Share

BAB 5. TERPESONA

Arsyila akhirnya memutuskan untuk bekerja kembali. Hal ini Arsyila lakukan agar terhindar ancaman dari pihak perusahaan. Sungguh Arsyila merasa lelah dihadapi dengan persoalan demikian.

Seperti biasanya, pagi sekali Arsyila sudah berada di kantor. Dia bertugas untuk mengepel dan membersihkan semua ruangan yang ada di lantai empat. Tempat dimana jajaran terpenting dalam perusahaan ini berada di lantai tersebut.

Semua ruangan sudah dibersihkan, termasuk ruangan pak Handoko, pemilik perusahaan.

Hanya saja ada satu ruangan yang tidak bisa dibersihkan dan dikunci membuat Arsyila harus bersabar karena dia tidak akan bisa santai sebelum semua ruangan bersih.

'Huh, kenapa musti di kunci? Dan kenapa dari banyak kunci cadangan tidak ada satupun yang cocok,' gerutu Arsyila yang masih berusaha membuka pintu ruangan yang terdapat tulisan ruang CEO ini.

Tiba-tiba ada tangan yang menggeser tangan Arsyila, lalu memasukan kunci dan membuka pintunya. Kemudian Arsyila menoleh ke belakang.

"Tuan," dengan segera Arsyila menunduk, merasa takut karena yang membuka pintu tak lain Mahardika, seorang CEO di perusahaannya.

"Silakan masuk!" perintah Mahardika dengan sopan.

"Maaf, Tuan, sepertinya ruangan ini sangatlah privasi. Saya tidak mau sembarangan masuk," kata Arsyila terlihat bingung dengan sendirinya.

"Masuk!" ucap Mahardika penuh penekanan dengan raut wajah dingin.

Arsyila yang sekilas melihatnya merasa takut. Tanpa berkata Arsyila masuk dan mulai mengerjakan pekerjaannya.

"Duduklah!" Perintah Mahardika membuat Arsyila bingung.

"Maaf, Tuan, saya lagi bekerja," bantah Arsyila yang sebenarnya ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan bisa segera pergi.

"Saya minta duduk! Jangan suka membantah!" kali ini Mahardika meminta sapu yang di bawa Arsyila dengan lembut. Dia juga berkata dengan lembut walaupun penuh penekanan.

Dengan ragu Arsyila duduk di karpet lantai dan hal itu membuat Mahardika tercengang.

"Duduklah di sofa!" perintah Mahardika.

Mana tega seorang Mahardika membiarkan gadis yang telah mencuri hatinya untuk duduk di bawah seperti itu. Tentu Dia akan memperlakukannya dengan baik.

"Tidak, Tuan. Di sini saja." Arsyila masih merendah. Sungguh Arsyila tahu posisi, apalagi saat ini sedang berhadapan dengan seorang CEO.

"Jangan panggil Saya Tuan. Panggil saja Mas," kata Mahardika seperti tidak sadar akan posisinya, bahkan dia saat ini terlihat tidak bisa menahan perasaannya. Berbeda dengan Arsyila yang membulatkan matanya merasa terkejut.

"Kenapa?" tanya Mahardika yang sedikit berjongkok dan mengulurkan tangannya hendak membantu Arsyila berdiri.

"Hmm, Maaf, Tuan. Saya bisa berdiri sendiri," jawab Arsyila mengelak.

Mahardika semakin di buat kagum dengan Arsyila, selain dia berhijab, dia juga bisa menjaga kehormatannya.

Arsyila kini duduk di sofa bersampingan dengan Mahardika. Sungguh Arsyila merasa gugup karena berdua berada di ruangan, apalagi laki-laki yang berada di sampingnya tak lain seorang CEO perusahaannya.

"Apa Kamu keberatan berangkat kerja lagi, Arsyila?" tanya Mahardika dengan menyebut namanya. Mahardika juga nampak tersenyum ramah kepada Arsyila. Mahardika hanya ingin membuat Arsyila nyaman bersamanya.

Arsyila tetap menunduk, hanya untuk mengangkat wajahnya saja, Arsyila merasa takut.

"Mulai pagi ini, tugas Kamu khusus membersihkan ruangan saya dan melayani saya," kata Mahardika membuat Arsyila tersentak.

"Apa, Tuan? Maksud Tuan melayani apa?" Arsyila sangat sensitif mendengar pernyataan dari Mahardika. Tentu Arsyila telah membayangkan yang bukan-bukan. Membayangkan seorang bawahan yang dilecehkan oleh pimpinan, membayangkan seorang bos minta pelayanan lebih kepada bawahan. Arsyila sungguh menahan emosi saat mendengar hal itu.

"Maksud Saya, Kamu harus melayani saya untuk membuatkan teh, menyiapkan makan siang atau sarapan pagi saat saya belum sempat sarapan. Kamu juga harus membantu saya saat berbelanja dan tentu Kamu harus ikut saya jika saya bepergian, karena saya butuh orang yang memperhatikan semua itu untuk diriku," kata Mahardika lagi penuh dengan ketegasan. Mahardika sendiri sudah membicarakan hal itu kepada Handoko, ayah Mahardika yang telah menyetujui jika Mahardika menyukai Arsyila dan ini wujud Mahardika melakukan pendekatan kepada Arsyila.

"Tapi, Tuan..." Ucapan Arsyila terjeda karena di bantah oleh Mahardika.

