Arsyila akhirnya memutuskan untuk bekerja kembali. Hal ini Arsyila lakukan agar terhindar ancaman dari pihak perusahaan. Sungguh Arsyila merasa lelah dihadapi dengan persoalan demikian.
Seperti biasanya, pagi sekali Arsyila sudah berada di kantor. Dia bertugas untuk mengepel dan membersihkan semua ruangan yang ada di lantai empat. Tempat dimana jajaran terpenting dalam perusahaan ini berada di lantai tersebut.Semua ruangan sudah dibersihkan, termasuk ruangan pak Handoko, pemilik perusahaan.Hanya saja ada satu ruangan yang tidak bisa dibersihkan dan dikunci membuat Arsyila harus bersabar karena dia tidak akan bisa santai sebelum semua ruangan bersih.'Huh, kenapa musti di kunci? Dan kenapa dari banyak kunci cadangan tidak ada satupun yang cocok,' gerutu Arsyila yang masih berusaha membuka pintu ruangan yang terdapat tulisan ruang CEO ini.Tiba-tiba ada tangan yang menggeser tangan Arsyila, lalu memasukan kunci dan membuka pintunya. Kemudian Arsyila menoleh ke belakang."Tuan," dengan segera Arsyila menunduk, merasa takut karena yang membuka pintu tak lain Mahardika, seorang CEO di perusahaannya."Silakan masuk!" perintah Mahardika dengan sopan."Maaf, Tuan, sepertinya ruangan ini sangatlah privasi. Saya tidak mau sembarangan masuk," kata Arsyila terlihat bingung dengan sendirinya."Masuk!" ucap Mahardika penuh penekanan dengan raut wajah dingin.Arsyila yang sekilas melihatnya merasa takut. Tanpa berkata Arsyila masuk dan mulai mengerjakan pekerjaannya."Duduklah!" Perintah Mahardika membuat Arsyila bingung."Maaf, Tuan, saya lagi bekerja," bantah Arsyila yang sebenarnya ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan bisa segera pergi."Saya minta duduk! Jangan suka membantah!" kali ini Mahardika meminta sapu yang di bawa Arsyila dengan lembut. Dia juga berkata dengan lembut walaupun penuh penekanan.Dengan ragu Arsyila duduk di karpet lantai dan hal itu membuat Mahardika tercengang."Duduklah di sofa!" perintah Mahardika.Mana tega seorang Mahardika membiarkan gadis yang telah mencuri hatinya untuk duduk di bawah seperti itu. Tentu Dia akan memperlakukannya dengan baik."Tidak, Tuan. Di sini saja." Arsyila masih merendah. Sungguh Arsyila tahu posisi, apalagi saat ini sedang berhadapan dengan seorang CEO."Jangan panggil Saya Tuan. Panggil saja Mas," kata Mahardika seperti tidak sadar akan posisinya, bahkan dia saat ini terlihat tidak bisa menahan perasaannya. Berbeda dengan Arsyila yang membulatkan matanya merasa terkejut."Kenapa?" tanya Mahardika yang sedikit berjongkok dan mengulurkan tangannya hendak membantu Arsyila berdiri."Hmm, Maaf, Tuan. Saya bisa berdiri sendiri," jawab Arsyila mengelak.Mahardika semakin di buat kagum dengan Arsyila, selain dia berhijab, dia juga bisa menjaga kehormatannya.Arsyila kini duduk di sofa bersampingan dengan Mahardika. Sungguh Arsyila merasa gugup karena berdua berada di ruangan, apalagi laki-laki yang berada di sampingnya tak lain seorang CEO perusahaannya."Apa Kamu keberatan berangkat kerja lagi, Arsyila?" tanya Mahardika dengan menyebut namanya. Mahardika juga nampak tersenyum ramah kepada Arsyila. Mahardika hanya ingin membuat Arsyila nyaman bersamanya.Arsyila tetap menunduk, hanya untuk