memberi jarak."Apa kamu tidak kangen sama aku, Dik? Dulu kamu sangat perhatian sama aku," kata wanita itu terlihat mencoba mendekati Mahardika. Arsyila hanya bisa melirik sekilas ke arah Mahardika yang terlihat cuek."Kita pergi dari sini," ajak Mahardika sembari menarik tangan Arsyila membuat Arsyila sangat kaget. Arsyila lagi-lagi hanya bisa mengikuti kemauan Mahardika."Dika! Ingat! Kamu pernah melakukan sesuatu kepadaku," teriak gadis itu dengan napas yang menahan amarahnya.Mahardika menghentikan langkahnya, lalu berjalan ke arah gadis itu dengan posisi masih memegang erat tangan Arsyila."Lebih tepatnya karena kamu menjebak saya dan saya tidak pernah melakukan apapun itu terhadap dirimu, Gempita!" Ucap Mahardika penuh penekanan.Gempita terlihat begitu marah, bahkan sejak tadi Gempita selalu melirik ke arah tangan Mahardika yang memegangi tangan Arsyila."Satu lagi, jangan pernah lagi mendekati saya, apapun cara kamu, saya tidak akan mau dengan kamu," ucap Mahardika membuat Gempita tidak bisa menahan amarahnya.Tiba-tiba saja Gempita menarik tangan Arsyila, lalu menamparnya dengan keras."PLAK!" satu tamparan berhasil Gempita layangkan ke pipi Arsyila, membuat Arsyila kesakitan dan Mahardika marah besar."Apa yang kamu lakukan?" bentak Mahardika membuat Gempita bergetar tubuhnya merasa takut.Gempita sendiri shock dengan sikapnya sendiri yang dengan mudahnya menampar seseorang karena cemburu.Arsyila hanya memejamkan matanya menahan perih pada pipinya."Karena dia kamu jadi tega seperti ini sama aku." Gempita terlihat tak mau kalah kasarnya."Apa hak kamu berkata seperti itu?" gertak Mahardika naik pitam."Seharusnya aku yang jadi pacar kamu karena kamu telah menodai aku," jawab Gempita dengan wajahnya yang memerah."Sata permisi dulu, selesaikan dulu masalah kalian," dengan beraninya Arsyila berkata demikian. Dia sangat lelah, bahkan kepalanya terasa pusing mendengar perdebatan Mahardika dan Gempita."Tetaplah di sini!" ucap Mahardika lembut sembari menggenggam lagi tangan Arsyila."Asal kamu tahu, aku tidak pernah menodai kamu dan itu hanya sandiwara dari kamu," gertak Mahardika." Jika kamu berani berkata seperti itu lagi dan berani menyakiti calon istriku, kamu akan berurusan denganku, tidak hanya kamu yang hancur tetapi juga keluargamu!" ancam Mahardika membuat Arsyila terkejut.Gempita terlihat diam. Dia sangat marah, tetapi mencoba mengontrolnya."Satu lagi, berani macam-macam, persoalan kamu yang melakukan kekerasan terhadap calon istri saya akan saya bawa ke ranah hukum." Arsyila semakin pusing mendengar ucapan Mahardika yang selalu menyampaikan jika dirinya calon istri untuk sang CEO.Gempita hanya diam, tetapi diamnya masih menaruh rasa ambisi. Dia sendiri yang akan berusaha mendapatkan Mahardika apapun itu caranya.Mahardika tak peduli dengan Gempita. Dia pergi sembari menggenggam mesrah tangan Arsyila."Maaf," ucap Arsyila sembari memaksa melepaskan genggaman tangan Mahardika."Apakah sakit?" tanya Mahardika berubah sendu wajah tampannya.Tanpa sadar Arsyila menganggukkan kepalanya. Dia memang merasakan perih pada pipi Arsyila karena tamparan yang Gempita lakukan sangatlah keras."Dia teman kuliah aku dan kebetulan anak dari rekan bisnis ayah. Keluarga mereka sangat ambisius untuk menjodohkan aku dengan dia, hingga sebuah insiden terjadi dengan kita. Aku hampir saja masuk dalam perangkapnya saat dia menjebakku dengan memberikan obat tidur pada minumanku. Untungnya saja, Fahri datang tepat waktu, sehingga dia gagal melakukannya terhadap aku," kata Mahardika membuat Arsyila paham.Arsyila sendiri tidak menyangka jika Mahardika akan dengan mudah menceritakan kehidupannya."Apakah kamu bisa masak sup iga?" tanya Mahardika yang sepertinya sudah malas untuk makan di luar."Bisa," jawab Arsyila membuat Mahardika tersenyum senang."Kita pulang ke apartemen," ucap Mahardika penuh dengan keyakinan. Arsyila hanya diam dan menuruti saja keinginan Mahardika. Bagi Arsyila di sini dia bekerja dan tentu harus menuruti semua keinginan atasannya selagi itu benar.Mahardika terlihat melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk menuju apartemen miliknya yang tak jauh dari kantornya. Sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu membeli beberapa bahan untuk membuat sup iga."Apakah semua ini sudah cukup?" tanya Mahardika terlihat berpikir."Sudah, Pak," jawab Arsyila sembari tersenyum."Baiklah." Mahardika terlihat begitu semangat.Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di apartemen milik Mahardika. Arsyila terlihat canggung karena harus berduaan di dalam sebuah rumah."Masuklah! Tenang saja, semua akan baik-baik saja," kata Mahardika meyakinkan Arsyila. Arsyila tersenyum dan perlahan masuk ke dalam apartemen.Jika biasanya Mahardika akan bersikap cuek kepada bawahannya
Mahardika sudah selesai sarapan yang cukup kesiangan. Berbagai drama telah terjadi hari ini dan hal itu membuat Mahardika ingin sejenak menenangkan diri."Jadwal saya selanjutnya apa Arsyila?" tanya Mahardika terlihat lelah.Arsyila masih bingung melihat jadwal yang ada pada ponsel miliknya yang sudah di kirim oleh sekretaris pribadi Mahardika.'Huh, kenapa harus saya sih? Padahal memiliki sekretaris pribadi, kalau begini kan aku terlihat bodohnya karena tidak lincah dalam mengatur jadwal,' batin Arsyila menahan kekesalannya."Bapak, hmm, maksudnya Mas ada pertemuan dengan PT. Mustika Putri untuk membicarakan bisnis fashion."Apa? Kapan mereka melakukan jadwal dengan kita? Kenapa tanpa sepengetahuan saya?" protes Mahardika terlihat tidak suka."Saya tidak tahu, mas," jawab Arsyila kaget karena Mahardika cukup keras dalam mengucapkannya.Mahardika segera menelepon seseorang . Dia tidak ingin berurusan dengan PT. Mustika Putri karena itu milik Gempita."Apa? Kenapa bisa begitu?Siapa yan
Mahardika telah menceritakan semuanya kepada Handoko. Dirinya semakin yakin untuk menjalankan ide dari Arsyila karena Handoko menyetujuinya.Selain bekerja di bidang property perusahaan Handoko memiliki usaha baru di bidang fashion yang baru saja beberapa tahun Mahardika dirikan.Niat awal memang usaha fashion milik Mahardika ini akan diberikan kepada istrinya kelak, tetapi sebelumnya Mahardika meminta bantuan Amira selaku adek perempuannya yang tentu jauh lebih paham persoalan fashion.Kini Arsyila di panggil pribadi oleh Handoko. Hanya ada Mahardika dan Arsyila."Bagaimana tanggapan PT Mustika Putri saat kamu tidak datang, Dika?" tanya Handoko ingin tahu terlebih dahulu persoalan kerja sama."Mereka sangat marah, mereka menuduh telah mempermainkan perusahaannya dan mereka mengancam akan menjatuhkan perusahaan kita.Handoko nampak menarik napasnya dengan kasar. Dia sendiri bingung dengan persoalan ini. Ini memang sebuah kecerobohan yang harus segera di atasi."Baik, kita harus cepat
Mahardika sangat menyukai gaya Arsyila yang demikian. Selain suka tantangan, Arsyila sebenarnya memiliki ide yang cemerlang."Apa yang kamu minta akan aku kasih," jawab Mahardika begitu mudah."Serius? Jika aku minta panti asuhan di bangun lebih besar dan layak?" Kata Arsyila yang sudah mulai tidak canggung dengan Mahardika, bahkan antara Mahardika dan Arsyila sudah menggunakan aku dan kamu sebagai bahasanya."Mudah saja bagiku," jawab Mahardika menyombongkan diri. Tentu hal itu semakin membuat Arsyila semangat karena baru itu impiannya saat ini.Handoko yang melihat sikap natural Arsyila dan Mahardika hanya bisa tersenyum. Dia hanya bisa berharap agar Mahardika dan Arsyila cepat bersatu tanpa ada paksaan."Dan satu lagi?" ucap Arsyila membuat Mahardika mengernyitkan keningnya."Apa?" Mahardika nampak serius memperhatikan Arsyila. Dia sudah tidak sabar untuk menunggu permintaan Arsyila selanjutnya."Aku ingin tetap kuliah," kata Arsyila yang takut jika profesinya ke depan akan mempe