"Tidak ada tapi-tapian dan ingat jangan panggil saya Tuan, tapi panggil dengan sebutan mas. Kamu bisa memanggil saya dengan sebutan Mas Dika." Sungguh Arsyila bingung dengan semua ini. Dia sendiri baru kenal dengan CEO nya dan tiba-tiba di suruh manggil dengan sebutan Mas tentu membuat Arsyila ketakutan.

'Tuhan, apakah Aku akan dijadikan sebagai sugar baby oleh Tuan ini,' batin Arsyila penuh kekhawatiran.

"Saya rasa ruangan ini sudah bersih dan Kamu juga sudah menyiapkan minuman teh hangat untuk saya. Saya rasa saat ini waktunya Kamu menemani saya untuk sarapan pagi," ucap Mahardika yang lagi-lagi membuat Arsyila kaget. Sungguh Arsyila tak menyangka dengan ini semua.

"Tuan, saya hanya seorang office girl dan rasanya tidak pantas jika saya yang menemani Tuan." Mahardika hanya diam mendengar bantahan dari Arsyila. Mahardika hanya ingin tahu seberapa usaha Arsyila ingin membantahnya.

"Saya juga jelek dan saya tentu bau asam karena habis ngepel dan bersih-bersih. Apakah Tuan tidak jijik terhadap saya?" Arsyila memberanikan diri untuk membantah. Arsyila juga tidak mau dengan mudah menjalankan tugas pimpinannya, apalagi tugasnya sangat aneh bagi Arsyila.

"Mana jeleknya? Coba Mas lihat?" kata Mahardika terdengar aneh di telinga Arsyila. Mahardika sendiri tidak membuang kesempatan tepat agar Arsyila melihat ke arahnya dan agar tidak selalu menunduk. Benar saja secara reflek Arsyila menegakkan wajahnya dan melihat penuh wajah Mahardika.

"Cantik," gumam Mahardika yang masih bisa di dengar oleh Arsyila.

"Maaf, Tuan. Saya tidak bisa menjalankan tugas dari Tuan," tolak Arsyila yang langsung menundukkan kepalanya. Dia merasa tidak nyaman dengan cara seperti ini.

"Sekali lagi Kamu memanggil dengan nama Tuan, Kamu harus diberi hukuman," ucap Mahardika penuh penekanan. Arsyila sendiri merinding mendengarnya.

"Jangan!" Arsyila sudah membayangkan hukuman penjara yang akan Mahardika berikan kepada Arsyila.

"Baiklah, kalau begitu jalankan perintah saya dan panggil saya Mas," kata Mahardika sedikit mencondongkan tubuhnya untuk semakin intens menatap wajah Arsyila, sedangkan Arsyila hanya bisa memejamkan matanya dengan dada yang terasa berdebar kencang.

"I-iya, Tuan, eh Mas," ucap Arsyila sedikit terbata, sedangkan Mahardika hanya diam dan masih melihat wajah cantik Arsyila.

"Jangan terlalu mendekat, Mas. Aku tidak nyaman dengan posisi ini," ucap Arsyila sembari memberanikan diri mendorong tubuh Mahardika, bahkan secara tidak sadar Arsyila telah menyebutkan panggilan dirinya dengan kata Aku, tentu hal itu membuat Mahardika merasa senang.

"Gantilah baju dengan baju yang ada di dalam paper bag itu, ikutlah dengan saya," perintah Mahardika sembari mengelus ujung kepala Arsyila dengan lembut, sehingga membuat Arsyila hanya bisa terdiam mematung. Sejenak Arsyila berpikir. Arsyila juga hanya bisa mematuhi perintah dari Mahardika.

"Gantilah di dalam, jangan keluar dari ruangan ini,” perintah Mahardika membuat Arsyila mendengus kesal.

Arsyila sendiri merasa bingung dengan sikap CEO nya, Dia hanya bisa pasrah dan menurutinya. Arsyila mengambil paper bag tersebut dan langsung pergi ke toilet yang berada di ruangan Mahardika.

Sesampainya di dalam toilet, Arsyila berdiri mematung di balik pintu, sesaat Dia mengatur napasnya yang masih memburu tidak karuan. Arsyila sendiri masih mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi dengan CEO nya sehingga bisa bersikap manis seperti itu kepadanya.

Tak lama kemudian Arsyila keluar dari toilet dengan menggunakan baju yang sudah di berikan oleh Mahardika. Rok plisket dengan atasan blazer membuat Arsyila terlihat seperti seorang wanita karir, bahkan jauh dari kata seorang office girl. Mahardika sendiri pintar juga dalam menentukan selera.

Mahardika dibuat terpesona dengan penampilan Arsyila. Dia mendekat ke arah Arsyila hanya dengan jarak sejengkal saja. Perasaan Arsyila sudah tidak karuan.

“Arsyila,” ucap Mahardhika dengan suara beratnya, bahkan hembusan napas Mahardika bisa Arsyila rasakan karena saking dekatnya.

Arsyila hanya diam, dia sendiri merasa bingung dan takut. Mahardika semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Arsyila dan hal itu membuat Arsyila terkesiap saat tangan Mahardika ingin menyentuh pipi Arsyila.

“Jangan!” terdengar suara bergetar dari mulut Arsyila dengan penuh rasa takut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status