mengangkat wajahnya saja, Arsyila merasa takut."Mulai pagi ini, tugas Kamu khusus membersihkan ruangan saya dan melayani saya," kata Mahardika membuat Arsyila tersentak."Apa, Tuan? Maksud Tuan melayani apa?" Arsyila sangat sensitif mendengar pernyataan dari Mahardika. Tentu Arsyila telah membayangkan yang bukan-bukan. Membayangkan seorang bawahan yang dilecehkan oleh pimpinan, membayangkan seorang bos minta pelayanan lebih kepada bawahan. Arsyila sungguh menahan emosi saat mendengar hal itu."Maksud Saya, Kamu harus melayani saya untuk membuatkan teh, menyiapkan makan siang atau sarapan pagi saat saya belum sempat sarapan. Kamu juga harus membantu saya saat berbelanja dan tentu Kamu harus ikut saya jika saya bepergian, karena saya butuh orang yang memperhatikan semua itu untuk diriku," kata Mahardika lagi penuh dengan ketegasan. Mahardika sendiri sudah membicarakan hal itu kepada Handoko, ayah Mahardika yang telah menyetujui jika Mahardika menyukai Arsyila dan ini wujud Mahardika melakukan pendekatan kepada Arsyila."Tapi, Tuan..." Ucapan Arsyila terjeda karena di bantah oleh Mahardika."Tidak ada tapi-tapian dan ingat jangan panggil saya Tuan, tapi panggil dengan sebutan mas. Kamu bisa memanggil saya dengan sebutan Mas Dika." Sungguh Arsyila bingung dengan semua ini. Dia sendiri baru kenal dengan CEO nya dan tiba-tiba di suruh manggil dengan sebutan Mas tentu membuat Arsyila ketakutan.'Tuhan, apakah Aku akan dijadikan sebagai sugar baby oleh Tuan ini,' batin Arsyila penuh kekhawatiran."Saya rasa ruangan ini sudah bersih dan Kamu juga sudah menyiapkan minuman teh hangat untuk saya. Saya rasa saat ini waktunya Kamu menemani saya untuk sarapan pagi," ucap Mahardika yang lagi-lagi membuat Arsyila kaget. Sungguh Arsyila tak menyangka dengan ini semua."Tuan, saya hanya seorang office girl dan rasanya tidak pantas jika saya yang menemani Tuan." Mahardika hanya diam mendengar bantahan dari Arsyila. Mahardika hanya ingin tahu seberapa usaha Arsyila ingin membantahnya."Saya juga jelek dan saya tentu bau asam karena habis ngepel dan bersih-bersih. Apakah Tuan tidak jijik terhadap saya?" Arsyila memberanikan diri untuk membantah. Arsyila juga tidak mau dengan mudah menjalankan tugas pimpinannya, apalagi tugasnya sangat aneh bagi Arsyila."Mana jeleknya? Coba Mas lihat?" kata Mahardika terdengar aneh di telinga Arsyila. Mahardika sendiri tidak membuang kesempatan tepat agar Arsyila melihat ke arahnya dan agar tidak selalu menunduk. Benar saja secara reflek Arsyila menegakkan wajahnya dan melihat penuh wajah Mahardika."Cantik," gumam Mahardika yang masih bisa di dengar oleh Arsyila."Maaf, Tuan. Saya tidak bisa menjalankan tugas dari Tuan," tolak Arsyila yang langsung menundukkan kepalanya. Dia merasa tidak nyaman dengan cara seperti ini."Sekali lagi Kamu memanggil dengan nama Tuan, Kamu harus diberi hukuman," ucap Mahardika penuh penekanan. Arsyila sendiri merinding mendengarnya."Jangan!" Arsyila sudah membayangkan hukuman penjara yang akan Mahardika berikan kepada Arsyila."Baiklah, kalau begitu jalankan perintah saya dan panggil saya Mas," kata Mahardika sedikit mencondongkan tubuhnya untuk semakin intens menatap wajah Arsyila, sedangkan Arsyila