Mahardika dan Arsyila makan berdua di sebuah restoran berkelas, bahkan Mahardika memesan ruang privasi untuk mereka berdua.Mahardika mengusap saus sambal pada sudut bibir Arsyila, sejenak pandangan mereka saling bertemu dan mengunci."Hmm, ma-makasih, Mas," kata Arsyila nampak gugup. Mahardika segera melepas tangannya, lalu memakan makanannya lagi. Mahardika terlihat salah tingkah."Hmm, mau nambah lagi?" tanya Mahardika membuka obrolannya. Sejak datang mereka hanya diam dan menikmati hidangan. "Iya, aku pingin makan es kelapa muda, Mas," kata Arsyila terdengar manja."Ok, boleh," jawab Mahardika sembari memanggil pelayan untuk memesankan es kelapa muda keinginan Arsyila.Sejenak Mahardika melihat ke arah Arsyila yang masih menikmati manisan mangga muda. Mahardika tersenyum sendiri.'Apakah aku mulai jatuh cinta kepadamu, Arsyila. Aku merasa nyaman setiap bersama kamu. Merasa kamu menghadirkan canda dan selalu membuatku terhibur,' batin Mahardika."Mas! Mas Dika!" Ucap Arsyila semba
Arsyila dan Mahardika menoleh ke arah belakang. Ternyata suara Amira yang mencegah langkahnya. Amira menatap Mahardika dan Arsyila dengan intens. Pandangan Amira terlihat tidak bersahabat ke arah Arsyila, walaupun pada akhirnya dia bersikap ramah, lebih tepatnya hanya akting belaka."Dari mana Mas?" tanya Amira tak ada sopan santunnya."Enggak perlu tahu juga kamu kita dari mana," jawab Mahardika yang sebenarnya masih merasa emosi dengan Amira.Amira hanya bisa menyaksikan interaksi antara kakak dan adik di depannya. Terlihat Amira yang jengkel dengan sikap dingin Mahardika."Kenapa sama Arsyila?" tanya Amira lagi. Diapun melihat ke arah Arsyila dengan tatapan sinisnya."Dia sama saya, memangnya sama siapa lagi." Amira semakin kehilangan kesabarannya.Amira mendekat ke arah Arsyila, lalu memegang lengan tangan Arsyila."Jangan coba-coba merayu kakakku, jangan kamu manfaatin kebaikan kakakku untuk kamu kuras hartanya," ucap Amira penuh penekanan. Arsyila hanya diam. Dia sudah biasa den
"Tidak, aku tidak takut hujan lebat, aku juga tidak takut petir, aku lebih takut saat berdua dengan kekasih orang." Arsyila langsung mengambil tasnya dengan kasar. Dia segera bangkit dan terburu-buru ingin pergi."Tunggu!"cegah Mahardika membuat Arsyila menoleh ke arah Mahardika."Apa kamu cemburu?" tanya Mahardika begitu merasa senang jika benar adanya Arsyila cemburu."Kenapa musti cemburu? Tidak penting," kata Arsyila sembari membelakangi Mahardika."Tetaplah di sini, hujan di luar sangatlah lebat. Aku yakin kamu tidak akan baik-baik saja kalau pulang sekarang," cegah Mahardika yang tidak mau terus terang akan gadis yang dia maksud sebagai calon istri."Aku tidak mau di kira merebut kekasih orang," bantah Arsyila terlihat emosi.Mahardika menatap lekat wajah Arsyila. Arsyila memundurkan tubuhnya saat Mahardika semakin mendekat."Tolong jangan seperti ini." Terlihat sekali Arsyila yang ketakutan. Mahardika tak peduli dengan ucapan Arsyila. Dia masih menatap lekat wajah Arsyila, bahk
"Saya bersedia menikahi Arsyila dan saya mengizinkan dia menyelesaikan kuliahnya bahkan tak akan melarangnya melakukan apapun itu asal baik dan benar," kata Mahardika begitu tegas. Arsyila hanya menatap Mahardika penuh dengan wajah lesunya."Bapak enggak bisa menyelamatkan saya? Saya masih kecil lo, Pak," elak Arsyila agar Mahardika menunda pernikahannya."20 tahun tentu sudah di perbolehkan untuk menikah dan kamu tidak bisa menolaknya lagi," kata Mahardika tentu tak akan membiarkan Arsyila menghambat pernikahannya."Menurut Bapak, lebih cepat lebih baik, Nak."Selagi Handoko yang berkata tentu Arsyila tak bisa membantahnya.Arsyila menunduk, dirinya juga bingung mau berkata apa lagi."Kami tidak melakukan apa-apa tadi, Pak. Itu sebuah insiden tanpa adanya unsur kesengajaan," elak Arsyila yang tentu ditanggapi Mahardika dan Handoko dengan santai. Handoko sendiri tersenyum saat mengetahui Mahardika merencanakan sesuatu."Aww, kenapa kepalaku jadi pusing seperti ini?" Gumam Mahardika yan