hanya bisa memejamkan matanya dengan dada yang terasa berdebar kencang."I-iya, Tuan, eh Mas," ucap Arsyila sedikit terbata, sedangkan Mahardika hanya diam dan masih melihat wajah cantik Arsyila."Jangan terlalu mendekat, Mas. Aku tidak nyaman dengan posisi ini," ucap Arsyila sembari memberanikan diri mendorong tubuh Mahardika, bahkan secara tidak sadar Arsyila telah menyebutkan panggilan dirinya dengan kata Aku, tentu hal itu membuat Mahardika merasa senang."Gantilah baju dengan baju yang ada di dalam paper bag itu, ikutlah dengan saya," perintah Mahardika sembari mengelus ujung kepala Arsyila dengan lembut, sehingga membuat Arsyila hanya bisa terdiam mematung. Sejenak Arsyila berpikir. Arsyila juga hanya bisa mematuhi perintah dari Mahardika."Gantilah di dalam, jangan keluar dari ruangan ini,” perintah Mahardika membuat Arsyila mendengus kesal.Arsyila sendiri merasa bingung dengan sikap CEO nya, Dia hanya bisa pasrah dan menurutinya. Arsyila mengambil paper bag tersebut dan langsung pergi ke toilet yang berada di ruangan Mahardika.Sesampainya di dalam toilet, Arsyila berdiri mematung di balik pintu, sesaat Dia mengatur napasnya yang masih memburu tidak karuan. Arsyila sendiri masih mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi dengan CEO nya sehingga bisa bersikap manis seperti itu kepadanya.Tak lama kemudian Arsyila keluar dari toilet dengan menggunakan baju yang sudah di berikan oleh Mahardika. Rok plisket dengan atasan blazer membuat Arsyila terlihat seperti seorang wanita karir, bahkan jauh dari kata seorang office girl. Mahardika sendiri pintar juga dalam menentukan selera.Mahardika dibuat terpesona dengan penampilan Arsyila. Dia mendekat ke arah Arsyila hanya dengan jarak sejengkal saja. Perasaan Arsyila sudah tidak karuan.“Arsyila,” ucap Mahardhika dengan suara beratnya, bahkan hembusan napas Mahardika bisa Arsyila rasakan karena saking dekatnya.Arsyila hanya diam, dia sendiri merasa bingung dan takut. Mahardika semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Arsyila dan hal itu membuat Arsyila terkesiap saat tangan Mahardika ingin menyentuh pipi Arsyila.“Jangan!” terdengar suara bergetar dari mulut Arsyila dengan penuh rasa takut."kalau pakai lipstik yang benar, Arsyila," bisik Mahardika membuat Arsyila malu. Arsyila menutup mulutnya yang menganga karena kaget. "Segera masuk ke toilet atau biar saya yang membersihkannya?" ucap Mahardika membuat Arsyila ketakutan."Ti-dak, sa-ya bisa sendiri," jawab Arsyila sembari berlari meninggalkan Mahardika. Mahardika yang melihat sikap lucu Arsyila hanya bisa tersenyum sendiri.'Sepertinya kamu akan jadi penghiburku setiap hari, Arsyila,' gumam Mahardika sembari menggelengkan kepalanya sendiri merasa lucu.Tak lama kemudian Arsyila keluar dengan penampilannya yang terlihat sangat rapi."Kenapa ngelihatin Arsyila seperti itu, M-as?" tanya Arsyila gugup. Arsyila juga terlihat memepet tembok agar dirinya tidak kelihatan salah tingkah."Ayo berangkat!" ajak Mahardika membuat hati Arsyila lega. Arsyila pikir akan ada drama lagi yang akan membuat dirinya semakin malu."Sebentar, mas, tas mas ketinggalan," kata Ara yang ingin mengambilkan tas Mahardika, tetapi di cegah olehnya.
"Bisa," jawab Arsyila membuat Mahardika tersenyum senang."Kita pulang ke apartemen," ucap Mahardika penuh dengan keyakinan. Arsyila hanya diam dan menuruti saja keinginan Mahardika. Bagi Arsyila di sini dia bekerja dan tentu harus menuruti semua keinginan atasannya selagi itu benar.Mahardika terlihat melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk menuju apartemen miliknya yang tak jauh dari kantornya. Sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu membeli beberapa bahan untuk membuat sup iga."Apakah semua ini sudah cukup?" tanya Mahardika terlihat berpikir."Sudah, Pak," jawab Arsyila sembari tersenyum."Baiklah." Mahardika terlihat begitu semangat.Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di apartemen milik Mahardika. Arsyila terlihat canggung karena harus berduaan di dalam sebuah rumah."Masuklah! Tenang saja, semua akan baik-baik saja," kata Mahardika meyakinkan Arsyila. Arsyila tersenyum dan perlahan masuk ke dalam apartemen.Jika biasanya Mahardika akan bersikap cuek kepada bawahannya
Mahardika sudah selesai sarapan yang cukup kesiangan. Berbagai drama telah terjadi hari ini dan hal itu membuat Mahardika ingin sejenak menenangkan diri."Jadwal saya selanjutnya apa Arsyila?" tanya Mahardika terlihat lelah.Arsyila masih bingung melihat jadwal yang ada pada ponsel miliknya yang sudah di kirim oleh sekretaris pribadi Mahardika.'Huh, kenapa harus saya sih? Padahal memiliki sekretaris pribadi, kalau begini kan aku terlihat bodohnya karena tidak lincah dalam mengatur jadwal,' batin Arsyila menahan kekesalannya."Bapak, hmm, maksudnya Mas ada pertemuan dengan PT. Mustika Putri untuk membicarakan bisnis fashion."Apa? Kapan mereka melakukan jadwal dengan kita? Kenapa tanpa sepengetahuan saya?" protes Mahardika terlihat tidak suka."Saya tidak tahu, mas," jawab Arsyila kaget karena Mahardika cukup keras dalam mengucapkannya.Mahardika segera menelepon seseorang . Dia tidak ingin berurusan dengan PT. Mustika Putri karena itu milik Gempita."Apa? Kenapa bisa begitu?Siapa yan
Mahardika telah menceritakan semuanya kepada Handoko. Dirinya semakin yakin untuk menjalankan ide dari Arsyila karena Handoko menyetujuinya.Selain bekerja di bidang property perusahaan Handoko memiliki usaha baru di bidang fashion yang baru saja beberapa tahun Mahardika dirikan.Niat awal memang usaha fashion milik Mahardika ini akan diberikan kepada istrinya kelak, tetapi sebelumnya Mahardika meminta bantuan Amira selaku adek perempuannya yang tentu jauh lebih paham persoalan fashion.Kini Arsyila di panggil pribadi oleh Handoko. Hanya ada Mahardika dan Arsyila."Bagaimana tanggapan PT Mustika Putri saat kamu tidak datang, Dika?" tanya Handoko ingin tahu terlebih dahulu persoalan kerja sama."Mereka sangat marah, mereka menuduh telah mempermainkan perusahaannya dan mereka mengancam akan menjatuhkan perusahaan kita.Handoko nampak menarik napasnya dengan kasar. Dia sendiri bingung dengan persoalan ini. Ini memang sebuah kecerobohan yang harus segera di atasi."Baik, kita harus cepat
Mahardika sangat menyukai gaya Arsyila yang demikian. Selain suka tantangan, Arsyila sebenarnya memiliki ide yang cemerlang."Apa yang kamu minta akan aku kasih," jawab Mahardika begitu mudah."Serius? Jika aku minta panti asuhan di bangun lebih besar dan layak?" Kata Arsyila yang sudah mulai tidak canggung dengan Mahardika, bahkan antara Mahardika dan Arsyila sudah menggunakan aku dan kamu sebagai bahasanya."Mudah saja bagiku," jawab Mahardika menyombongkan diri. Tentu hal itu semakin membuat Arsyila semangat karena baru itu impiannya saat ini.Handoko yang melihat sikap natural Arsyila dan Mahardika hanya bisa tersenyum. Dia hanya bisa berharap agar Mahardika dan Arsyila cepat bersatu tanpa ada paksaan."Dan satu lagi?" ucap Arsyila membuat Mahardika mengernyitkan keningnya."Apa?" Mahardika nampak serius memperhatikan Arsyila. Dia sudah tidak sabar untuk menunggu permintaan Arsyila selanjutnya."Aku ingin tetap kuliah," kata Arsyila yang takut jika profesinya ke depan akan mempe
Mahardika dan Arsyila makan berdua di sebuah restoran berkelas, bahkan Mahardika memesan ruang privasi untuk mereka berdua.Mahardika mengusap saus sambal pada sudut bibir Arsyila, sejenak pandangan mereka saling bertemu dan mengunci."Hmm, ma-makasih, Mas," kata Arsyila nampak gugup. Mahardika segera melepas tangannya, lalu memakan makanannya lagi. Mahardika terlihat salah tingkah."Hmm, mau nambah lagi?" tanya Mahardika membuka obrolannya. Sejak datang mereka hanya diam dan menikmati hidangan. "Iya, aku pingin makan es kelapa muda, Mas," kata Arsyila terdengar manja."Ok, boleh," jawab Mahardika sembari memanggil pelayan untuk memesankan es kelapa muda keinginan Arsyila.Sejenak Mahardika melihat ke arah Arsyila yang masih menikmati manisan mangga muda. Mahardika tersenyum sendiri.'Apakah aku mulai jatuh cinta kepadamu, Arsyila. Aku merasa nyaman setiap bersama kamu. Merasa kamu menghadirkan canda dan selalu membuatku terhibur,' batin Mahardika."Mas! Mas Dika!" Ucap Arsyila semba
Arsyila dan Mahardika menoleh ke arah belakang. Ternyata suara Amira yang mencegah langkahnya. Amira menatap Mahardika dan Arsyila dengan intens. Pandangan Amira terlihat tidak bersahabat ke arah Arsyila, walaupun pada akhirnya dia bersikap ramah, lebih tepatnya hanya akting belaka."Dari mana Mas?" tanya Amira tak ada sopan santunnya."Enggak perlu tahu juga kamu kita dari mana," jawab Mahardika yang sebenarnya masih merasa emosi dengan Amira.Amira hanya bisa menyaksikan interaksi antara kakak dan adik di depannya. Terlihat Amira yang jengkel dengan sikap dingin Mahardika."Kenapa sama Arsyila?" tanya Amira lagi. Diapun melihat ke arah Arsyila dengan tatapan sinisnya."Dia sama saya, memangnya sama siapa lagi." Amira semakin kehilangan kesabarannya.Amira mendekat ke arah Arsyila, lalu memegang lengan tangan Arsyila."Jangan coba-coba merayu kakakku, jangan kamu manfaatin kebaikan kakakku untuk kamu kuras hartanya," ucap Amira penuh penekanan. Arsyila hanya diam. Dia sudah biasa den
"Tidak, aku tidak takut hujan lebat, aku juga tidak takut petir, aku lebih takut saat berdua dengan kekasih orang." Arsyila langsung mengambil tasnya dengan kasar. Dia segera bangkit dan terburu-buru ingin pergi."Tunggu!"cegah Mahardika membuat Arsyila menoleh ke arah Mahardika."Apa kamu cemburu?" tanya Mahardika begitu merasa senang jika benar adanya Arsyila cemburu."Kenapa musti cemburu? Tidak penting," kata Arsyila sembari membelakangi Mahardika."Tetaplah di sini, hujan di luar sangatlah lebat. Aku yakin kamu tidak akan baik-baik saja kalau pulang sekarang," cegah Mahardika yang tidak mau terus terang akan gadis yang dia maksud sebagai calon istri."Aku tidak mau di kira merebut kekasih orang," bantah Arsyila terlihat emosi.Mahardika menatap lekat wajah Arsyila. Arsyila memundurkan tubuhnya saat Mahardika semakin mendekat."Tolong jangan seperti ini." Terlihat sekali Arsyila yang ketakutan. Mahardika tak peduli dengan ucapan Arsyila. Dia masih menatap lekat wajah Arsyila, bahk